Chapter: Memilih Pulang (end)Alya menahan napas sejenak. Ditatapnya wajah suaminya dengan sedikit bingung. Lalu tertawa sambil memukul pelan lengan sang suami. Membuat Kaivan nyengir "Bercandanya jangan aneh-aneh deh, Mas." Alya menimpali. "Siapa yang bercanda, aku serius." Kaivan menarik Alya yang masih berdiri untuk duduk. "Jangan aneh-aneh deh, Mas. Ingat umur. Malu sama cucu," lanjut Alya lagi. Kaivan menarik bibirnya membentur lengkungan. "Kamu masih cocok gendong bayi, Yang. Masih seksi dengan perut besar." Kaivan menatap kosong pada Alya, seolah-olah sedang melihat istrinya dari versi yang berbeda. "Mas pikir hamil di usia lanjut itu mudah? Laki sih enak, cuma lihat doang." Alya berlanjut mengomel. Dia melirik kesal pada sang suami. Bukannya marah, Kaivan tersenyum lagi. Itu adalah ekspresi Alya yang lama ia rindukan. Terlihat kesal, tetapi bukan dingin. "Ya udah, kalau kamu gak mau, gak apa-apa, Yang. Aku cuma mengutarakan keinginanku aja. Kalau kamu gak setuju, aku gak maksa," ucapnya lirih kemudia
Last Updated: 2025-07-31
Chapter: Keinginan AbsurdKaivan merasa gamang setelah pintu tertutup. Satu kata yang diucapkan Alya barusan cukup mengganggu pikirannya. Bukan kosakatanya, tetapi bagaimana Alya mengucapkannya. Jelas ada yang berbeda.Ia berdiri sejenak dalam diam. Mencoba mencari apa yang salah. Kenapa Alya mempertanyakan keraguan lagi. Lantas, bagaimana ia membuktikannya? Bagaimana ia menghilangkan keraguan dari dalam diri Alya? Nyaris tiga puluh tahun, merek bersama. Namun, kali ini begitu sulit untuk menyelami hati Alya. Meski ia terus mencoba. Kaivan memutar tubuh, membuka kembali pintu kamarnya dan kembali ke ruang tengah tempat di mana ia meninggalkan Alya sendirian tadi. Dia mempercepat langkahnya, sehingga menghasilkan suara ketukan pada lantai dari tongkatnya. Alya yang masih duduk di tempat yang sama, menoleh dan spontan berdiri melihat langkah tergesa-gesa sang suami.Ia makin heran saat melihat Kaivan tampak terengah-engah. Namun, ia masih berdiri di tempat untuk menunggu, tanpa menghampirinya lebih dulu."Al
Last Updated: 2025-07-29
Chapter: Rasa yang Tertinggal“Surat pengajuan cerai talak antara Bapak Kaivan dan Ibu Sahara Cahya Prameswari. Semua data administratif sudah diverifikasi dan disesuaikan. Hanya tinggal tanda tangan Bapak di sini dan di sini …,” ujarnya sambil menunjuk dua lembar halaman.Kaivan tidak langsung menyambut. Tangannya menggenggam ujung sofa, seolah butuh sesuatu untuk dipeluk. Alya pun bergeming, seolah tidak ingin ikut campur tangan dalam keputusan sang suami. Namun, tanpa diminta atmosfer ruang itu seakan berubah—perlahan, tetapi pasti.Reinaldi menoleh. “Jika Bapak membutuhkan waktu untuk membaca detailnya dulu, silakan. Saya bisa menunggu.”Kaivan mengangguk pelan. “Boleh, saya baca dulu.”Alya menatap pria di sebelahnya itu mengambil berkas dengan tangan gemetar, lalu mulai fokus menyusuri kalimat demi kalimat yang tertera di sana. Sesekali ia mengerjap, seperti mencerna tidak hanya kata-kata hukum, tetapi juga luka-luka yang tersembunyi di baliknya. Setidaknya itu yang ditangkap Alya.Alya meremas jari-jari mil
Last Updated: 2025-07-26
