Brayen?!
Sontak kami berteriak. Brayen langsung memeluk Arvian yang berada didepannya. Seperti layaknya seorang ayah yang begitu merindukan anaknya. Sementara kami masih mematung tak percaya.
"Apa kamu tidak merindukan ayah, Arvian?" tanya abang Brayen begitu tulus.
Bukannya simpati, Arvian justru takut melihat ayahnya yang mendadak memeluknya.
"Apa kamu sudah gila anak durhaka!" teriak bunda secara spontan. Jangankan bunda kami semua seperti patung tak percaya.
"Pergi kamu!" bunda lagi berteriak. Suasana tegang, Arvian langsung memelukku ketakutan.
"Kenapa dia bisa masuk kesini!" daddy tak kalah berteriaknya. Suasana yang haru kini seperti berada di medan perang.
Abang Brayen hanya duduk tak ada pergerakan. Layaknya anak kecil yang sedang meminta maaf, dia duduk bersimpuh di hadapan bunda dan daddy.
"Aku gila, Bun!"
"Aku sangat gila!"
Dia menangis sambil duduk. Kami tak habis pikir dia berani masuk ke rumah ini. Menangis? Rasanya sangat tidak masuk akal dia berubah seperti ini.
"