Bukk…bukkhh…ampunnn…ampunnnn..!”
Rey terkaget-kaget, Punai di keroyok puluhan warganya sendiri. “Gawat bisa mati konyol ni orang!” batin Rey.
Dorrr…!
Sekali tembakan ke udara pengeroyokan itu seketika berhenti, dengan tubuh sang kepala adat bonyok parah, darah mengucur dari wajah dan tubuhnya, Punai kini setengah mampus.
Padahal kata Kulo, si Punai ini kebal bacok, rupanya warganya sudah tahu kelemahannya ini, Punai di pukuli menggunakan kayu ulin dan ruwah-lah (jebol-lah) kekebalannya tersebut.
“Sudah cukup, lihat si Punai setengah mampus!” tegur Rey dan otomatis pengeroyokan benar-benar total berhenti, tidak ada lagi yang memukulinya.
Tak lama keluar tiga wanita dari rumah Punai, ternyata mereka ini entah istri atau gundik Punai, ketiganya terlihat ketakutan melihat Punai babak bundas begitu.
“Bawa dia ke dalam dan rawat. Hei kalian bantu, jangan diam saja!” kata Rey, sehingga 3 lelaki muda yang tadi mempermak Punai mengangkat tubuh si kepala adat ini ke rumahnya.
Tak lama Kulo yang