Demi menyelamatkan nyawa ibunya, Elena menjadi simpanan pria kaya. Sean Blackwood, pria tampan dan berbahaya itu berjanji akan memberi semua yang Elena butuhkan, dengan satu syarat: Jangan hamil! Namun, situasi terjadi di luar kendali, dan neraka itu datang. Elena hamil.
View More“Silakan menunggu di sini, kau akan dipanggil saat giliranmu tiba,” ucap seorang wanita dengan setelah kerja berwarna biru muda kepada Elena Wilson.
“Terima kasih.” Senyum cerah merekah di bibir Elena. Wanita itu duduk di kursi tunggu, di depan sebuah ruangan tempat dirinya akan melakukan wawancara kerja. Elena menganggap panggilan wawancara itu adalah keajaiban di tengah tragedi yang menimpa keluarganya. Ayahnya depresi dan bunuh diri setelah perusahaannya bangkrut. Keluarganya dicela dan dikucilkan oleh orang-orang yang dahulu dibantu. Elena dan ibunya berada di titik terendah dan harus berjuang dari bawah untuk memulai hidup baru. Setelah ditolak oleh puluhan perusahaan, akhirnya Elena mendapat panggilan wawancara dari sebuah perusahaan besar. Elena berharap itu adalah awal kebangkitan bagi keluarganya. Dia ingin membuktikan bahwa dirinya mampu mengembalikan nama baik Wilson agar orang-orang tidak meremehkannya lagi. “Nona Wilson!” Sebuah panggilan menarik atensi Elena. “Ya, saya.” Elena tersenyum ramah menyahut panggilan tersebut. “Masuklah! Tuan Harris sudah menunggumu.” Elena berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tunggu. Namun, baru beberapa langkah, ponsel di dalam sakunya berdering. Sekilas melihat layar, sebuah nomor asing menelepon. “Maaf,” ucap Elena pada wanita yang sedang menunggunya itu. Elena menolak telepon itu. Dia lantas menonaktifkan ponsel dan menyimpannya kembali ke dalam saku. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emasnya hanya untuk meladeni telepon dari orang yang tidak dikenal. Wawancara berlangsung selama tiga puluh menit dengan lancar. Elena dapat melewati setiap sesi dengan sempurna. Dia optimis bahwa dirinya akan diterima bekerja di perusahaan tersebut. “Aku puas dengan semua jawabanmu.” Tuan Harris manggut-manggut. “Datanglah besok pagi untuk sesi berikutnya.” “Baik. Terima kasih atas kesempatan yang Anda berikan, Tuan Harris.” Elena mengangguk hormat dengan senyum anggunnya. “Jangan sampai terlambat! Kesempatan tidak datang dua kali, Nona Wilson,” pesan Tuan Harris. “Saya mengerti,” sahut Elena. Keluar dari ruangan itu, Elena tidak sabar untuk menyampaikan kabar gembira tersebut kepada sang ibu. Dia mengambil ponsel dari dalam saku untuk menelepon ibunya. Namun, dia justru menemukan banyak panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak dikenal. Rasa penasaran memenuhi benak. Wanita itu segera menghubungi nomor tersebut, dan mendapatkan berita buruk yang meluluhlantakkan jiwanya. Ibu Elena mengalami kecelakaan dan kondisinya kritis di rumah sakit. Elena mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kalut hingga tak peduli pada keselamatan diri. Dia hanya ingin segera tiba di rumah sakit dan melihat kondisi ibunya. Setibanya di rumah sakit, Elena berlari menuju meja informasi. Namun, karena tidak berhati-hati, dia menabrak seorang pria, dan hampir terjatuh karenanya. Beruntung, pria itu menangkapnya dengan sigap. “Kau baik-baik saja?” tanya pria itu. Elena terpaku pada wajah tampan pria itu. Wajah yang tampak tidak asing, tetapi Elena tidak ingat di mana pernah melihatnya. “Nona, kau baik-baik saja?” Pria itu mengulang pertanyaannya. Elena mengerjapkan mata dengan