Meskipun wajah Gallen nyaris seperti harimau yang hendak menerkam mangsanya tetapi Alina hanya memasang senyum santai, seolah tak terjadi apa-apa. Satu tangannya menahan lengan Gallen, agar pria itu tidak bergerak.
“Bukankah tadi, suamiku bilang,” suara Alina terdengar lebih keras, lebih tepatnya sengaja dikeraskan, “kalau tidak selera makan... kecuali disuapi, hm?”
Hal itu tentu memicu reaksi Gallen. Pria itu kini memicingkan matanya. “Jangan macam-macam kamu!” tegurnya rendah tetapi penuh penekanan.
Telapak hangat Alina menyentuh pundak tegap suaminya dengan ringan. “Ada pembantu Oma di luar, beraktinglah dengan baik!” katanya lalu mulai menyendok bubur dan mengipasnya pelan dengan satu tangannya.
Gallen membeku. Hanya matanya yang bergerak, melirik ke arah pintu yang terbuka lebar. Ia memang sudah melihat Belinda dan pembantu Oma sedang mengepel lantai.
“Tapi tidak perlu seperti ini, kan?” Gallen berbalik tanya dengan nada yang sama lirihnya. Namun, raut wajahnya sudah mengendur.