“Kalila … sayang … Kalila!” Dareen terbangun seketika itu dari ranjangnya.
Kelopak matanya terbuka sempurna dengan napas terengah-engah. Dadanya naik turun. Rasanya sangat menyesakkan. Belum sempat mengatur napas, air mata yang menampung di kelopak mata akhirnya mengalir deras. Pria itu duduk di ranjang dengan wajah menunduk. Isak tangisnya terdengar jelas. Sakit yang teramat seolah hati telah tercabik-cabik sadis. Dia meluapkan semua emosi kesedihannya. Beberapa kali pria itu mengusap kedua wajahnya berusaha menyadarkan bahwa ini adalah kenyataan, bukan mimpi.
Ingatannya masih sangat jelas kala dua hari lalu menerobos ramainya orang-orang yang berkerumun melihat pemandangan asap yang mengepul menuju cakrawala sore hari.
“Ada kebakaran, jadi macet.”
“Mobil terbakar.”
“Wah, ada orang gak di dalam?”
“Permisi Pak … permisi.” Dareen memasukkan tubuhnya