Penderitaan, kepedihan, juga kesedihan yang kini sedang kurasakan itu semua memang salahku sendiri, yang dahulu tidak pernah mau mendengarkan nasihat kedua orangtua. Aku terlalu keras kepala, merasa yakin dan percaya dengan apa yang kupilih. Walaupun bapak dan ibu sering kali mengingatkan dan memarahi, tetapi tak kuambil peduli. Bahkan, aku memutuskan untuk kabur dari rumah demi sebuah keyakinan atas lelaki pilihanku sendiri, Mas Burhan. Jika dia adalah pria yang baik dan bertanggungjawab.
Laki-laki yang dulu kuanggap sangat lembut, sabar, dan pengertian, ternyata aku tertipu oleh topeng kepalsuan. Mas Burhan adalah setan yang berwujud manusia, mungkin lebih kejam dari itu, karena setan tidak melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga. Dia mem*kuliku, seperti layaknya me*ukuli seorang pencuri yang tertangkap basah. Tidak ada belas kasihan sama sekali.
Aku bergegas menuju dapur untuk membuat sedikit air panas buat menyeduh susu sacetan dan sepotong roti eceran untukku membuat sar