Kamar kedua yang semula ditempati Mirza untuk beristirahat, kini menjadi ruangan kerja meski tidak ada meja komputer di dalamnya. Tak apa, yang penting dia bisa menyelesaikan pekerjaannya malam ini agar besok tak perlu ke kantor dan dia bisa membawa sang istri ke villa untuk berlibur sesuai rencananya.
Mendengar percakapan Fazia bersama Citra melalui sambungan telepon, sekali lagi Mirza merasa tak percaya dengan statusnya, yaitu memiliki seorang istri. Sekarang tempat itu tak lagi sunyi seperti dulu, tak hanya ada dirinya yang biasanya membisu. Ah, dia tidak sabar ingin mendengar tangis dari anaknya.
Tunggu ... Konsentrasi Mirza mulai terganggu karena sesuatu. Walaupun posisi dia di dalam kamar sedangkan Fazia berada di ruang TV, pintu kamar terbuka lebar, tentu saja obrolan istri dan adiknya dapat dia dengar, terlebih Fazia mengaktifkan pengeras suara. Tak mau diam saja, ia pun segera menghampiri.
“Masa, sih, Kak Rio suka nanyain gue?” Fazia mengerutkan keningnya usai Citra bicara