Karena hilang kendali, Naka sang CEO tanpa sengaja terjebak cinta satu malam dengan asisten barunya, gadis belia yang masih dalam masa probasi di perusahaannya. Mengingat statusnya sebagai pria beristri, Naka mencoba membungkam Lika dengan cek senilai fantastis. Di luar dugaannya, gadis polos itu mau menerima ceknya, namun enggan diberhentikan dari pekerjaan. “Lika terima cek-nya, tapi jangan dipecat ya, Pak! Masa udah nggak perawan, nganggur pula!”
view moreAnulika Chandara tidak bisa menghentikan tangisnya kala ia terbangun dan melihat bosnya terbaring tepat di sampingnya. Dia baru sadar, jika dia ada di kamar hotel sang bos, membuat dirinya bertanya-tanya, kesalahan apa yang dia lakukan tadi malam? Sampai -sampai mereka harus tidur seranjang dan... tanpa busana.
Hiks.. Hiks.. Hikss..
Suara tangis yang awalnya pelan kini meraung mewarnai kamar hotel Australia yang megah dan mahal itu.
“Diam dulu, Lika.” sentak Bayanaka Rasyid Gasendra, yang biasa dipanggil Naka. Pria itu mulai merasa terganggu karena gadis itu terus menangis, sementara ia pusing berusaha memutar otak.
“Hiks, gimana saya mau diam pak. Saya habis kehilangan keperawanan saya, huaaaa!” Suara tangis itu makin menjadi.
Pria berperawakan tinggi besar itu mengusap wajahnya frustasi, menyesali kelakuan dirinya sendiri yang di luar nalar. Tidak mendapat kehangatan selama hampir dua tahun dari istrinya, membuatnya khilaf menyentuh seorang gadis perawan yang sialnya adalah asistennya sendiri di perusahaan.
“Sial,” umpatnya begitu ingat kejadian semalam.
Ia berada di Australia bersama asisten barunya. Selama itu, mereka bersikap biasa saja, layaknya atasan dan bawahan, hingga tadi malam saat klien mengajaknya merayakan kerjasama bisnis, Naka hilang kendali dan minum banyak.
Permasalahan dalam hidupnya membuat ia melepas penat dengan alkohol.
Naka tidak waspada pada dirinya sendiri, dan ternyata asisten bodohnya malah ikut minum, bersama para asisten klien-nya. Entah permainan siapa, minuman Lika dibumbui obat perangsang, yang malah membuat Naka kerepotan. Membantu asistennya melepas dahaga, juga dahaganya yang sudah tidak bersentuhan dengan sang istri.
Sibuk memaki, Naka mulai memikirkan solusi. Tapi tetap saja nihil karena otak cerdasnya tidak biasa berpikir sesuatu yang licik. Ia membalik tubuhnya, gadis itu masih menutupi tubuhnya dengan selimut dan menangis.
Naka melirik seprei putih yang kini sudah ada noda merah, membuatnya kembali membenci diri sendiri karena Naka dengan buas melahapnya dan mengambil keperawanannya semalam.
Berusaha tenang, Naka berjalan mendekati asistennya. “Lika, saya tahu saya salah. Tapi, ini juga karena kebodohan kamu yang ikut-ikutan minum. Jadi, ini salah kita berdua, paham?”
“Kan Lika ditawari pak. Kalau nolak nanti dikira sombong.” ucap Lika pelan, mengusap pipi yang dibanjiri air mata itu.
Jawaban gadis polos itu membuat Naka mendengus. Siapa yang menerima gadis ini bekerja di perusahaan besarnya, rasa-rasanya Naka ingin memecat orang itu. Gadis ini terlalu polos untuk bekerja dengannya yang selalu dikelilingi orang-orang licik.
“Sudahlah. Sekarang mandi, setelah itu kita makan. Saya akan memikirkan solusinya,”
“Solusi apa pak? Mengembalikan kesucian saya?”
Naka terbelalak, gadis itu bertanya dengan wajah serius. Mana bisa itu dikembalikan, bahkan dokter hebat pun tak mampu melakukannya.
“Likaaaaaaa…” geram Naka.
“Mandi dulu,” ujarnya setelah merasa sedikit tenang.
“Nggak bisa, sakit.” ringis Lika saat ingin berdiri. Naka yang sadar gadis itu masih perawan, akhirnya mengalah. Ia mengisi bathtub agar gadis itu berendam merilekskan tubuhnya, kemudian ia membantu memapah. Karena lama, Naka menggendongnya.
“Arkh, pak saya mau diapain. Masih sakit pak,” teriak Lika.
“Saya mau gendong kamu kekamar mandi, kamu lama!” ketus Naka, Lika mengerti lalu mengangguk. Turun di bathtube besar yang tidak ada dikamarnya, Lika mulai berendam.
