Begitu pria itu muncul, Jaiden segera berdiri, merapikan jasnya. Yang lain ikut bangkit. Juliete sempat bingung, tapi cepat membaca situasi dan berdiri mengikuti yang lain.
Aura pria itu menuntut penghormatan, tanpa harus meminta.
Jaiden mencondongkan tubuh, membisikkan kata-kata di telinga Juliete.
“Ayo, ikut aku menyapa kakekku, Baby.”
Juliete menatapnya sejenak, sebelum akhirnya menyadari siapa pria tua di ujung ruangan itu.
“August Alastair Cavendish,” gumam Jaiden, suaranya rendah namun penuh hormat. “Generasi ke-9. Lelaki tertua sekaligus pilar keluarga ini.”
Sambil berkata demikian, Jaiden meraih tangan Juliete—genggamannya mantap, lalu membimbingnya mendekati sosok yang kini menjadi pusat seluruh perhatian.
“Selamat malam, Kek. Izinkan aku memperkenalkan calon istriku, Juliete Finnigan,” ujar Jaiden, suaranya tenang namun tegas, sesaat sebelum August duduk di kursi singgasananya—pusat dari seluruh ruangan, simbol otoritas tak tergoyahkan.
Juliete tersenyum sop