Aksen langsung menemui bunda, dia bahkan tanpa canggung mendekati bunda. Kami memang berpisah baik-baik. Jadi tidak ada masalah dengan silaturahim kami. Namun, beda dengan abang Brayen dia nampak canggung diantara kami, apalagi daddy juga tidak langsung menegur.
“Tuan Brayen apakah anda tidak merindukan opa!” teriak Arvian. Astagfirullah ada saja kelakuan Arvian. Sifat ayahnya aku rasa benar-benar muncul.
Daddy terlihat salah tingkah mendengar ucapan Arvian. Sementara bunda justru tak menahan tawanya.
“Tuan Brayen kenapa gugup begitu,” sambung Aksen sembari tertawa. Aksen memang tidak berubah sama sekali. Dia tetap humble dimana pun berada.
Abang Brayen terlihat malu-malu mendengar ucapan Aksen, benar-benar diluar dugaan Aksen ternyata tidak cemburu sama sekali.
“Iya, saya hanya antar Arvian, saya langsung pamit,” kata abang Brayen.
“Bukannya ayah ingin ketemu Opa, kok berubah pikiran,” sambung Arvian. Abang Brayen semakin salah tingkah melihat keberanian Arvian. Ya Allah ... kenapa