Kini kedua wanita itu sudah kembali berada di satu meja dengan Rey. Mereka pun melanjutkan obrolan-obrolan ringan, basa-basi seputar dunia modelling.
Reni izin untuk mengangkat panggilan, tiba-tiba ponselnya berdering. Dia menjauh beberapa meter dari meja Rey dan Chikita.
Chikita kini memandangnya. “Rey… agaknya si Reni suka sama kamu.”
Rey melirik, masih tidak bereaksi apa pun.
“Ingat pesanku di telepon kemarin yaa, kamu turuti apa saja kemauannya. Namanya juga orkay, Rey, egonya tinggi. Jadi kamu nggak usah terlalu jaim, kalau dia dah suka, soal ini…” Chikita menggesekkan dua jarinya, membentuk gestur uang, “Dia nggak bakal perhitungan!”
Rey yang masih tak curiga hanya mengangguk.
Saat Reni masih nelepon, Rey izin mau ke toilet. Begitu punggung Rey menghilang, Chikita langsung memasukan isi dari sebuah pil kecil ke minuman Rey. Dia mengaduk-aduk perlahan, memastikan pil ini langsung larut.
“Mana dia?” Reni pun kembali dan bertanya perihal keberadaan Rey pada Chikita.
“Ke toilet.” Chikita lantas memberikan kode pada matanya ke arah gelas minuman Rey. “Sudah aman, ya.”
Reni langsung tersenyum dan angkat jempol.
Tak lama kemudian, Rey balik lagi ke meja ini.
10 menitan kemudian, gantian ponsel Chikita yang berdering. Dia langsung mengangkat, dan mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat.
“Ren, Rey… aku pergi dulu yaa, si papiku nelepon, biasa pingin lepas pejuh paling. Sekalian, aku mau minta jatah shopping bulanan he-he!” kata Chikita sambil matanya beri kedipan ke Rey.
“Oke deh. Selamat bersenang-senang!” sahut Reni.
Chikita cipika-cipiki dengan Reni dan Rey, lalu pergi meninggalkan keduanya di lobby hotel merangkap kafe ini.
Tidak dipungkiri, Rey gugup! Dia tidak terbiasa berbincang banyak pada orang baru. Jika tadi terbantu Chikita yang bisa jadi penengah, kini dia bingung harus apa.
Diseruputnya kopi untuk meredakan kegugupan. Dia bahkan menghabiskan kopinya sekali tandas. Mata Reni yang tak lepas dari Rey, membuat sebuah senyum merekah.
Gairah wanita 30-an yang masih terlihat seperti usia 20-an itu jadi langsung terpancing. Reni mulai harap-harap cemas, menunggu reaksi obat yang dimasukan Chikita ke minuman Rey.
Tak lama, harapan Reni mulai menunjukan reaksi.
“Kenapa, Rey?” tanya Reni, menampilkan sedikit ekspresi bingung, di sela ekspresi kehausannya.
Rey terlihat gelisah sendiri. Dia tiba-tiba merasakan hawa panas melingkupi tubuhnya.
“Kamu kegerahan, Rey? Panas ya, di sini?” Reni semakin menempeli tubuhnya dengan lengan Rey. “Kita pindah aja, yuk! Biar kamu nggak kepanasan.”
“Aneh… kenapa aku jadi begini? Kenapa kejantananku bangun tanpa dirangsang?” batin Rey kebingunan sendiri.
Bak kerbau yang sudah jinak, Rey bagai tidak punya kendali atas tubuhnya sendiri. Dia langsung menurut ketika Reni mengajaknya pindah dari kafe di lobi menuju lift.
Rey tahu ke mana dia akan berakhir….
Saat di lift, hidung Reni sudah kembang kempis. Dia benar-benar mencuri start sejak dini. Menempelkan hidungnya pada lengan dan bahu Rey yang sedang dipengaruhi obat.
Rey tahu itu, tapi anehnya dia tidak bisa berkelit. Justru, gairahnya semakin terpancing dengan tingkah laku Reni yang terus merangseknya.
Kejantanannya makin liar saja dalam sangkarnya.
“Sial banget, kenapa aku pakai celana jenis katun saat ini,” keluh Rey dalam hati, sambil membenahi celananya yang terasa kesempitan.
Gerakan Rey tak luput dari mata nakal Reni. Wanita itu langsung terlihat makin bersemangat ketika melihat tonjolan yang terlihat jelas dan tersembunyi di dalam celana berbahan katun Rey.
“Nah, sini, Rey Sayang. Di kamar ini AC-nya lebih dingin. Kamu harusnya nggak akan kepanasan.”
Kini keduanya sudah sampai di kamar hotel mewah ini. Reni membawanya ke sofa. Wanita itu langsung menjamu Rey dengan wine mahalnya.
Rey menerimanya. Dia meneguknya langsung, tujuannya untuk redakan hatinya yang makin aneh saja.
“Rey?” Reni memanggil, yang kemudian hanya disahuti oleh dehaman Rey. “Tipe wanita gimana yang kamu sukai?” lanjutnya bertanya, sembali tangannya lincah bergerilya di atas paha Rey.
