Aku pasrah, tidak tahu harus memberikan alasan apa untuk menolak mencium Kang Gunadi, selain hanya mengikuti perintah emak. Aku pun memang harus berterima kasih atas pemberian benda berharga berupa kalung emas untukku. Kang Gunadi memperlakukan aku layaknya seorang ratu.
Kupejamkan mataku dan mulai mendekati bibirku ke pipi Kang Gunadi. Hampir saja pipi itu tersentuh lembut, mendadak terdengar suara perempuan dan anak-anak yang berteriak kencang karena ketakutan. Mereka yang tadinya banyak berkerumun di depan rumahku, kemudian pada lari berhamburan tunggang langgang. Suasana benar-benar tidak terkendali. Reflek kutarik kembali wajahku sebelum sempat menyentuh pipi Kang Gunadi. Terlihat jelas kekecewaan pada raut wajah pengusaha kaya dari Jakarta tersebut.
Aku, emak,dan Kang Gunadi, lantas berdiri kemudian menghambur ke sisi pembatas teras rumah. Sebuah perkelahian sedang terjadi. Bukan, bukan sebuah perkelahian, tetapi lebih tepatnya sebuah peristiwa pengeroyokan. Terlihat satu oran