cepat, lantas melepaskan diri dari pelukan pria itu begitu menyadari posisi mereka. “Maaf, aku buru-buru,” ucap Elena. Pria di hadapan Elena itu baru saja hendak berbicara, ketika sebuah suara memanggil. “Elena!” Seorang dokter muda mendekat dengan langkah cepat. “Dokter Evans!” Elena berpaling, dan langsung menghampiri sang dokter. “Aku perlu bicara denganmu,” ucap Dokter Evans sambil mengatur napas. “Aku coba menghubungimu beberapa kali, tapi—” “Bagaimana ibuku?” desak Elena dengan air mata yang digenangi air mata. Dokter Evans menjawab, “Ibumu mengalami kerusakan ginjal parah.” “Ya Tuhan!” Elena menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Dia bisa saja bertahan dengan satu ginjal. Akan tetapi, ginjalnya yang lain ternyata juga bermasalah,” jelas dokter itu. “Apa?” Sendi-sendi di sekujur tubuh Elena terasa lemas dan pikiran buruk seketika berputar-putar di dalam kepalanya. “Maafkan aku. Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik,” ucap dokter itu seraya menyentuh tangan Elena. “Jalan satu-satunya adalah transplantasi. Ibumu membutuhkan ginjal baru untuk bertahan hidup.” Semakin banyak informasi yang dokter itu katakan, semakin kalut pula pikiran Elena. Jika ginjalnya cocok untuk sang ibu, maka Elena rela memberikan satu untuk ibunya. Sayangnya, golongan darah mereka saja tidak sama. Bagaimana ginjalnya akan cocok? “Di mana aku bisa mendapatkan ginjal itu?” Air mata menetes dari kedua matanya. Elena putus asa. Dia tidak tahu ke mana harus mencari ginjal yang cocok untuk ibunya. Sedangkan dia tidak mungkin mendatangi kerabat yang sudah menghina harga diri mereka. Elena menangis di selasar rumah sakit, merasa tak memiliki harapan lagi untuk melihat ibunya selamat. Bukan hanya tentang sulitnya mendapatkan pendonor, tetapi juga tentang besarnya nominal yang harus dia siapkan untuk mendapatkan ginjal itu. “Josh.” Nama sang kekasih tiba-tiba melnitas dalam pikirannya. Seolah mendapat angin segar, Elena segera bangkit dan menyeka air mata. Dengan tangan yang gemetar, Elena mengambil ponsel dan menghubungi nomor kekasihnya tersebut. Keluarga Josh sangat kaya. Bahkan, tidak lama lagi Josh akan memimpin perusahaan keluarga. Sebab itu, Elena sangat berharap Josh bersedia memberi pinjaman untuk biaya pengobatan ibunya. “Ayolah, Josh! Angkat teleponnya.” Elena berjalan mondar-mandir sambil menggigit bibir. Beberapa kali Elena menelepon, tetapi Josh tidak menjawab. Elena pun memutuskan untuk pergi ke apartemen pria itu. Butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk tiba di sana. Elena menaiki lift menuju lantai 10, lalu berjalan menyusuri koridor yang sepi. Tujuannya adalah unit nomor 1014, di ujung koridor sebelah kiri. Dengan membawa asa yang besar, Elena melangkahkan kaki dengan lebar. Di depan pintu unit 1014, Elena berhenti. Sebuah keraguan tiba-tiba memenuhi benak. Namun, kondisi sang ibu memaksa Elena untuk menekan keraguan itu. “Kau adalah satu-satunya harapanku, Josh.” Elena menarik napas dalam lalu mengembuskannya dengan keras. Passcode apartemen Josh adalah tanggal ulang tahun Elena. Wanita itu menekan angka-angka pada papan tombol lalu mendorong pintu tersebut. Dia melenggang masuk dan langsung terdengar sayup-sayup orang yang sedang berbicara. “Josh? Apa dia sudah pulang?” Elena bergumam sambil mengerutkan alis. Wanita itu menajamkan pendengaran, melangkah dengan perlahan menuju sumber suara: kamar Josh. Ada dua suara berbeda yang terdengar, suara pria dan wanita. Jantung Elena berdegup kencang. Otaknya