"Aduh... lututku," rintih Ayu memegang lututnya. Ia mengangkat wajah, napasnya tercekat sejenak.
Ayu tersentak. Tadi pria itu masih berdiri di seberang ruangan, tapi kini ia sudah berjongkok tepat di hadapannya.
Lelaki itu mengulurkan tangan, jemarinya besar namun gerakannya lembut. Sorot matanya tajam, tapi bukan menusuk—ada sesuatu yang menenangkan di sana. Ayu menelan ludah. Wajahnya bersih, rahangnya tegas, dan ada senyum samar yang hampir tak kentara di bibirnya. Setelan kasualnya tampak rapi, berkelas, seperti seseorang yang terbiasa berada di tempat-tempat eksklusif.
Baim. Ayah si kembar yang baru saja disusui ayu.
"Apa Mbak baik-baik saja?" tanya Baim.
Ayu tetap diam. Pikirannya berkelebat pada sosok lain—Narendra. Baru beberapa jam yang lalu, pria itu sekan-akan menawarkan bantuan. Tapi yang terjadi sesungguhnya, ia hanyalah ingin melecehkan Ayu