Cari
Pustaka
Beranda / Romansa / TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU / 6. TIDAK BISAKAH MEREKA MENGHARGAI AKU?

6. TIDAK BISAKAH MEREKA MENGHARGAI AKU?

2025-06-25 20:00:25

"Stela!"

Padahal aku baru saja masuk kedalam kelas namun Axel malah bergegas keluar dari kelas karena mengejar Stela yang keluar kelas lebih dulu, tidak ada kalimat minta izin, bahkan menoleh pun tidak. Dia benar-benar tipikal murid yang sama sekali tidak menghormati guru.

Aku tertegun beberapa saat, menatap punggungnya yang menjauh dari pandangan dan akhirnya menghilang dibalik pintu kelas yang masih terbuka. Semakin diperhatikan wajahnya memang semakin mirip dengan Kak Ariel, hanya saja sikap mereka berdua benar-benar berbeda. Padahal mereka bukan saudara kembar, bagaimana mungkin bisa semirip itu?

"Bu!"

Aku gelagapan ketika Carlo menyadarkan aku dari renungan panjang karena terlalu memikirkan Axel yang keluar kelas tadi. Padahal pagi ini aku yang membangunkan dia sehingga dia tidak terlambat kesekolah tapi tetap saja dia membolos.

"Apa tadi mereka izin pada kamu kemana mereka pergi?" Tanyaku yang menanyakan hal tersebut pada Carlo yang selaku ketua kelas ini.

"Stela tidak enak badan, mungkin Axel mengantar dia ke UKS," jawab Carlo sambil tersenyum kecil.

Aku bukannya tidak percaya dengan Carlo tapi aku cukup tahu bagaimana Carlo sangat dekat dengan mereka dan sudah pasti akan melakukan apa saja untuk melindungi kedua temannya.

"Ya sudah, ayo kita mulai pelajaran hari ini!" Putusku yang ingin bersikap seralistis mungkin dan membuang jauh-jauh pemikiran tentang Axel, aku tidak ingin terlibat gelombang emosi apapun dengan Axel. Jadi aku akan berusaha untuk bersikap tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan.

Setelah berusaha fokus dengan dua jam pelajaran dikelas, akhirnya jam pelajaranku selesai dan aku bergegas untuk mengambil nasi bungkus yang tadi aku beli sebelum sampai sekolah, aku sengaja membelinya untuk Maya. Kami butuh mengobrolkan banyak hal karena ketika aku membereskan barang-barangku malam dua hari lalu, kami tidak bertemu dan belum bicara apa pun sampai hari ini.

"Maya!"

"Sssttttt."

Maya memberikan intruksi agar aku tidak bicara dengan meletakkan jari telunjuknya didepan bibir sambil lewat isyarat matanya menunjukkan dua tirai UKS yang tertutup rapat pertanda ada yang sakit dan istirahat disini.

"Ada hal yang harus kita bicarakan," ucapku dengan suara lirih setengah berbisik sambil meletakkan nasi bungkus didepannya.

"Tidak ada yang ingin aku bicarakan, lebih baik kamu pergi!" Usirnya ternyata masih memilih untuk tidak mau bicara dengan aku dan mengambil sikap yang sama seperti sebelumnya, masih belum mau memberi tahu apa kesalahan yang aku perbuat.

"Masih pusing? Ingin aku pijat?"

"Jauh-jauh dari aku dan jangan muncul didepan aku!" Terdengar suara wanita dari balik tirai yang tertutup rapat.

Spontan kepalaku menoleh ketika mendengar suara pria dibalik tirai yang tertutup rapat, kalau apa yang dikatakan Carlo tadi benar, seharusnya sekarang yang ada didalam sana Axel dan Stela.

"Siapa yang ada disana?" Tanyaku ingin memastikan kecurigaan aku sendiri.

"Murid kelas kamu."

Spontan ku banting punggungku kesandaran kursi karena apa yang aku pikirkan ternyata benar, hanya ada dua murid yang hari ini bolos dari kelas yaitu Axel dan Stela.

"Jangan ganggu, aku pusing!" Sentak Stela.

"Apa perlu aku mintakan obat pusing pada perawat UKS?" Tanya Axel dengan nada lembut. Sejak kapan dia bisa bicara lembut begitu pada orang lain?

"Apa kamu tidak bisa diam? Berisik!" Stela sepertinya kehabisan kesabaran menghadapi Axel.

"Kamu terus mengusir aku, menyuruh aku pergi, bahkan saat dikelas tadi kamu lebih memilih pindah tempat duduk bersama Carlo. Kamu tidak bisa begitu saja pindah tempat duduk. Semua verifikasi data diri aku menggunakan pertanyaan sama, siapa teman sebangku aku dan aku selalu menulis nama kamu, kalau sekarang aku pindah teman sebangku, bagaimana nantinya aku akan menjawab verifikasi data media sosial?!"

Apa dia yang sebenarnya memang sekonyol itu? Atau dia hanya begitu hanya dengan Stela saja...

"Aku ingin tidur, pergi!" Usir Stela, terdengar bersikap acuh. Rasanya aku cukup terhibur mendengar Axel diperlakukan begitu karena biasanya dia memperlakukan orang lain begitu.

