"Sarah mau bicara, Mak."
Emak sembari mengembuskan asap rokok, lalu menyesap perlahan kopi dinginnya, dan kembali meletakkan gelas kopi di atas meja.
"Kamu mau ngomong apa?" tanya emak, lalu kembali mengisap rokok putihnya.
"Ada yang ingin me-la--"
"Menah." Kang Danu keluar dari dalam rumah, wajahnya masih terlihat berpeluh, memotong pembicaraanku, sembari mengancingkan baju kemejanya. Senyum kepuasan tergambar dari wajahnya.
"Gimana Dan, lama juga, memang masih perkasa seperti dulu," goda emak, sembari tertawa genit, dan aku justru yang merasa jengah atas ucap dan sikap emak. Yah, walaupun sudah berumur, paras wajah emak memang masih terlihat cantik, untuk ukuran seumurnya. Emak tidak ikut bertani, juga berladang, begitupun dengan bapak. Sepetak lahan pertanian milik kami pun dikelola oleh petani penggarap. Jadi, kulit tubuh dan wajah emak, tidak pernah terkena cahaya matahari dalam waktu lama, alat-alat perawatan tubuhnya pun banyak di kamarnya.
"Bakatmu, sepertinya menurun pada ana