Tangan besar Daffa mencengkeram lengannya dengan erat, menariknya keluar dari mobil tanpa sedikit pun kelembutan. Nada meringis, rasa sakit menjalar di lengan, namun dia tak berani melawan. Dia tahu bahwa protes hanya akan memperburuk keadaan.
Di dalam rumah, suasana terasa sama mencekamnya. Beberapa pelayan berdiri di sudut ruangan, menatap mereka dengan tatapan penuh sindiran, meski tidak ada yang berani mengucapkan sepatah kata pun. Nada bisa merasakan penghinaan dalam senyum tipis mereka, menambah beban yang sudah menghancurkan hatinya.
“Sukurin kamu, Nada. Salah sendiri selama ini selalu mencari perhatian pada Tuan Muda,” kata Ira yang tampak sangat puas dengan apa yang terjadi pada Nada.
Para pelayan yang lain pun mengangguk, karena selama ini mereka memang tak suka pada Nada dan neneknya yang dianggap selalu mendapat perhatian lebih dari Daffa. Kini mereka tertawa puas melihat apa yang dilakukan oleh Daffa terhadap Nada.
Daffa menyeretnya ke kamar di lantai atas, membuka pintu