Pukul enam pagi, alarm pada tubuh Fazia membangunkan si pemiliknya. Hal pertama yang dia lakukan adalah memeriksa suhu tubuh Mirza. Syukurlah, pria itu tidak demam lagi. Fazia lalu pergi ke dapur untuk membuat bubur dan mencampurkan beberapa sayuran ke dalamnya agar kaya gizi dan vitamin.
Namun, lagi-lagi selera makan Mirza sedang terganggu. Berulang kali dia menolak disuapi, berulang kali pula Fazia membujuknya seperti kepada anak kecil. Fazia sampai memohon agar Mirza membuka mulutnya, tapi kali ini Mirza benar-benar merasa mual hanya dengan mencium bau makanan di kamarnya.
“Paksain makan, Kak. Abis ini minum obat.” Fazia mulai bosan memohon.
“Gak mau, By.” Mirza malah berpindah posisi, menempatkan kepalanya di paha Fazia, memeluk pinggangnya di posisi seperti itu.
“Terus gimana Kakak mau sembuhnya kalo makan aja gak mau, sedangkan minum obat itu harus makan dulu?!” Fazia rasa bisa gila merawat suaminya yang sulit diatur.
“Biarin aja gini.” Mirza terkesan tak peduli.
“Kakak mau