Pagi itu, suasana restoran resort masih lengang. Anaby dan Michael memilih duduk di dekat jendela kaca besar yang menghadap langsung ke bentangan pantai Jenara.
Pucuk-pucuk pohon kelapa di kejauhan melambai tenang. Begitu pula lautan biru yang membentang, seakan mengucapkan perpisahan pada dua hati yang belum ingin kembali ke kenyataan.
Anaby menatap ke arah pasir putih yang tersapu ombak, sebelum berbicara pada sang suami.
“Aku masih ingin berada di sini. Rasanya seperti baru kemarin kita datang, tapi hari ini kita harus pergi.”
Tatapan Michael menyapu wajah istrinya yang memancarkan gurat sendu. Jemarinya meraih tangan Anaby yang tergeletak di atas meja.
“Aku tahu, tapi kita punya kewajiban masing-masing,” ujar Michael. “Kau harus kembali ke perusahaan, dan aku harus segera bersiap untuk peluncuran aplikasi baru. Selain itu, Paman Carlo pasti sudah menantikan kepulanganmu, Sayang.”
Anaby mengangguk lemah, menelan berat kenyataan yang tak bisa mereka tunda.
“Aku juga tidak ingin mem