menyangkal keras bahwa dia mengenali pemilik suara-suara itu. Kakinya pun terus melangkah tanpa dapat dicegah. “Jadi, kapan kau akan mengakhiri hubunganmu dengan Elena? Aku cemburu setiap kali melihatmu bersamanya.” Elena sangat kenal dengan suara wanita itu. “Segera, Sayang. Aku masih membutuhkannya untuk membantu pekerjaanku.” Dan itu adalah suara Josh. Dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat, Elena melihat Josh sedang berpelukan dengan seorang wanita. Bianca, sahabatnya. Elena membekap mulut dengan telapak tangan, air matanya meleleh tak tertahan. “Aku mencintaimu, Josh. Aku sudah lelah berhubungan denganmu secara sembunyi-sembunyi seperti ini,” kata Bianca. “Bianca, Sayang. Kau tahu betapa aku juga mencintaimu dan… seluruh tubuhmu.” Josh membelai rambut Bianca lalu mencium bibirnya. Seluruh dunia Elena serasa runtuh, melihat kekasih yang dicintainya tengah bermesraan dengan sahabat yang dia percaya. Tbc.Elena masih duduk di ruang makan, mencoba menikmati sisa sarapan. Pikirannya terus berkecamuk, memikirkan pesan dari Sean yang terasa seperti rantai tak kasat mata di sekelilingnya. Dia tersentak ketika Jake muncul di ambang pintu, membawa amplop hitam kecil di tangannya."Nona Elena," Jake memulai, berjalan mendekat dengan langkah penuh keyakinan. “Bagaimana harimu?” tanyanya basa-basi.“Pertanyaan yang tidak perlu aku jawab,” kata Elena.Senyum kecil terukir di sudut bibir Jake. "Tuan Blackwood memintaku memberikan ini kepadamu,” ujarnya seraya menyodorkan sebuah amplop.Elena mengambil amplop itu dan membukanya. Di dalamnya ada sebuah blackcard dengan namanya yang terukir halus di permukaan."Untuk apa dia memberiku ini?" tanya Elena, meski sudah menduga jawabannya."Tuan Blackwood ingin kau membeli pakaian baru yang bersih dan layak," jawab Jake, nadanya netral seperti biasa, tetapi membuat Elena berpikir keras.Elena mengerutkan kening. Kalimat itu terdengar seperti sindiran, seo
Elena berdiri di tengah ruangan, seluruh tubuhnya terasa lemas. Dia mengangkat dagu, menahan air mata agar tidak jatuh. Sean menatapnya dengan ekspresi dingin dari kursi di sudut kamar, matanya tajam seperti pisau yang menguliti setiap inci tubuhnya.“Apa kau tahu apa kesalahanmu?” tanyanya dengan nada suara rendah namun penuh ancaman.Elena menggeleng pelan, suaranya tercekat di tenggorokan. “Aku hanya pergi untuk mengambil barang-barangku di apartemen.” Dia bertanya dalam hati, Apakah itu termasuk kesalahan?Sean berdiri, berjalan mendekat, mengitari wanita itu dengan langkah pelan yang terasa menyentak dada. “Dan kau berpikir itu alasan yang cukup untuk mengabaikan perintahku? Ingat, Elena! Kau harus sudah berada di ranjangku saat aku datang …,” Sean lantas berbisik di telinga Elena, “tanpa pakaian.”Langkah Sean berhenti tepat di depan Elena, matanya menatap dengan intensitas yang membuat wanita itu mundur selangkah. Sean menyentuh dagu Elena, memaksa wanita itu menatap matanya.“
Elena berdiri di depan pintu ruang operasi, menunggu kabar dari dokter dengan perasaan cemas yang mencengkeram benak. Dia berjalan mondar-mandir sambil menggigit bibir.“Kau harus bertahan, Ibu. Aku akan melakukan apa pun untuk menyelamatkanmu,” gumam Elena.Sean datang dari arah yang berlawanan, langkahnya mantap dan penuh percaya diri. Ketika dia menghampiri Elena, tatapannya penuh kendali.“Bagaimana operasinya?” tanya Sean.Elena menggelengkan kepala. “Operasinya belum selesai.”Tepat setelah Elena menjawab pertanyaan Sean, pintu ruang operasi dibuka. Dokter Evans keluar sambil membuka masker medisnya. Dia menghampiri Elena dengan senyum lega."Operasi berhasil," ujar Dr. Evans singkat.Elena nyaris menangis karena merasa lega. "Terima kasih," bisiknya pelan.“Tapi ….” Dokter Evans menjeda ucapan, membuat jantung Elena berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya. “Ibumu masih membutuhkan penanganan intensif untuk cidera yang lain. Seperti yang aku katakan kemarin, ibumu mengalam
