“Hmmmm … Saya bisa temani kamu! Kita akan datang ke acara pernikahan mantan kamu itu sama-sama.”
Kalimat yang Prabu ucapkan tadi siang, terus berputar-putar di kepala Kay. Ditatapnya langit-langit kamar yang polos. Kepala Kay sejak tadi sudah menyentuh bantal. Namun, matanya sulit sekali terpejam. Apakah tawaran Prabu ini bisa dia pertimbangkan? Bukan apa-apa, andai tak ada Renata dan ibunya Prabu yang menjadi batu sandungan, mungkin Kay tak akan berpikir sebanyak ini. Dia sudah lelah dengan masalah yang dihadapinya, Kay enggan menambah lagi.
Hanya saja jika dipikir ulang, datang ke nikahan Rey sendirian sama saja hanya melukai hatinya sendiri dan dia akan terlihat menyedihkan. Jika itu terjadi, bagaimana dengan ibu? Bukankah Kay berniat datang agar Ibu tahu kalau dia tegar? Kay tak mau lagi sang Ibu memikirkan Kay sampai sakit-sakitan?
Waktu sudah larut ketika ponselnya bergetar. Sebuah nomor yang dia beri nama Bapak Tua muncul di layar. Kay menghela napas kasar. Dia segera mengus