Malamnya, Naka makin gelisah. Ada rasa entah apa namanya, dia selalu memikirkan Lika. Suaranya yang manja, sikapnya yang absurd terkadang menggodanya dan menjengkelkan. Tapi Naka suka, membuat harinya begitu berbeda dan berwarna.
Dengan membuang rasa ego, Naka menghubungi Lika. Mau tahu dimana gadis ini sekarang. Hari sudah beranjak malam dan turun hujan.
Sekali dua kali, tidak kunjung diangkat. Sampai Naka memeriksa kembali apa nomornya benar atau tidak. Kembali Naka menghubungi istri kecilnya itu.
“Angkat Lika, angkat.” Ujarnya menggeram sendiri.
Saat Naka mendengar suara Lika di ujung telepon, rasa lega sejenak menyelimuti hatinya. Namun, rasa lega itu segera tergantikan oleh gelombang kecurigaan. "Masih di jalan." kata Lika dengan suara yang terdengar lelah, menjawab panggilan suaminya.
“Dijalan?” beo Naka, sudah malam masih keluyuran.
“Iya, nanti di hubungi lagi.”
“Lika.”
“Apa?”
“Dimana?” tanya Naka kembali memastikan.
“Dibilang dijalan.” Sentak Lika kesal.
“Sama siapa?”
“Teman.”