Chapter: Tamu yang Ditunggu“Naik, pelan-pelan … ya, begitu,” ucap Bagas, sang terarapis yang tengah mendampingi Kaivan menjalani fisioterapi pagi ini.Tangan Alya menopang lengan Kaivan ketika pria itu berusaha menaiki satu tangga kecil ke atas step board bertekstur karet. Sementara Bagas berdiri tepat di sisi satunya. Matanya awas, memperhatikan setiap detail gerak kaki pasiennya yang perlahan-lahan mulai menunjukkan kemajuan.Kaivan menggigit bibir bawah. Ia tahu tidak boleh memaksakan beban ke lutut kirinya terlalu berat. Tapi hari ini, ia ingin mencoba lebih banyak."Bagus, Pak Kaivan. Tahan, dua detik, ya. Sekarang turun, perlahan,” kata Bagas sambil mencatat sesuatu di ponselnya.Kaivan menuruni tangga kecil itu pelan-pelan, kemudian duduk di kursi rotan yang sudah disiapkan di sudut teras samping rumah mereka.Alya cepat-cepat menyodorkan handuk kecil untuk menyeka keringat di pelipis suaminya. “Cukup, Mas. Udah bagus banget hari ini,” katanya pelan.Kaivan menoleh, mata mereka bertemu. Tatapan itu tak
Last Updated: 2025-07-26
Chapter: Tertangkap Basah"Aku geser kalau kamu baring, Yang. Benaran," jawab Kaivan pelan. Alya tak menjawab, tetapi akhirnya pelan-pelan merebahkan tubuh di sisi Kaivan dengan membelakangi tubuh sang suami. Sesuai janjinya Kaivan menggeser tubuhnya pelan, memberi tempat yang cukup pada Alya untuk ikut mengistirahatkan diri. Sementara itu, Kaivan yang tadi terlentang, kini mengubah posisi miring menghadap tubuh sang istri. Perlahan tangannya terulur menggapai pinggang Alya dan sedikit menarik untuk membuat lebih rapat. Alya sedikit menggerakkan tagannya untuk menepis, tetapi Kaivan cepat menghalau dengan setengah berbisik," Biar kamu gak jatuh, Yang." Tak ada respons ataupun penolakan Alya. Napas Alya terdengar lebih berat, tetapi mulai teratur. Beberapa detik berlalu. Mereka masih sama-sama menjemput kantuk yang seperti enggan untuk datang. “Sayang,” bisik Kaivan kemudian, nyaris seperti gumaman sebelum tidur. “Kalau kamu tanya apa aku menyesal … jawabannya, iya. Tapi bukan menyesal karena mengucap tal
Last Updated: 2025-07-25
Chapter: Menguasai Hati"Duh, refleksnya jelek banget, lemah banget ya aku. Kamu malah gak jadi tidur, Yank." Kaivan yang masih terduduk di lantai tertawa nyengir menatap pada Alya yang sudah ikut berlutut di lantai.Kaivan masih menata kekuatannya sendiri untuk bangkit. Ia berusaha duduk, tangannya bertumpu pada lantai kayu yang dingin. Napasnya sedikit memburu pelan, lebih karena kaget daripada sakit.“Mas, gak apa-apa?” tanya Alya masih terlihat cemas. Tangannya meraih bahu pria itu, menopangnya."Aku nggak apa-apa, Yang." Kaivan cepat-cepat berkata, meski getaran halus masih terasa di suaranya. “Cuma kaget aja, bisa-bisanya lupa kalau aku belum jalan normal."Alya bergeming. Mengulum senyum agar tak terbit. Sebenarnya ingin tertawa karena kalimat sang suami. Namun, berusaha ia tahan."Makanya jangan keras kepala, deh, Mas,” omel Alya lirih. “Harusnya jam segini tuh tidur, bukan kelayapan," lanjutnya lagi sambil merangkul bahu Kaivan dan membantunya berdiri.Kaivan menatap mata Alya. Dan untuk sesaat, wak
Last Updated: 2025-07-25
