Pikirannya kalut. Jika Genta benar-benar dipenjara, ia tak punya siapa-siapa lagi untuk diandalkan.
Ia duduk di kamarnya yang pengap, menatap kosong ke dinding. Tangannya gemetar meraba perutnya yang masih rata, lalu mencengkeramnya dengan penuh emosi."Kenapa aku harus beneran hamil, sih?!" gerutunya lirih, penuh kemarahan yang ia sendiri tak tahu harus ditujukan kepada siapa.Beberapa waktu yang lalu, ia melakukan test pack, dan hasilnya dua garis merah. Ia hamil. Benar-benar hamil. Bukan hanya sekali, ia melakukan test itu berkali-kali, dan hasilnya tetap sama. Dua garis merah.Test pack itu tergeletak begitu saja di lantai. Benda kecil itu seakan mengejeknya, mengingatkannya pada kesepakatan yang telah ia buat dengan Genta.Ia menutup wajah dengan kedua tangan, bahunya bergetar hebat. Terbayang kembali malam di mana ia menerima kesepakatan itu.Genta akan melakukan apa saja sesuai permintaannya. Saat itu, ia berpikir hanya ak