Sebuah Pesan dari Masa Lalu
Sudah seminggu sejak pertemuan itu—sejak Dinda berkata pada dirinya sendiri bahwa tak akan ada lagi jalan pulang untuk Arsen. Sejak malam hujan yang menjadi akhir dari babak panjang yang melelahkan. Sejak kata “selesai” benar-benar ia ucapkan dengan bulat hati.
Hidupnya perlahan kembali ke poros. Pagi hingga sore ia habiskan di kantor, menyibukkan diri dalam tumpukan laporan. Sore menuju malam ia isi dengan hal-hal kecil: menonton film sendirian, membaca novel-novel lama, atau sekedar duduk di balkon kecil kosannya, memandangi langit yang berubah warna.
Rayhan menjadi sosok yang kian akrab dalam kesehariannya. Tak pernah menuntut, hanya datang dan ada. Kadang membawa makan malam, sesekali muncul dengan buku baru, atau hanya duduk di sebelahnya sambil berbagi diam dan segelas teh manis yang hangat.
Malam itu pun begitu. Angin berembus lembut, menyusup di antara pagar balkon. Dinda tengah larut dalam novel usang, ketika Rayhan muncul dengan dua gelas cokelat