Share

7. MENANTANG GURU

last update Last Updated: 2025-06-26 20:00:43

"Maaf membuat Bu Nadia tidak nyaman karena sikap guru-guru tadi!"

Aku menoleh, tidak mengerti atas pernyataan Pak Adam barusan, bukan apa atau bagaimana tapi aku benar-benar merasa tidak ada yang salah sampai membuat aku harus berada dalam situasi tidak nyaman.

"Serius Bu Nadia tidak merasa?" Tanya Pak Adam dengan pandangan heran.

Aku menggeleng dengan raut bingung.

"Bu Nadia tidak merasa kalau guru-guru yang ada diruang guru tadi sedang menjodoh-jodohkan kita?"

"Kenapa guru-guru menjodohkan kita?" Tanyaku yang benar-benar tidak menemukan alasan untuk tidak bertanya karena aku yakin tidak ada apapun yang terjadi diantara kami sehingga harus dijodoh-jodohkan seperti itu.

Kali ini Pak Adam tertawa, seakan tengah menertawakan kebodohanku yang tidak menyadari situasi kami namun aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dia katakan sebelumnya, jadi aku hanya diam tanpa memberikan reaksi apapun.

"Sepertinya saya saja yang berpikir kita cocok dan dekat."

"Ha?" Aku semakin tidak mengerti arah pembicaraan ini, bukan karena tiga kalimat terakhir Pak Adam namun lebih aku tidak pernah merasa ada interaksi intens diantara kami sehingga bisa dikatakan kami dekat.

"Padahal sejak awal Bu Nadia datang guru-guru sudah menjodoh-jodohkan kita dan selalu menyuruh kita melakukan banyak hal berdua, apa Bu Nadia tidak merasa?" Tanya Pak Adam seakan tengah memberikan penjelasan serius padaku.

Aku menggeleng, aku menjawab jujur dengan menggeleng karena aku memang sama sekali tidak merasa kami dijodoh-jodohkan dari awal atau merasa dekat dengan guru tertentu disekolah, "Kita selalu melakukan pekerjaan bersama diluar jam sekolah, bukannya karena kita dua termuda diformasi guru?"

"Benar tapi bukan hanya itu!" Kekeh Pak Adam.

"Lebih baik Pak Adam abaikan saja karena itu tidak benar sama sekali, kita kan tidak ada hubungan apa-apa," jawabku yang mengambil jawaban bijak, tidak ingin hal ini menjadi beban diantara kami berdua.

Entah hanya perasaanku saja namun aku melihat ekspresi wajah kecewa dimata Pak Adam, hanya saja untuk saat ini aku tidak ingin menduga-duga kenapa dia berekspersi seperti itu.

Obrolan kami terhenti ketika kami berdua sudah sampai dikantin dan langsung menuju tempat Ibu kepala kantin serta Pak Adam langsung memberikan menu sehat permintaan sekolah yang harus dimasukkan kedalam daftar menu kantin.

Sejujurnya aku tidak begitu menyimak percakapan antara Pak Adam dan Ibu kepala kantin karena ketika kakiku baru menginjak kantin, pandanganku teralihkan pada tiga murid yang duduk ujung kantin, satu orang bolak-balik kekasir untuk memesan menu dan dua lainnya hanya duduk tenang dikursinya bergaya seperti bos.

"Ck, ini disekolah dan sikapnya masih saja seperti itu," celetukku yang tanpa sadar mengomentari Axel dan Stela yang duduk tenang dikursi kantin sedangkan Carlo kalang kabut kesana kemari untuk membelikan pesanan mereka.

"Apa?" Tanya Pak Adam.

Cepat-cepat aku menggeleng, tidak ingin Pak salah paham dengan apa yang aku katakan tadi, walau bagaimanapun kami berdua sepakat untuk tidak saling ikut campur urusan masing-masing.

"Manu makanan dikantin kita harganya sangat mahal kalau dihitung dari kantong pendapatan para guru tapi para murid bahkan bisa makan dengan tenang tanpa memikirkan harga," tutur Pak Adam sambil memperhatikan kantin yang selalu ramai.

Aku mengangguk setuju karena aku yang sudah tiga bulan mengajar disini saja tidak pernah sekali pun membeli makanan dari kantin karena harganya yang selangit, mereka masih anak SMA dan menu yang disajikan tidak masuk akal seperti steak, salmon dan masih banyak makanan mahal lainnya yang tersedia disini.

"Atau sebagian tidak mampu namun harus melayani yang lainnya agar bisa makan dimeja yang sama."

