"Mereka akan pulang dengan saya."
Seketika aku menoleh ke arah suara bariton yang baru saja memecah ketegangan antara Fatir dan istrinya.
Pak Fauzan tengah berdiri tak jauh dari kami, wajahnya tenang serta kedua tangannya berada di saku celana.
"Siapa kamu?! Aku tidak akan membiarkan Zahra pulang dengan orang yang tidak dikenal!" Fatir beraksi. Pria itu mantap Pak Fauzan sambil menunjuk.
"Mari bu Zahra, mobil saya di sebelah sana." Tanpa menggubris ucapan Fatir, Pak Fauzan mengajakku berjalan menuju mobilnya. Sebelah tangan yang semula berada di saku celananya, kini terulur menunjuk mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat kami berdiri.
"Ayo Marsha, pulangnya sama Om saja, ya." Berbeda saat bicara pada Fatir, suara Pak Fauzan terdengar sangat lembut ketika menyapa Marsha. Wajahnya pun tak segarang tadi.
Kehadiran pak Fauzan bagiku seperti dewa penolong. Bisa jadi Amel berencana akan membuatku terlantar di parkiran rumah sakit ini, tetapi dengan kehadiran pak Fauzan, rencana