Cahaya sore yang keemasan menembus celah-celah tirai ruangan. Elena berdiri di depan cermin, memandangi bayangannya sendiri. Wajahnya masih memperlihatkan bekas dari malam yang panjang dan penuh gejolak, tetapi sorot matanya kosong. Hari ini akan menjadi awal dari kehidupan barunya, kehidupan yang dikendalikan oleh satu keputusan besar yang tak bisa dia tarik kembali.Wanita itu melirik pil pencegah kehamilan di atas meja. Sean meninggalkannya sebagai pengingat bahwa dia kini berada dalam kendali pria itu. Perlahan, Elena mengambil pil tersebut dan menggenggamnya erat. Ada gejolak dalam hatinya—menyerah pada situasi ini atau melawan.“Aku tahu ini salah, tapi aku tak punya pilihan.” Elena memejamkan mata, menelan pahit kenyataan yang harus dijalaninya.Suara ketukan pintu membuat Elena tersentak. Dia menoleh dan melihat ibunya terbaring di ranjang rumah sakit. "Aku melakukan ini untukmu, Ibu" gumam Elena, seakan membenarkan pilihannya. Dia memasukkan pil pencegah kehamilan itu ke mulu
Bab 5Detak jantung Elena mulai menggila. Darahnya seolah mengalir berbalik arah. Suara itu terdengar dalam dan tenang, mengingatkan Elena pada sebuah situasi yang memabukkan. Bisikan-bisikan seduktif dan desahan-desahan erotis menelusup ke telinga Elena, menyerbu ingatannya dengan adegan panas dan kenikmatan yang membuatnya menggigil hingga ke tulang belakang.“Itu kabar bagus,” celetuk Dr. Evans yang membuyarkan memori panas Elena.Wanita itu mengerjapkan mata, memutus tatapannya dari Sean. Dia meneguk ludah, kemudian berkata, “Tunggu!”Elena berusaha menguasai situasi. Dia tidak akan sembarangan mengambil keputusan. Elena tidak mengenal pria itu, bahkan namanya saja dia tidak tahu. Kecuali apa yang terjadi semalam ketika dia mabuk, Elena tidak ingin pria itu terlibat dalam hidupnya terlalu jauh.Elena memandang Sean dengan tegas. “Aku menghargai kebaikan hatimu, Tuan, tapi maaf aku tidak bisa menerima bantuan itu.” Elena menolak dengan halus.“Elena—” Dr. Evans tidak meneruskan uca
Suara gemericik air membangunkan Elena dari tidur nyenyaknya. Dia mengerjapkan mata dengan perlahan, lalu mengernyitkan alis.“God!” Elena mengerang sebab pusing yang menusuk kepala, hangover.Tidak hanya tentang hangover, tetapi dia juga merasakan sekujur tubuhnya remuk. Seluruh sendinya terasa kaku, dan semua rasa tidak nyaman itu berpusat pada tubuh bagian bawahnya, pada bagian pribadinya yang terasa nyeri saat dia menggerakkan kaki.“Ouch! Shit! Apa yang terjadi?” Elena memijit pelipis seraya membuka mata sedikit lebih lebar.Mata Elena melotot kala mendapati dirinya berada di sebuah kamar, berbaring di atas ranjang dengan selimut tebal yang menutup hingga dada. Jantung seketika berdegup kencang. Dia mengintip tubuhnya di balik selimut, dan seketika menahan napas saat melihat dirinya sepenuhnya telanjang.“Oh my God! Apa yang sudah kulakukan?” Jantung Elena berdegup semakin kencang. Dia berusaha mengingat-ingat hal terakhir yang dilakukannya.Elena ingat saat dia pergi ke sebuah k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments