Dalam lelapnya, Anaby merasa ada yang menyentuhnya. Sebuah genggaman hangat yang menyelusup hingga ke lapisan sanubarinya yang terdalam.
Jari-jemari itu menyatu dengan miliknya, mengirimkan kehangatan yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Genggaman itu terasa seperti benteng lembut yang menahan segala ketakutan dan kegelisahan
Ia tidak tahu siapa, tetapi ia tidak ingin melepaskannya.
Anaby pun terbuai dalam kenyamanan yang membuatnya tenggelam dalam tidur panjang. Ia tidak bermimpi. Ia hanya terlarut oleh perasaan damai, yang diberikan oleh sosok tak terlihat di balik gelap matanya.
Dalam imajinasi indah itu, Anaby tak tahu berapa lama ia terlelap, tetapi sensasi itu begitu nyata—dan menenangkan.
Kemudian, bunyi air yang menyentuh lantai memecah ketenangan pagi. Gema gemericiknya menyusup ke telinga Anaby, dan perlahan membangunkannya dari alam mimpi.
Anaby mengerjap, kelopak matanya terbuka dengan lambat, menyesuaikan pandangan dengan cahaya lembut yang masuk dari jendela. Ia menata