Aku terhenyak melihat Qinara melempar pisau yang dipegangnya. Terlihat jelas mata pisau itu berselimut cairan pekat yang sama dengan cairan yang mengalir di lantai dekat wanita yang terbaring tepat di depan Qinara. Aku, Mas Dareen, Mama dan pembantu yang berteriak tadi tak tahu apa yang dilakukan Qinara di sana karena ia sedari tadi duduk di lantai membelakangi kami semua. Yang pasti tak hanya aku yang kaget. Mereka semua di sini pun melebarkan mata.
“Qinara? Kamu bunuh Angela?” tanya mama dengan mata melebar sempurna. Melihat dengan mata kepala sendiri, putri yang dicintai tengah duduk dengan Angela yang masih tak sadarkan diri.
“Gak! Gak!” teriak Qinara. “Bukan aku yang jahat!” Adikku berbalik menghadap kami dengan mengernyitkan keningnya. Raut wajahnya terlihat ketakutan serta mengedipkan mata berkali-kali seolah juga tak percaya dengan apa yang dilakukannya. Terlihat ada goresan merah di pipinya seperti bekas darah.
&ldquo