"Akan aku temani, lain kali jangan minum terlalu banyak. Biasanya orang akan membaik keesokan harinya setelah minum, tapi ini sudah hari selanjutnya dan kamu masih saja merasa pusing, ini pasti karena tertimpa dengan jet lag juga."

Apa yang ada didalam sana adalah Axel? Aku benar-benar tidak yakin kalau Axel akan bisa sepeduli itu pada orang lain karena Axel yang aku kenal terlihat sangat arogan dan tidak peduli dengan sekitar.

"Stela, kamu benar-benar mau tidur?"

"Hmm." Hanya terdengar gumaman dan terdengar Stela sebenarnya malas menanggapi Axel.

"Maaf karena tidak bisa mendatangi kamu ke Club kemarin!"

Bohong! Kenapa dia harus memilih bohong dengan mengatakan tidak datang ke Club? Jika kamu mengatakan hal tersebut, Stela hanya akan semakin kesal dan jengkel dengan kamu yang dia anggap tidak peduli dengan dia, Axel!

"Aku benar-benar dirumah kemarin karena ada sesuatu yang harus aku lakukan, aku dipaksa melakukan sesuatu yang sangat sulit."

Perlahan kutolehkan kepalaku kearah tirai ketika mendengar Axel yang sekarang mengungkapkan apa yang dia rasakan, terutama nada sendu yang dia keluarkan. Axel yang selalu ada bersama aku akan bersikap sangat keras dan terkesan tidak peduli, hampir tidak pernah menunjukkan perasaannya namun sekarang aku seperti mendengar suara kaset isi hati Axel.

"Kak Ariel yang harusnya melakukannya tapi sekarang dia tidak bisa melakukannya jadi aku yang harus melakukannya," dia melanjutkan ucapannya. Membuat perasaanku kembali campur aduk, terutama tentang segudang rasa bersalah yang aku rasakan saat ini.

"Dan kamu tidak menolak? Apa ini semacam kamu dipaksa bertanggung jawab atas kesalahan yang Kak Ariel lakukan? Apa benar begitu? Orang tua kamu benar-benar keterlaluan, apa aku harus melibatkan diri dalam masalah ini?" Tanya Stela dengan nada tidak terima.

Hening beberapa saat sampai terdengar helaan napas panjang dari Axel, "Aku tidak akan lupa alasan aku dilahirkan, aku dilahirkan karena permintaan Kak Ariel."

"Tetap saja, aku tidak akan membiarkan jika ada orang yang bersikap keterlaluan pada kamu. Kamu juga, kenapa selalu mengalah jika itu berhubungan dengan Kak Ariel? Seberapa besar kamu menganggap diri kamu berhutang pada Kakak kamu itu?!" Tanya Stela dengan nada frustasi.

"Rasanya aku ingin segera kabur dari orang-orang yang aku benci," ucap Axel tenang namun penuh penekanan.

"Orang tua kamu?" Tebak Stela.

"Tambah satu orang lagi. Bu Nadia!"

Maya yang tadinya menulis sesuatu menghentikan gerakannya dan menatap aku, sepertinya dia cukup terkejut karena namaku disebut dalam percakapan dua murid dalam tirai itu.

"Bukannya itu nama wali kelas kita? Kenapa dengan dia? Apa dia mengganggu kamu ketika aku berada di Korea beberapa hari lalu?" Tanya Stela yang tidak bisa tidak penasaran dengan alasan Axel.

Jantungku rasanya berdebar keras, aku penasaran apa yang akan Axel katakan untuk menjawab pertanyaan Stela karena Maya juga ada disini. Tidak mungkin kan Axel akan mengatakan kalau kami dipaksa menikah?

"Dia miskin dan aku benci orang miskin yang tidak tahu batasannya."

Seketika aku bernapas lega dengan jawaban Axel yang ternyata diluar ekspektasi itu, aku benar-benar mengira kalau dia mungkin akan menceritakan pernikahan kami pada Stela mengingat kedekatan mereka tapi ternyata tidak.

"Kamu ingin aku membereskannya?" Tawar Stela.

Aku mengernyit, apa mereka berdua adalah Psikopat? Kenapa membicarakan guru dengan seperti itu? "Membereskan?" Desisku yang hampir tidak bisa menahan diri dengan obrolan mereka.

"Tidak usah, aku bisa mengurusnya!" Tolak Axel cepat.

"Kalau diingat-ingat wajah Bu Nadia memang tidak asing, apa sebelumnya aku pernah bertemu dengan dia?" Ucap Stela terdengar sedang berpikir keras.

"Kamu cantik dan sering membantu orang miskin, wajah seperti itu pasti sering muncul untuk orang-orang miskin yang kamu bantu," celetuk Axel.

Aku sudah tidak tahan lagi. Kenapa dua orang didalam sana sangat keterlaluan sampai harus membicarakan status sosial guru mereka? Apa salahnya miskin? Aku baru mau berdiri untuk melabrak mereka berdua namun Maya menahan lenganku dan menggeleng, melarang aku untuk membuat keriburan ditempatnya.

"Tidakkah mereka keterlaluan?" Tanyaku dengan penuh penekanan.

"Tolong abaikan mereka dan kita akan bicara besok!" Mohon Maya dan tentu saja aku tidak bisa untuk menolak negosiasi yang dia berikan sekarang karena memang aku sangat ingin menyelesaikan masalah kami.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi