“Wowww….!”
“Kenapa Ren?” sahur Rey cepat sambil menarik tubuh polos Reni.
“Kamu… ehm, tidak apa-apa. Aku hanya kaget melihat ‘itu’,” Reni menunjuk ke arah pusaka Rey yang sudah berdiri tegak. Wajahnya memerah, bagai tomat busuk. “Lakukan pelan-pelan, ya, Honey?” bisik Reni yang terdengar bagai gadis perawan.
Padahal, dia justru mendambakan sentuhan brutal dari Rey.
Rey yang sudah tak bisa menahan dirinya langsung bertindak beringas, hingga Reni berkali-kali berseru dengan suara makin nyaring bak kucing berahi.
Namun Rey tentu saja tak tahu siapa Reni, si ratu skincare ini wanita yang sangat lihai berkamuflase. Dia sengaja bersikap seperti gadis yang baru pertama kali bercinta, agar Rey makin menghujaminya dengan senjata perkasanya.
Inilah laki-laki yang dia dambakan, laki-laki yang bisa memuaskannya. Rey benar-benar seperti kuda jantan yang ‘kesetanan’, efek obat yang di jejali Chikita membuat Rey mengamuk dan Reni pun di buatnya melayang-layang ke angkasa.
Reni bahkan melanggar pantangannya sendiri, dia membiarkan Rey melakukan pelepasannya di dalam, sebelum akhirnya ambruk di atas tubuhnya setelah pertarungan yang mendebarkan hingga 1,5 jam.
Keduanya sama-sama nyenyak tertidur. Rey duluan terbangun dan dia kaget sendiri saat tubuh telanjangnya berada dalam pelukan Reni yang masih nyenyak tertidur.
Saat melihat ponselnya, Rey kaget, ini sudah pukul 00.00. “Ya Tuhan, apa yang kulakukan,” batin Rey dan pelan-pelan melepas pelukan Reni. “Apa bedanya aku dengan gigolo saat ini?!” ujarnya lagi sambil beringsut bangun dari ranjang.
Reni terbangun. “Kamu mau kemana honey?” Reni sengaja membiarkan tubuh telanjangnya terbuka, hingga mata Rey sesaat melotot, tapi buru-buru dia alihkan pandangan.
“Sorry Ren, ini di luar kehendakku,” sahut Rey sambil hela nafas. Reni bangkit dengan ogah-ogahan dan memeluk tubuh kokoh Rey yang juga masih polos.
“Tak apa, Sayang.” Reni memberikan usapan lembut di dada bidang Rey. “Malam ini luar biasa! Kamu benar-benar pria perkasa,” bisik Reni sambil sengaja hembuskan nafas harumnya ke telinga Rey, pemuda ini merinding lagi.
“Aku…!” Rey hentikan ucapannya. Rupanya pengaruh obat perangsang belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya dan agaknya masih butuh dipuaskan saat ini.
Pergumulan babak ke dua pun tak terelakan.
Paginya, Rey terbangun dengan wajah kuyu dan kebingungan. Sedangkan Reni, terlihat sudah rapi, usai mandi.
“Rey, ini buat kamu!” Dengan gaya angkuh Reni lemparkan 5 bebat uang pecahan 100 ribu yang satu bebatnya bernilai 10 juta ke kasur. “Dan harap diingat ya, kamu kini kekasihku, setiap aku menelpon, kamu wajib menemuiku!”
Rey yang tadi sudah ingin mengambil uang tersebut sedikit termenung. “Jadi, aku sudah dibeli?” gumam Rey tanpa sadar.
Sementara Reni pura-pura tak mendengar gumaman sang ‘pria bayaran’-nya. “Pastikan kamu selalu mengangkat teleponku. Okay!”
Rey tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Namun, dia mengambil uang tersebut dan segera merapikan diri dan segera keluar dari kamar hotel itu.
Sesampainya di kamar kos, Rey mengacak rambutnya frustrasi. Uang yang diberikan Reni bahkan dia letakkan begitu saja di atas meja.
Dia bergegas menghubungi seorang yang diyakini menjadi dalang hubungan semalamnya dengan Reni.
“Chikita, aku butuh penjelasan!”
“K-kenapah… Reyhh?”
Suara sahabatnya itu terdengar aneh. Putus-putus seperti kelelahan, disertai desahan di tiap ujung katanya.
“Kamu menjual sahabat sendiri, huh?” protes Rey lebih lanjut. Wajah pria itu sudah begitu keruh. Amarahnya sudah di ujung lidah.
Chikita terdengar terkekeh. “Tenang cyinnn, yang penting kan kebutuhanmu juga terpenuhi. Kapan lagi, kamu bisa dapat kepuasan, tapi dapat uang juga, kan?” sahut Chikita enteng. “Eugh, Sayang… pelan-pelan. Ahh—”
Detik itu, Rey tahu jika Chikita sedang melayani gadunnya.
“Sialan! Masih bisa lo angkat telepon gue meski lagi digenjot!” Dengan kesal Rey menutup telponnya.
Setelah itu, Rey berpikir. Ada benarnya juga omongan Chikita. Toh, biar pun tidak menjadi simpanan tante-tante cantik, Rey bukan benar-benar pria suci.
Dia ambil sisi positifnya, yakni kebutuhan bulanannya jadi terjamin, sehingga dia tidak perlu khawatir diusir dari kosnya.
“Baiklah, Rey… mari kita nikmati ini.”
Sayangnya, mulut Reni terlampau besar untuk bisa merahasiakan hubungannya dengan Rey. Dia justru berbagi testimoni perihal betapa perkasanya Rey, pria yang berhasil membuatnya lemas tak berdaya malam itu.
“Jadi…model tampan yang sok jual mehong itu sudah kamu pakai ya Ren?”
Wanita yang ditanya itu justru cekikikan. Rona merah di pipinya tak bisa disembunyikan, mengingat betapa panas dan intens malam percintaannya dengan Rey, si Kuda Binal.
“Seberapa hebat dia?” tanya si wanita itu. Berbeda dengan Reni, dia terlihat sedikit iri.
“Satu kata, ‘WOW!’.” Reni terus menggeser tubuhnya, berbisik pada temannya yang terlihat begitu penasaran itu. “Rasanya sesak di dalam sana. Dulu aku pernah kencan dengan bule dan kulit gelap, tapi punya Rey lebih hebat lagi. Pokoknya nggak rugi aku keluar 50 juta! Duh… ngomongin gini aja, aku udah basah lagi!”
Kalau Reni dijuluki Ratu Skincare, wanita yang penasaran dengan Rey ini justru ratu di atas ratu. Kekayaan dan kekuasaannya jauh berkali-kali lipat dari Reni.
“Kasihkan dia buatku. Sebagai gantinya, aku akan atur kontrak besar buatmu. Gimana?”
Reni pasang muka keberatan, tapi hatinya bersorak kesenangan, baginya uang di atas segalanya. "He ehmm...gimana yahhh...?"
Reni pasang strategi jual seolah enggan lepas 'ayanknya'. Wanita itu mendelik menahan mangkel...!
**