“Orang tua lo ke sini”? tanya Raka terkejut.
“Bukan. Ibu telepon kemarin. Itu sebabnya gue stress. Tapi saat lo pulang, malah teriak dan bentak-bentak gue ….”
Raka diam dan kembali merasa bersalah atas kejadian tadi malam. Sekarang dia mengerti kenapa apartemen jadi begitu berantakan.
“Ibu lo tanya apa?” tanya Raka enggan. Dia sebenarnya tak ingin tahu, tapi, tidak menanyakan masalah Gita, juga terasa gak benar. Karena saat orang tua Raka datang, Gita bersedia bekerja sama.
“Nanya kenapa gue belum balik ke Jogja.” Mata gadis itu mulai mengembun.
“Trus lo jawab apa?” Suara Raka halus, seakan takut itu dapat memecahkan kaca-kaca jendela.
“Gue bilang, urusan Visa belum selesai.” Gita menunduk. “Raka, alasan apa lagi yang bisa gue buat bulan depan? Lalu bulan depannya lagi?” Gita menuntut jawaban.
Raka menghela napas berat. Bahunya tiba-tiba jatuh, tak kuat menanggung semua beban. “Gue juga gak tahu, Git.”
Saat itulah Raka merasa jadi pria paling tak berguna. Tak bisa membantu gadis yang