Aku yang tahu siapa yang sedang Pak Adam bicarakan hanya menoleh, "Carlo apa selalu melayani mereka?" Tanyaku yang baru sadar kalau Carlo memang selalu ada disekitar Axel dan Stela.

"Mereka selalu kemana-mana bertiga. Carlo pintar dan dua orang lainnya kaya, jadi wajar kalau Axel dan Stela memanfaatkan dia. Yang pintar akan kalah dengan yang beruang!"

Ucapan Pak Adam cukup logis namun entah kenapa aku tidak suka mendengarnya, seakan dia tengah meremehkan Carlo dan mengatakan kalau Carlo menjual dirinya untuk melayani temannya, "Kenapa Pak Adam berpikir begitu? Bukannya itu seperti persahabatan antara murid SMA?"

"Memangnya orang seperti Axel bisa bersahabat dengan orang lain dengan tulus? Lihat saja sifat buruk dan arogansinya! Siapa yang akan berteman dengan dia tanpa memikirkan timbal balik?!" Tuding Pak Adam.

Aku sangat tidak suka dengan kalimat Pak Adam dan tidak ada keinginan untuk menutupi ketidak sukaanku sama sekali, jadi yang aku lakukan sekarang mendelik pada dia.

"Saya tidak ingin menjelek-jelakkan murid dikelas Bu Nadia, tapi semua guru juga sudah tahu kalau..."

BRRAAAAAAAK.

Pandangan kamu teralihkan pada kursi kantin yang tercampakkan dan itu adalah milik Carlo, dia berdiri dengan sangat keras sehingga kursi yang dia duduki terpental agak jauh dan Axel masih menatap Carlo dengan pandangan tidak peduli, sedangkan Carlo terlihat sangat marah, apa mereka sedang bertengkar?

"Demi Tuhan, kenapa kalian jadi bertengkar begini?!" Suara Stela menggema dikantin, seolah memperjelas apa yang tengah terjadi diantara kedua temannya karena semua orang terdiam, menyaksikan apa yang terjadi tanpa ada yang berani mengintrupsi kejadian tersebut.

"Apa kalian ingin menghancurkan inventaris sekolah yang ada dikantin?!" Tuduh Pak Adam sambil menunjuk kursi yang terlempar tidak jauh dari Carlo dan tanpa aku sadari kami sudah berjalan lebih dulu mendekati mereka.

Menyesal dan ketakutan, itu adalah ekspresi yang Carlo tunjukkan sekarang, dia bahkan terus menundukkan kepala. Sebagai seorang anak yang masuk dengan bantuan beasiswa, hal yang paling dia takutkan pastinya ketika beasiswanya dicabut karena kesalahan yang dia lakukan.

"Carlo, ayo ikut kakantor!" Ajak Pak Adam, sepertinya ingin memperpanjang masalah ini.

Stela memijat pelipis matanya, lewat mata dia seperti tengah berkomunikasi dengan Axel yang terlihat tidak peduli dan masih memakan Oyster mentah yang ada didepannya dengan santai. Temannya dalam masalah dan dia bisa makan dengan tenang begitu. Menelan makanan seakan tidak ada apapun yang terjadi, padahal dia mungkin pencetus kemarahan Carlo sebelumnya.

"Axel!" Stela memberikan intruksi pada Axel yang entah apa itu ketika Pak Adam sudah menyentuh lengan Carlo.

Axel berdiri, dengan gerakan santai dia meraih kembali kursi yang terlempar agak jauh dari tempat duduk mereka dan meletakkannya ditempatnya kemudian memegang kedua bahu Carlo dari belakang kemudian menekannya untuk duduk kembali, membuat pegangan Pak Adam pada lengan Carlo terlepas.

"Kami sedang menikmati makan siang kami dan dia berdiri terlalu buru-buru sampai kursinya tidak sengaja terlempar, apa itu bisa disebut pelanggaran?" Tanya Axel dengan nada penuh intimidasi, seakan memberikan peringatan agar tidak mengganggu mereka.

Pak Adam menatap sekitar, menoleh kiri dan kanan dengan wajah kebingungan. Juga menatap aku, seolah meminta bantuan karena reputasi kami sebagai guru dipertaruhkan karena keributan didepan umum dan dengan terang-terangan Axel menantang kami.

"Ka-kalian terlihat sedang bertengkar tadi," ucap Pak Adam malah tergagap. Kenapa malah tergagap begitu? Itu menunjukkan kalau dia takut dengan Axel.

"Apa terlihat begitu?" Tanya balik Axel, lagi-lagi dengan senyum sinisnya dan kali ini dengan melirik aku.