Entah aromaterapi apa yang bosnya gunakan, namun sangat menenangkan sekali. Bangun tadi tubuhnya hampir copot rasanya, seperti habis ditimpa tronton, berat sekali. Apalagi inti tubuhnya, rasanya luar biasa. Nyeri, pegal, sakit, stress semua jadi satu yang kini gadis itu rasakan.
“Gue masa udah nggak perawan sih. Mana sama bos galak lagi. Cakep sih, tapi percuma kalau udah punya istri, sial banget sih.” Batin Lika menyesali nasib.
Meski baru bekerja kurang dari dua bulan, ia tahu kabar kalau bos Naka sudah memiliki istri, karena bosnya itu selalu menjadi perbincangan hangat teman sesama karyawan.
Mulai dari gaya berpakaian Naka hari itu, hingga galaknya yang terkenal disatu kantor. Sombongnya Naka semua sudah paham, tidak akan menegur karyawannya. Entah mengapa dengan Naka itu, padahal itu Perusahaan keluarga yang turun menurun diwariskan.
Diluar sana, Naka menerima panggilan telepon dari istrinya. Ia harus pulang besok, karena masih ada satu kerjasama besar lagi yang harus ia gol-kan. Terkait masalah Lika, ia kesampingkan dulu. Bermaksud untuk menyelesaikan masalah satu persatu.
*
*
Gasendra Corp yang bergerak dibidang kontruksi terbesar di negaranya itu kini duduk di ruang rapat di Australia, hatinya berdebar-debar. Di depannya terdapat berkas kerjasama yang dapat mengubah arah bisnis perusahaannya. Kesepakatan ini bukan hanya tentang keuntungan finansial, tetapi juga tentang memperluas jangkauan perusahaan ke pasar internasional.
Naka dan timnya sudah bekerja dengan keras untuk hal ini, mulai dari merancang proposal, melakukan presentasi, dan akhirnya, menegosiasikan perjanjian ini.
Seketika, pintu ruang rapat terbuka, dan pihak mitra bisnis dari Australia memasuki ruangan. Kepala delegasi mengulurkan tangan dengan senyuman, "Selamat atas kesepakatan ini, Mr. Gasendra. Kami yakin kerjasama ini akan memberikan manfaat besar bagi kedua belah pihak." Ucapan yang sangat ingin Naka dengar kini ia dapatkan, senyum mengembang di bibir tipisnya.
Naka tersenyum dan berjabat tangan dengan penuh kepuasan karena berhasil mencapai tujuan besar ini.
Setelah menandatangani berkas kerjasama, Naka ruangan rapat. Ia berjalan di koridor hotel yang mewah itu dengan perasaan lega. Ini bukan hanya sukses bagi perusahaan, tetapi juga karir pribadi Naka yang seolah lepas dari nama besar keluarga.
Meski menjalani rapat sendirian, ia tidak canggung. Asisten kurang ajarnya itu merajuk tidak bisa ikut karena kesakitan. Naka mengerti hal itu, ia juga salah karena semalam Naka menggila.
Mendapatkan tubuh suci milik Lika membuatnya lupa diri, hingga jelang pagi ia baru selesai menghajarnya. Meski gadis itu terus meringis namun Naka tidak mau berhenti, tubuh Lika membuatnya candu semalam.
Body montok, kulit cokelat yang seksi, gunung kembar yang belum terjamah siapa-siapa, ah Naka masih mengingat bagaimana bentuknya, indah sekali. Bahkan gunung terindah yang pernah ia liat. Bulat berisi, bersih, lembut dan menyegarkan.
“Shit.” umpatnya, Ketika lagi-lagi teringat tubuh seksi asistennya itu. Hari ini Naka banyak mengeluarkan umpatan karena terdistraksi oleh wajah cantik Lika.
‘Pak Naka ... aku udah gak tahan ... Ah!'
‘Gak usah ditahan, keluarkan aja, sayang ...'
‘Ungh!'
‘Jangan biarkan yang lain menyentuhmu, karena kamu milikku, Lika ...’
Naka tidak sadar jika dia mencap Lika sebagai miliknya sejak malam itu.
Ting..
Pintu lift terbuka, mengakhiri kegilaan Naka yang mengingat kejadian semalam. Bahkan Ketika Lika memanggilnya Naka, tanpa embel-embel ‘Pak’, itu sangat seksi sekali. Rambut panjangnya tergerai indah, dan sebagaian menutupi wajahnya yang lembab karena keringat.
"Sial ... kenapa aku terus memikirkan adegan itu?" batin Naka.
Menarik napasnya panjang, Naka memasuki kamarnya, gelap karena lampu dimatikan. Naka melangkah mendekati ranjang, ia melihat gadis itu tidur nyenyak dengan memakai kemejanya, mungkin ia ambil sendiri di lemari.
