Sendiri di Tengah Keramaian
Dinda berdiri di depan taman kota yang letaknya tak jauh dari museum seni di Jakarta Pusat. Suara bising kendaraan dan hiruk pikuk orang-orang yang berlalu-lalang menjadi latar belakang yang kontras dengan isi hatinya yang sunyi.
Ia duduk di bangku taman, membawa termos kecil berisi teh hangat dan buku catatan yang biasa ia tulisi sejak beberapa bulan terakhir. Halaman-halamannya berisi goresan-goresan rindu, amarah, pengampunan, dan luka yang tak sempat diceritakan ke siapa-siapa.
Sore itu, Dinda tidak ingin kabur dari rasa. Ia ingin menatap semuanya, satu per satu, termasuk luka yang masih menganga.
Ia membuka halaman terakhir di buku catatannya dan mulai menulis:
“Hari ini, aku kembali ke tempat yang aku hindari. Bukan karena ingin mengingatmu, tapi karena aku ingin mengingat siapa diriku sebelum semuanya berakhir.”
“Ternyata, aku pernah begitu mencintai seseorang sampai lupa mencintai diri sendiri. Dan hari ini, aku mencoba menemukanku lagi.”
Air matany