“Aku adalah penyeimbang Kota Dewa…!”
raung Arkham, suaranya menggema membelah sisa-sisa menara.
“Selama aku masih berdiri… kota ini tak akan jatuh!”
Suara itu bukan sekadar pernyataan. Itu adalah tantangan terhadap langit itu sendiri, jeritan dari seorang dewa yang menolak dimakamkan oleh sejarah.
Namun, jawabannya bukan datang dari atas.
Melainkan dari bawah ...
Langkah Kevin.
Langkah itu tenang. Konsisten. Dingin.
Setiap kali kaki Kevin menyentuh reruntuhan, debu spiritual beterbangan. Auranya tidak lagi meledak-ledak seperti badai tadi, melainkan tenang—tenang seperti arus dalam samudra yang menelan kapal-kapal besar tanpa suara.
Pedang Dewa Ilahi masih ia genggam di tangan kiri. Tapi saat ia meluruskan tangan kanannya, dari pusaran qi hitam yang bergulung di udara… Pedang Jiwa Naga Langit meluncur kembali ke telapak tangannya—seperti makhluk hidup yang kembali pada tuannya.
“Matamu masih menyala,” ucap Kevin perlahan, tanpa emosi.
“Tapi jiwamu sudah mati sejak kau memilih meli