"Apa maksudmu nggak punya ayah? Di mana ayah kalian?”
Suara Raka terdengar pelan namun penuh desakan, serupa hujan yang turun perlahan tapi mengguyur habis.
Ia bersandar di ambang pintu, tubuhnya condong ke depan, seolah dengan begitu ia bisa menangkap lebih jelas kebenaran yang mungkin selama ini tersembunyi.
Bayu tak langsung menjawab. Ia hanya memandangi pria itu, menelisik tiap inci wajahnya, seakan menimbang apakah pertanyaan itu layak diberi jawaban.
Cahaya matahari sore menembus sela tirai jendela, jatuh di wajah bocah itu, menyoroti gurat keras di keningnya yang masih terlalu muda untuk beban sebesar itu.
“Dia ninggalin kami,” ujar Bayu akhirnya, datar tapi mantap, seperti batu yang dilempar ke danau tenang.
“Dari dulu, kami cuma hidup bertiga—aku, Aidan, sama Ibu. Dia... nggak pernah mau tahu.”
Hening menyeruak. Sejenak, waktu terasa seperti berhenti mengikuti napas ketiganya yang tertahan. Raka menoleh ke arah Kirana yang be