Naka menggeram, karena Lika tidak pindah kekamarnya.
“Lika! Kamu benar-benar ya!” teriak Naka kencang yang langsung membangunkan gadis itu.
“Aduh pak Naka ada apa sih. Kok teriak-teriak.” ringis Lika beranjak duduk, Naka menyalakan semua lampu kamarnya.
“Apa yang kamu lakukan? Kamu seharusnya pindah ke kamarmu dsndiri! Dan apa ini? Lancang sekali kamu mengenakan kemeja saya!” bentak Naka. Dia memang terkenal galak pada karyawannya, namun Lika sudah terbiasa dengan hal itu.
Lika menunduk ketakutan, ia memang salah. Tapi rasa kantuk dan lelah ditambah tubuhnya yang seperti habis ditiban truk gandeng, membuatnya malas pindah kamar.
“Lika numpang sebentar pak, badan Lika sakit semua. Maaf pak.” lirihnya. Kemudian turun dengan pelan dari ranjang.
Begitu kakinya menyentuh lantai, ia memungut pakaiannya dan segera ke pintu keluar.
Naka melihat gadis itu mengenakan kemejanya, dan malah tambak seksi. Oh sial, kenapa gadis itu keluar dengan kemeja Naka, bagaimana kalau ada yang melihat. Apalagi kamar Lika ada di satu lantai dibawah kamarnya, otomatis gadis itu harus naik lift.
Tergesa Naka mengejarnya, “Lika.” teriaknya, dan segera menarik tangan gadis itu.
Grep..
Tubuh jatuh tepat didada Naka, “Ganti dulu pakaianmu.” bisiknya.
“Oh pak Naka takut kemejanya saya bawa ambil yah? Nih pak saya kembalikan.” Dengan bodohnya Lika membuka kancing itu diluar, Naka seperti mau menghardiknya habis-habisan.
“Jangan gila Lika, apa yang kamu lakukan.” Naka langsung menyambar tubuh gadis itu, menggendongnya masuk kamar. Bahaya jika ada yang melihat mereka, akan jadi gossip panas yang mendebarkan.
“Ih pak Naka senang banget sih gendong-gendong Lika.” jeritnya, karena Naka memikulnya dibahu serasa membawa karung beras.
Windi kira Galen akan mengantarkan ia pulang seperti biasa, padahal sengaja tidak bawa mobil.“Aku pergi dulu,” pamit Galen, karena masih ada pekerjaan.Windi menunduk, Belinda merasa iba. “Tenang dulu, Kak Galen memang lagi banyak kerjaan,” ucapnya.“Tapi kayanya ada yang beda deh, iya nggak sih, Bel?” tanya Windi, Belinda bingung dia merasa biasa saja. Karena memang sikap Galen yang dingin, baru-baru ini saja dia ramah pada Windi.“Menurut aku sih, selain karena masalah aku. Kak Galen biasa saja ya, Win.”“Tapi Kak Galen sudah enggak pernah balas chat aku. Padahal dulu, dia masih mau membalas,” ucap Windi sedih. Dia begitu menyukai pria itu.Sudah hampir dapat, tapi sikap Galen malah tiba-tiba berubah begini padanya.“Berusahalah lebih keras lagi, semangat!” Belinda tertawa lalu menepuk bahu sang sahabat.Sementara itu, Iren hanya bengong saja di apartemen. Tubuhnya sudah mengurus, karena tidak nafsu makan.Galen mendesah, sekian makanan dia bawa tapi tidak ada juga yang Iren sentuh
Belinda menekan tombol panggilan dengan tangan yang gemetar, jantungnya berdegup kencang saat menunggu sambungan telepon dari Galen, kakaknya. Suara Galen yang tenang terdengar di ujung sana, "Halo Bel” sapa Galen lembut.“Kak.. ba- bagaimana, apa pria itu selamat?" tanyanya, suara Belinda tercekat, Hening,Hanya terdengar tarikan napas Galen yang panjang."Tidak, dia... dia meninggal, Gal."Deg,Galen menarik napas dalam, rasa kasihan kepada adiknya membuatnya berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan Belinda, "Tenanglah, aku sudah mengurus semuanya," ucapnya dengan suara yang berusaha tetap stabil.Belinda menghela napas lega, meski perasaan bersalah masih menghantui, Me-mengurus bagaimana.. Lalu aku, kak?” tanyanya lirih sekali.“Semua sudah aku urus, Belinda. Lupakan itu semua, dan fokus pada kuliahmu,” kata Galen."Tolong jangan beritahu mami dan papi," pintanya dengan suara yang hampir tidak terdengar."Tenang, aku tidak akan mengatakan apapun," janji Galen.Dia sangat menyayang