"Kita selesaikan saja ini diruang kesiswaan, ayo kita bawa mereka keruang kesiswaan!" Sahutku yang mengambil alih situasi karena percuma saja disini akan menurunkan wibawah kami sebagai guru didepan murid yang lain.

"Bu Nadia, apa Ibu membawa kami keruang kesiswaan karena aku dan Stela membolos saat mata pelajaraan Ibu tadi?"

Aku mengerutkan dahi, aku tidak sedang membahas masalah mereka yang membolos karena yang sekarang dipermasalahkan bukan itu namun begitu aku melihat wajah ketakutan Carlo dan terus menunduk, aku jadi mengerti dengan apa yang terjadi disini tapi apa benar Axel akan bersikap sebaik itu pada temannya?

"Ayo kita keruang kesiswaan dan membahas alasan kalian membolos tadi!" Ucapku pada akhirnya, apapun alasannya kami harus keluar dari ruang publik ini.

Stela menoleh pada Axel yang mengulurkan tangan padanya dan dengan senang hati Axel menerimanya, berjalan sambil bergandengan tangan keruang kesiswaan dengan tanpa beban sama sekali. Meninggalkan Aku dan Pak Adam yang mengikuti langkah mereka dibelakang. Haruskan mereka bermesrahan begitu didepan guru? Mereka benar-benar seperti murid yang tidak punya etika.

Bahkan jika sudah ada perjanjian poin 1. Tidak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing, namun rasanya tetap saja tidak nyaman melihat Axel bergandengan tangan dengan wanita secara langsung begini.

Aku hanya bisa tersenyum sinis, tidak tahu sengaja atau tidak namun Axel berhasil membuat kekesalan berkali-kali lipat dihatiku sekarang, sampai aku harus menahan desisannya dengan menggigit bibir bawah dan berulang kali memejamkan mata untuk menenangkan diri.

"Aku hanya kesal karena dia tidak beretika, itu saja!" gumamku, mencoba mengembalikan akal sehatku yang sepertinya mulai kacau.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   7. MENANTANG GURU

    "Maaf membuat Bu Nadia tidak nyaman karena sikap guru-guru tadi!" Aku menoleh, tidak mengerti atas pernyataan Pak Adam barusan, bukan apa atau bagaimana tapi aku benar-benar merasa tidak ada yang salah sampai membuat aku harus berada dalam situasi tidak nyaman. "Serius Bu Nadia tidak merasa?" Tanya Pak Adam dengan pandangan heran. Aku menggeleng dengan raut bingung. "Bu Nadia tidak merasa kalau guru-guru yang ada diruang guru tadi sedang menjodoh-jodohkan kita?" "Kenapa guru-guru menjodohkan kita?" Tanyaku yang benar-benar tidak menemukan alasan untuk tidak bertanya karena aku yakin tidak ada apapun yang terjadi diantara kami sehingga harus dijodoh-jodohkan seperti itu. Kali ini Pak Adam tertawa, seakan tengah menertawakan kebodohanku yang tidak menyadari situasi kami namun aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dia katakan sebelumnya, jadi aku hanya diam tanpa memberikan reaksi apapun. "Sepertinya

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   6. TIDAK BISAKAH MEREKA MENGHARGAI AKU?

    "Stela!" Padahal aku baru saja masuk kedalam kelas namun Axel malah bergegas keluar dari kelas karena mengejar Stela yang keluar kelas lebih dulu, tidak ada kalimat minta izin, bahkan menoleh pun tidak. Dia benar-benar tipikal murid yang sama sekali tidak menghormati guru. Aku tertegun beberapa saat, menatap punggungnya yang menjauh dari pandangan dan akhirnya menghilang dibalik pintu kelas yang masih terbuka. Semakin diperhatikan wajahnya memang semakin mirip dengan Kak Ariel, hanya saja sikap mereka berdua benar-benar berbeda. Padahal mereka bukan saudara kembar, bagaimana mungkin bisa semirip itu? "Bu!" Aku gelagapan ketika Carlo menyadarkan aku dari renungan panjang karena terlalu memikirkan Axel yang keluar kelas tadi. Padahal pagi ini aku yang membangunkan dia sehingga dia tidak terlambat kesekolah tapi tetap saja dia membolos. "Apa tadi mereka izin pada kamu kemana mereka pergi?" Tanyaku yang menanyakan hal tersebut pada