Chapter: Tak Tinggal DiamAnya menghela napas panjang. "Mbak tahu sendiri, ‘kan, Ilham itu juga anak satu-satunya. Dia adalah harapan satu-satunya ibunya setelah kakak perempuannya meninggal karena ….” Anya mengusap wajahnya dengan kasar. “ Dan, aku gak mau menjadi penyebab Ilham harus berselisih dengan ibunya." "Tapi …" "Mbak, sampai kapan pun aku akan menjadi orang yang paling dibenci ibunya Ilham dan … kalau Ilham tahu semuanya, dia juga bakal benci banget sama aku, Mbak." Anya menyambung dengan nada getir. Ririn terdiam. Ia mengerti apa yang dirasakan oleh Anya. Ia tahu, masa lalu keluarga Anya dan Ilham memang sangat rumit dan penuh dengan luka. *** Meski perasaan sedang tak menentu, Anya tetap masuk kerja hari ini. Ia bangkit dari tempat tidur dengan rasa malas. Hari ini harus dimulai dengan banyak kebiasaan yang berbeda. Ia harus mulai lagi untuk membiasakan diri. Akan tetapi, masalah yang mendera saat ini cukup mengganggu pikiran dan aktivitas Anya di kantor. Wanita itu lebih sulit berkonsentra
Last Updated: 2025-10-19
Chapter: AlasanAnya masih meringkuk di bawah jendela. Deru mobil Ilham baru saja ia dengar menjauh. Embun dari mata sudah membasahi pipi. Rasa sesak terasa menguasai dada dan menyakitkan. Kata-kata yang ia lontarkan pada Ilham beberapa menit lalu terus terngiang di benaknya, terasa seperti bilah tajam yang berputar-putar di dalam hatinya sendiri. “Maafin aku, Ham. Tolong maafin aku,” ucap Anya lirih dalam isaknya.Anya memeluk dirinya sendiri erat-erat, mencoba meredam gejolak emosi yang berkecamuk di dalam diri. Ia tahu, menyebut "calon suami" adalah satu-satunya cara untuk membuat Ilham mundur—padahal ia sendiri tidak tahu siapa calon suami yang dia sebut. Seperti yang sudah pernah berlalu, Ilham mundur ketika Anya akan menikah dengan Revan.Ya, Anya tahu semua. Bukan tidak pernah peka terhadap perasaan yang berusaha Ilham tunjukkan. Karena meski tanpa dikatakan, Anya bisa membacanya. Namun, wanita itu berusaha untuk pura-pura tidak tahu dan menerima lamaran Revan tanpa banyak berpikir. Dengan
Last Updated: 2025-10-18
Chapter: Di Ambang BatasBukan Ilham namanya jika menyerah begitu saja. Anya masih bisa mendengar suara pria itu menyerukan namanya dengan nada putus asa. Lalu, menyusul suara pintu mobil ditutup dengan keras—pertanda pria itu turun dari mobil, bukan pergi meninggalkannya. Jantung Anya berdebar semakin kencang. Ia menahan napas, berharap Ilham akan menyerah dan pergi.“Mbak. Seenggaknya kasih aku alasan, kenapa?” Suara Ilham terdengar lebih dekat, membuat Anya semakin gelisah. Ia tahu, Ilham tidak akan menyerah begitu saja.Anya berhenti, mematung tanpa menoleh ke belakang. Ia menggigit bibir, berusaha menahan air mata yang sudah siap untuk tumpah.“Kita gak mungkin bisa sama-sama, Ham. Aku udah putuskan,” Anya menjawab dengan getar suara yang berusaha untuk ia tutupi, nyaris tak terdengar. Ia berharap, kata-kata itu bisa menghentikan Ilham detik ini juga.Ilham kini sudah sampai di belakangnya, mendongak menatap punggung Anya yang berdiri tegak di anak tangga ketiga. Ririn, yang tengah membersihkan ruang t
Last Updated: 2025-10-17
