Elena berdiri di depan cermin, memandangi pantulan tubuhnya dengan cemas. Matanya fokus pada perutnya yang masih terlihat datar. Belum ada perubahan, tetapi dia tahu itu hanya masalah waktu. Pikirannya terus berputar, membayangkan berbagai kemungkinan. Dia memegang perutnya perlahan, rasa takut mulai menjalar ke seluruh tubuhnya.
“Apa yang harus kulakukan?” bisiknya, suara itu nyaris tak terdengar di ruangan yang sunyi.
Dia tidak memiliki keberanian untuk memberitahu Sean. Jika Sean tahu, pria itu pasti akan menganggap ini sebagai pelanggaran kesepakatan mereka. Elena juga tidak memiliki uang untuk membayar dua kali lipat biaya pengobatan ibunya — sesuatu yang pasti akan diminta Sean jika dia merasa dikhianati. Namun, menggugurkan kandungan bukanlah pilihan. Dia tidak bisa melakukan itu, tidak peduli seberapa rumit situasinya.
Hari itu, Elena mengurung diri di kamar, mencoba mencari jalan keluar. Waktu berlalu tanpa dia sadari, dan rasa gelisah yang menyelimutinya semakin menyesakkan.