Dengan menggenggam harapan terakhir yang ia punya, Anaby menatap lekat paras tampan di hadapannya. Sorot matanya meredup, membawa serta keputusasaan yang membekas begitu dalam.
Tanpa mengucap sepatah kata pun sebagai jawaban, Anaby perlahan memajukan wajahnya, menghapus jarak yang tersisa. Gerakannya begitu ringan dan nyaris gemetar, saat bibirnya menyentuh bibir Michael—tanpa jeda, tanpa ragu.
Seperti digerakkan naluri, tangan Anaby terangkat pelan lalu menempel pada bahu Michael yang terasa kokoh di balik piyama yang membungkus tubuhnya. Gadis itu bisa merasakan kontras yang mencolok antara kehangatan bibir Michael dan bibirnya sendiri.
Bibir Michael penuh dengan gairah kehidupan, berbeda jauh dengan bibirnya yang beku, seperti tak bernyawa.
Dalam beberapa detik, Anaby memejamkan mata, memusatkan seluruh pikirannya untuk melakukan hal yang selama ini tak pernah ia kuasai.
Ya, berciuman bukanlah sesuatu yang familiar bagi Anaby. Ia tidak pandai melakukannya.
Beberapa kali Aslan pe