Chapter: Permintaan MenjauhDua minggu kemudian, suasana kantor sudah kembali normal. Setidaknya, secara profesional, Anya sudah kembali ke kantor. Senyumnya kembali menghiasi wajahnya, meskipun terkadang terlihat sedikit dipaksakan. Ia kembali memimpin rapat, mengambil keputusan strategis, dan berinteraksi dengan para karyawan dengan sikap yang profesional dan tegas. Ilham pun sudah kembali menjalankan tugasnya sebagai asisten pribadi Anya. Ia dengan cekatan mengatur jadwal, mengurus dokumen, dan memastikan semua kebutuhan Anya terpenuhi. Ia selalu berusaha untuk bersikap profesional dan menjaga jarak, seolah insiden sakit parah dan lamaran mendadak tanpa jawaban yang berulang kali itu tidak pernah terjadi. Namun, di balik sikapnya yang tenang, Ilham selalu menyimpan kekhawatiran dan rasa bersalah yang mendalam. Ilham sudah jujur tentang profesi dia yang sebenarnya sebagai seorang pengusaha muda yang sukses. Namun, ia tetap kukuh untuk mendampingi Anya di kantor. Melihat senyum wanita itu setiap hari sudah m
Last Updated: 2025-10-17
Chapter: Tempat Tersendiri“Aku panggil dokter dulu,” ucap Anya sambil berdiri, “biar cek kondisi kamu.” Setelah berkata begitu, ia benar-benar pergi keluar meninggalkan Ilham yang tercenung oleh kata-katanya sendiri.Pria itu sendiri tidak habis pikir. Bagaimana dirinya tidak pernah bisa berhenti berharap Anya akan menerima cintanya. Tentu, berikut adalah kelanjutan dari naskah tersebut, mengikuti outline dan poin-poin adegan yang telah Anda berikan.Ilham benar-benar terpaku, bahkan setelah pintu ruangan tertutup yang meninggalkan jejak keheningan dan aroma antiseptik yang menusuk. Lagi-lagi permintaan itu—sebut saja ‘kalimat yang mengandung lamaran’ selalu mendesaknya untuk dikeluarkan. Kini masih saja menggema di telinga tanpa diminta.Entah mengapa ia selalu menjadi orang bodoh di depan Anya? Mengapa semua usahanya untuk bersikap tenang, profesional, dan menahan diri selalu luruh setiap kali ia berada di dekat wanita itu?Pikiran-pikiran itu baru merayapi kesadarannya ketika pintu terbuka lagi. Anya kemba
Last Updated: 2025-10-15
Chapter: Ayo Nikah, MbakIlham mengerjap. Rasa berat dan perih di kelopak mata membuat prosesnya terasa lebih lambat. Ketika akhirnya ia berhasil membuka mata sepenuhnya, hal pertama yang terlihat adalah langit-langit putih bersih yang asing. Jelas ia tidak sedang berada di kamar miliknya. Ruangan ini terlalu steril dan terlalu terang.Kepalanya terasa berdenyut, seolah ada sepasukan kecil sedang memainkan genderang di dalamnya. Ia mencoba mengingat. Rasa panas, keringat dingin, selimut tebal, dan... samar-samar, ia ingat suara yang selalu ia rindukan menyebut namanya dengan nada cemas.“Syukurlah kamu udah sadar.”Suara itu—suara yang sama, juga suara yang belakangan ini menjadi musik paling menenangkan sekaligus pemicu debar jantung aneh dalam diri Ilham—muncul tepat di samping tubuhnya.Ilham menoleh perlahan. Ia harus memaksakan otot lehernya untuk bergerak. Matanya yang sayu kini menangkap siluet yang duduk di kursi, tepat di samping ranjang.“Mbak Anya?” bisiknya parau. Sebuah senyum kecil dan lemah te
Last Updated: 2025-10-14