Jangan tinggalin Iren, Yah.Hiks..Tidak sanggup menahan air matanya, Iren menangis sesenggukan di depan tubuh lemah sang ayah.Di ruang perawatan rumah sakit, dengan bau antiseptik menyengat, ayah Iren berbicara dengan suara serak, "Iren, dia akan bertanggung jawab padamu. Ayah tidak minta apa-apa, hanya dia jaga kamu,” ucap Prakoso lirih, Iren terus menggeleng. Kenapa ayahnya menitipkan dia pada pria yang tidak dikenal.“Saya akan menjaga putri bapak, saya janji.” Galen pun memberikan penegasan dalam ucapannya.Prakoso mengangguk, tersenyum tipis sekali. “Ren, menikahlah dengannya..”“Galen Pak,” potong Galen, karena Prakoso lupa Namanya.“Ya, Galen.” Prakoso menarik napas, lemah.“Yah, jangan titipkan aku sama orang yang tidak dikenal,” iba Iren.“Maka menikahlah dengannya. Itu amanat terakhirku." Irena yang selama ini hidup mandiri dan bebas memilih, merasa terpojok dengan permintaan terakhir ayahnya yang tidak masuk akal ini.Hatinya berontak, namun melihat ayahnya yang terbaring
Mata Irena Ingga memerah, napasnya tersengal-sengal saat ia menerobos masuk ke ruang gawat darurat rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Dengan nada suara yang terguncang, ia bertanya pada perawat yang lewat, "Dimana ayahku?" tanyanya kemudian menjelaskan jika sang ayah adalah korban kecelakaan mobil.Dengan cepat, ia diantar ke sebuah ruangan di mana sosok ayahnya, Prakoso, terbaring lemah dengan berbagai alat medis terpasang di tubuhnya.“Ayah..” Panggil Iren sapaan akrabnya.Saat mendekati tempat tidur ayahnya, Iren melihat seorang pria muda berdiri di sisi lain. Matanya memancarkan amarah saat ia bertanya dengan suara yang keras, “Kamu siapa?” tanyanya heran.Galena yang berada di sana, langsung paham jika ini adalah putri dari pria yang ditabrak sang adik, Belinda.“Saya Galen,” jawab Galen pelan.Iren belum sempat bertanya lagi, karena sang ayah bergumam tidak jelas. “Yah..”Hiks,Iren menangis, sedih sekali melihat cinta pertamanya terbujur lemah seperti ini. Apa yang terjadi sam
Hahaha..“Windi hentikan hahaha..”Di tengah keceriaan yang menggebu di dalam mobil baru berwarna silver yang mengkilap, terdengar suara tawa Belinda dan Windi yang terhenti tiba-tiba saat sebuah dentuman keras mengguncang. Belinda, yang sedang mengemudi, membeku dengan tangan masih tergenggam erat pada kemudi. Wajahnya yang semula berseri-seri kini pucat pasi.Brak..Cittttt..Arkhhhhh..“Argh, itu apa?’ teriak Belinda saat mobilnya menghantam sesuatu hingga menimbulkan suara yang keras, dan rem dia tekan dengan kuat.“Oh my god, apa itu Bel?” pekik Windi teman Belinda yang duduk di bangku penumpang depan.“Oh Tuhan..” pekiknya, jantungnya berdetak sangat hebat. Belinda sungguh syok dengan kejadian tiba-tiba yang baru saja ia alami.“Shit Bel, kita menabrak seseorang,” teriak Windi menunjuk ke arah depan. Di luar, jalanan yang biasanya lengang kini dipenuhi dengan suara klakson dan teriakan.Kepanikan tergambar jelas di wajah Belinda saat dia melihat pria tua yang tergeletak tak berg
Anulika hanya bisa geleng kepala, saat sang suami memenuhi keinginan absurd sang putri, Belinda. Bagaimana tidak, putrinya minta pindah sekolah hanya karena tidak suka makanan di kantin, yang katanya semua tidak ada rasa.“Sudah sayang, tidak apa. Mungkin Belinda ada yang tidak nyaman di sana, dan tidak mau bercerita pada kita,” ucap Naka mengelus punggung sang istri.Naka memandangi wajah Belinda yang cemberut, matanya memelas meminta restu untuk pindah sekolah. "Papi, aku betul-betul tidak suka makanannya di sana," keluh Belinda dengan nada yang hampir menangis.Lika yang sejak tadi memperhatikan, merapatkan bibirnya, tanda ketidaksetujuannya semakin mendalam. "Mas, kita harus ajarkan dia untuk bertahan dan beradaptasi, bukan malah memanjakannya," ucap Lika, suaranya mencoba keras untuk tetap tenang meski jelas terlihat frustrasi.Namun, Naka hanya mengelus kepala Belinda, matanya penuh dengan kasih sayang. "Baiklah, kita cari sekolah yang cocok untukmu," janjinya lembut, membuat Be
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments