Wajah Michael berubah tak terbaca. Tanpa berkata-kata, ia berjalan mendekat lalu berdiri tepat di belakang Anaby. Sorot matanya yang sulit ditebak, membuat jantung Anaby kembali berpacu tidak karuan. Angin sejuk dari pendingin ruangan seolah tak terasa, karena kehadiran pria itu menciptakan kehangatan asing yang menjalar dari kulit ke hati.
“Ritsletingnya… dari atas sampai ke punggung bawah,” lirih Anaby, sembari menunduk malu.
Michael tidak menjawab, tetapi jemarinya yang hangat mulai membuka akses ke punggung yang tertutup renda. Gerakan pria itu sangat hati-hati, seolah ia sedang membuka sesuatu yang jauh lebih dari sekadar kain.
Anaby menahan napas, sementara jari-jari Michael mulai bekerja di beberapa pengait kecil. Jemari itu terasa ringan tetapi nyata, bak aliran listrik halus yang menggetarkan nyali.
Dalam hitungan detik, pengait terbuka satu per satu, dan perlahan ritsleting panjang itu ditarik turun.
Saat gaun mulai mengendur, pori-pori kulit Anaby meremang. Ia bisa merasa