Mr.Richard melangkah lebar menghampiriku, suamiku, Qinara dan Mas Dewa. Namun sorot matanya ke arah Mas Dareen yang ada disebelahku berdiri. Tiba-tiba pria blesteran itu melayangkan tangan kanannnya tepat di rahang kiri suamiku.
Plak!
“Argh!” Spontan Mas Dareen merespon sakitnya.
“Pak!” Kontan aku melindungi wajah tampan paripurna suamiku meski tamparan telah diayunkan Mr.Richard.
Kulihat dengan dekat, ada bekas cap tangan merah merona di pipinya. Dari bekasnya nampak sekali tekanan tamparan di pipinya cukup dalam. Terlihat pria bertubuh gempal di hadapan kami telah memukul suamiku dengan segenap seluruh kekuatannya.
“Bisa kita bicara baik-baik? Bukan di sini,” titah Mas Dareen dengan tatapan serius.
Tak biasanya Mas Dareen serius begini. Mengajak lawan bicara untuk bertatap muka di tempat yang baik dan nyaman. Mungkin itulah yang menjadi pesona Mas Dareen yang mampu membuat lawan bicaranya merasa nyaman d