Akibatnya, hasrat Rey makin naik. Kepalanya langsung pusing, karena jari lentik Reni ibarat bensin yang menyiram api, yang mulai berkobar dalam dirinya.
“Wanita… kamu juga masuk kriteria aku, kok!” sahut Rey asal.
Reaksi obat kuat yang dicampur Chikita di minumannya membuat Rey mulai terbuai suasana.
Reni semakin berani berbuat nakal ketika Rey menjawabnya demikian. “Kalau wanita yang agresif kayak gini, gimana?”
Tanpa aba-aba, Reni langsung duduk di pangkuan Rey. Jakun pria itu sudah turun naik.
“A-aku….”
Reni memajang tampang sedihnya, mengira Rey kurang suka pada wanita agresif. Dia lantas bersiap bangun dari pangkuan Rey. Namun, belum sempat Reni sempurna berdiri, Rey sudah lebih dulu menarik tubuh Reni lagi.
Dan tanpa aba-aba, Rey langsung mencecap bibir Reni yang sedari tadi terus menggodanya.
Persetan dengan prinsip untuk tidak menjadi laki-laki bayaran, laki-laki penghangat ranjang, atau gigolo. Yang Rey tahu saat ini adalah… setiap kali dia bersentuhan dengan Reni, gairah membaranya terasa menemukan pelepasannya.
“Ah, Rey….” Reni menjerit di tengah lumatan intens dan penuh nafsu dari Rey yang berbadan kekar itu.
Wajahnya sudah seperti kepiting rebus, sedari tadi merasakan tonjolan di pangkal kaki Rey yang terus menekan bagian bawahnya, sementara bibirnya dikuasai cumbuan liar pria itu.
Rey yang saat ini sudah sangat dikuasai gairah pun, tak bisa lagi menolak. Dia butuh melepaskan hasratnya.
Dia menggendong tubuh Reni yang terbilang mungil tapi seksi itu tanpa memutus pagutan. Kemudian, mengempaskan tubuh wanita binal itu ke atas ranjang.
Pakaian mereka kini sudah tidak berbentuk. Kancing kemeja Rey, berserakkan. Sementara gaun yang dipakai Reni, sudah terlepas, dan bahkan tercabik beberapa bagian.
Kini… tinggal satu bagian pakaian yang melekat di tubuh Rey, yang saat ini pun sudah akan dia tanggalkan.
“Reni… aku harap kamu cukup mengimbangiku.”
**
Perpaduan Langga dan Romi, di bantu Anca dan Toni, serta dua rekannnya yang lain bikin tim-tim dari sekolah lain bertekuk lutut.Tiga pertandingan di group penyisihan dengan mudah mereka menangkan, rata-rata dengan skor menyolok. Langga dan Romi jadi pendulang poin yang saling kejar-kejaran jadi yang terbanyak.Langga makin matang dan bagus mainnya, tak kalah dari Romi, pa Bandi sang pelatih sampai bergumam, kelak setelah Romi lulus, maka Langga-lah sang Kapten berikutnya.Kini SMUN 15 masuk 16 besar atau perdelapan final, kali ini sistem gugur, siapa yang kalah akan pulang.Kekompakan Langga dan Romi jadi momok di topang Toni dan Anca serta dua pemain lain, perdelapan final sukses mereka lewati dan masuk perempat final.Di sini juga sama, lagi-lagi Langga dan Romi tak terbendung dan sukses masuk semifinal.Dari babak gugur ke babak gugur berikutnya, hanya jeda satu hari saja.Perlawanan sangat sengit dan alot, saat mereka berhadapan dengan juara bertahan SMUN 2 Banjarmasin di babak s
Begitu mobil ini mengaum dan keluar dari pagar rumah mewah, Tante Melly langsung dekati anak gadisnya.“Gitu dong cari pacar, jangan kayak yang dulu, udah gayanya songong, sok kaya pula, biarpun ganteng, tapi attitudenya jelek. Yang ini menang segalanya, kamu itu cantik sayang, cari kekasih yang harus di atas kita…!” ceplos Tante Melly senyum sendiri, sekaligus singgung si Romi, eksnya Julia.“Langga Kasela…namanya kayak familiar?” gumam Bram Haruna tanpa nyadar.“Papanya mantan panglima militer pah, Jenderal Rey Sulaimin. Namanya sama dengan mendiang kakek buyutnya, Langga Kasela Sulaimin,” sahut Julia, sebutkan secara lengkap siapa Langga.“Whatsss…klan Sulaimin...hemm..pantas!” sahut Bram lalu sesaat wajahnya dikit berubah mendengar ucapan anaknya.“Apaa…keluarga Sulaimin?” wajah Tante Melly juga kontan berubah. Julia jadi terheran-heran, kenapa ayah dan ibunya kini kayak terkejut begitu?“Julia…sebaiknya, jangan terlalu dekat dengan si Langga itu deehh!” ceplos Tante Melly tiba-ti
