Naya hanya diam mematung dengan tatapan tajam dari balik pantry, saat masakannya melayang mengenai bajunya.
Marah? Tentu saja! Bahkan keringatnya belum kering untuk memasak, dan dibuang begitu saja.
Mbok Nem dengan cepat membersihkan piring yang sudah pecah di lantai.
Dan Lingga pergi setelah melihat kikat netra Naya tak kalah tajam.
"Dasar, wanita sialan! Selalu saja membuat marah, suami!" keluhnya keluar dari rumah.
Emosi Lingga juga naik turun bersama dengan dengan Naya, kadang merasa tidak tega, kadang marah sampai kepalanya mau pecah, kadang juga lucu.
"Andai kamu bukan—! Ahhhh! Kau harus merasakan pembalasanku, Nay! Aku tidak boleh goyah! Hatiku tidak boleh lemah!" racaunya kesal sambil beberapa kali memukul kemudinya.
Dia tak mengerti kemana tujuannya, Lingga hanya ingin memendam perasaan aneh di dadanya.
"Sialan! Jangan mencintai dia, ingatlah Lingga, akhir dari kehidupan Ayah dan Ibu! Sadar, Lingga!" maki Lingga sendiri untuk dirinya.
Dia terus melajukan mob