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   5. JAGA BATASAN

    1 hari sebelum pernikahan Setelah menunjukkan Kak Ariel yang koma dan dirawat dirumah mereka dengan alat lengkap lalu diputuskan kami akan menikah besok, kini Axel membawa aku keluar rumahnya, mengatakan aku butuh membereskan barang-barangku namun yang terjadi dia malah membawa aku ke Club malam. "Kenapa kita ke Club?" Tanyaku yang merasa ini jauh dari rencana awal kami dan aku berhak untuk bertanya kenapa dia merubah rencana kami. Tidak menjawab dan malah memperhatikan pintu keluar Club seakan apa yang aku tanyakan bukan apa-apa dan sepertinya aku sudah sedikit terbiasa diacuhkan, terbiasa seperti seorang yang bicara dengan tembok. "Kita harus kekosan aku untuk mengambil beberapa barang, kamu tidak bisa seenaknya mengganti rute perjalanan kita tanpa konfirmasi lebih dulu..." "Berisik!" Kututup mulutku rapat-rapat. Benar! Aku merasa jadi sangat cerewet sekarang padahal aku biasanya tidak begini. Mengetahui Kak Ariel koma dan ternyata yang besok menikah dengan aku adalah Ax

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   4. BUKAN PERNIKAHAN IMPIAN

    "Saya terima nikah dan kawinnya Nadia Elsavira binti Sultan Mahardika dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." "Sah!" Aku duduk lesu diatas karpet merah, mataku berkaca-kaca menatap bawah. Di sampingku, Axel dengan ekspresi datar bersikap acuh setelah ucapan sah dari penghulu. Suasana di ruang mewah itu terasa hampa dan sepi setelah kami berdua sah menjadi suami istri. Tidak ada kebahagiaan atau suka cita dalam pernikahan yang selalu menjadi mimpi indah kehidupan karena yang tampak nyata adalah kegelapan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan yang terpancar dari wajah sendu kami berdua. Seakan kemalangan terus menerus menerus menghantui kami, sebuah kecelakaan yang membuat aku harus hamil anak Kak Ariel dan sekarang malah terjebak dalam pernikahan dengan Axel. "Kalian sudah sah jadi sudah diperbolehkan untuk bersalaman," ucap penghulu itu mengintrupsi karena kami masih mematung dalam posisi masing-masing bahkan setelah sah. Tanpa kata, Axel berdiri dan berbalik masuk kedalam

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   3. AXEL DAN BUKAN ARIEL?

    Om Adipati membawa aku kemeja makan dan disana sudah ada Tante Marisa yang seperti memberikan intruksi pada para pembantu dan chef untuk menyiapkan makan malam sehingga sesuai dengan keinginan mereka. Sampai detik ini aku hanya berani mengira-ngira siapa Axel sebenarnya. Melihat foto keluarga yang pampang jelas sebelum masuk keruang makan ini, membuat aku tertegun sejenak karena aku melihat Kak Ariel yang berdiri beriringan dengan Axel yang membuat aku mengambil kesimpulan mungkin keduanya adalah saudara. Kalau memang begitu, pantas saja warna mata mereka sama. Tapi bagaimana ini? Apa Kak Ariel akan marah karena aku sudah menghukum adiknya seperti itu? Bagaimana kalau Axel mengadu pada Kak Ariel kalau aku sudah memukul telapak tangannya dengan rotan. "Nadia, kenapa melamun?" Tanya tante Marisa sambil menggenggam tanganku hangat. "Saya..." terlalu bingung dan canggung, itu adalah yang aku rasakan sekarang karena memang hanya satu kali saja bertemu dengan keluarga Kak Arial dan

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   2. MURID HARUSNYA TIDAK BERKASTA

    Membalikkan tubuh ke kanan dan ke kiri tidak membuat aku tenang. Aku benar-benar tidak tenang dengan apa yang aku lakukan hari ini. Hukuman yang tadi aku lakukan tidak salah namun kemarahan yang aku selipkan disana membuat aku benar-benar merasa bersalah. Tidak seharusnya aku melakukan itu! Kulirik jam dinding dikamarku dan semakin larutnya malam membuat aku heran dengan Maya yang tidak pulang kekosan kami. Kuraih handphone ku untuk memeriksa barang kali dia meninggalkan pesan yang ternyata tidak sama sekali. Kemana dia? Dia tidak pernah begini. "Kenapa Maya jadi begini?" Tanyaku pada diri sendiri. Berulang kali aku pikirkan alasan kemarahannya pun tetap tidak aku temukan. Aku bingung. Sangat bingung sampai tidak tahu lagi bagaimana harus memperbaiki hubungan persahabatan kami yang semakin lama semakin merenggang karena dinginnya komunikasi diantara kami. Kuputuskan bangkit dari tidurku, toh percuma saja karena aku juga tidak akan bisa tidur dengan banyak pikiran yang bertumpuk-tum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status