“Pantessss…turunan klan Sulaimin ternyata!” batinnya lagi dan dia pun merasa minder jadinya, apalagi ingat mantannya si Romi, nggak ada seujung kuku-nya si Langga ini.“Langga…ooo ini tuh pacar kamu, cakep nih,” tiba-tiba nenek Qawiya muncul dan dia senyum senang menatap wajah cantik Julia.“B-bukan nek, ini Julia teman sekolahnya aku,” sahut Langga ralat, tak enak dengan Julia. Si cantik ini justru tertawa kecil saja, malah diam-diam senang si nenek menyukainya.“Eh ini neneknya Langga yaa, nenek juga masih cantik kok?” sahut Julia dan mencium tangan si nenek ini, yang makin lebar tawanya.“Aku nenek buyutnya cantik, kakek-nenek dan ortunya si Langga ada di Jakarta. Dia di sini menemani aku, soalnya sepupu-sepupu dan om-tantenya tak ada yang mau tinggal di sini. Makanya rumah dan semua isinya di wariskan kakek buyutnya pada si Langga ini, termasuk saham-saham perusahaan, jadi nenek kini numpang sama si Langga jadinya,” sahut nenek Qawiya lalu terkekeh, sekaligus buka siapa si cicit be
“Julia jangan heran ya, sepupu si Langga ini kaya raya pakai banget, malah si Langga pernah di pinjamin Lexu* lainnya, yang tak kalah mehongnya, rupanya sepupu si Langga penggemar mobil mehong itu,” sela Toni.Si cantik yang sepintas mirip artis Raisa ini malah penasaran.“Oh yaa…masa sih, ahh bohong paling, pasti ini milik kamu! Mana ada sepupu begitu baiknya pinjamin mobil se-mehong ini” sela Raisa eh Julia.Mang Ujang tiba-tiba terbatuk-batuk, hingga mata Langga langsung membulat dan Langga tak sadar Julia menatapnya lewat spion 3 dimensi di mobil ini dan senyum aneh merekah di bibirnya.“Tuan...eh Mas Langga kita antar siapa dulu?” Mang Ujang menatap Langga lewat spion.“Emm….si Toni dulu karena rumahnya paling dekat, baru Anca, eh rumah kamu di mana Julia?” tanya Langga.Julia lalu sebutkan alamatnya, ternyata rumahnya memang agak jauh dan dia bilang sopir ayahnya tak bisa jemput dia, karena sedang ke Bandara jemput ortunya tersebut.“Aku belum 17 tahun, masih 16 tahun 11 bulan, j
Bandi sang pelatih kini sudah bisa menentukan 6 pemain inti. Langga, Romi, Anca dan Toni jadi andalan, di tambah dua pemain lainnya, sisanya pemain lapis ke 2.Ke empat pemain ini kalau sudah kerjasama sangat hebat permainannya, di tambah dua orang lainnya.“Ini dia The Dream Team-nya SMUN 15 ini,” batin Bandi sumringah.Tapi, bila Romi bertingkah dan egonya keluar, permainan tim ini akan kacau balau dan sulit cetak angka.Seorang Langga pun tak akan sanggup banyak cetak angka, kalau Romi sudah begitu. Langga harus akui, Romi yang masuk tim PON Kalimantan Selatan dan di incar beberapa klub Liga Basket Indonesia dan juga bakalan masuk seleksi Timnas ini menang pengalaman dan juga ahli atur permainan.Dan...stok pemain seperti Romi di SMU 15 ini sampai saat ini belum ada!Kejuaraan Basket antar SMU se Kalsel tinggal satu minggu lagi, latihan pun makin di genjot pa Bandi, para pemain terpaksa pulang jelang senja saban hari, karena sepulang sekolah wajib latihan. Sepert hari ini...Usai
Tiba-tiba Julia, Sekretaris OSIS datang mendatangi ke empatnya di kantin ini.“Langga, Toni, dan Anca, kalian ikut tes untuk jadi pemain basket sekolah kita yaa. Nanti setelah pulang sekolah yaa. Soalnya 3 bulan lagi ada kejuaraan basket antar sekolah se Kalimantan Selatan, kita masih kurang 3 pemain yang tingginya di atas 170 centimeteran, soalnya pemain lama pada lulus!” SMUN 15 ini lolos bersama 32 SMU se Kalsel, karena jadi runner up di kejuaraan Basket se Kota Banjarmasin 4,5 bulan lalu.Diam-diam Julia ternyata sudah dapat info, kalau personel 4 Sekawan ini jago basket di SMP masing-masing.“Siap Julia, eyke jamin mereka bertiga lulus dan bakalan jadi andalan sekolah kita,” sahut Susi Ngondek yang dulu satu kelas dengan Julia di kelas 10, dia justru ingin lanjut jadi chearleaders-nya."Oke...di tunggu yaa, jangan lupa, kita kumpul di lapangan basket ini nanti," sahut Julia lagi.“Beres Julia,” sahut Toni sambil kedipkan mata ke Julia, gadis cantik ini geleng-geleng kepala sambi