TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR

TERPAKSA MENIKAHI CALON ADIK IPAR

last updateLast Updated : 2025-06-06
By:  TrianaRUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
13Chapters
274views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aku terpaksa menikahi pacar adikku yang sudah berbadan dua sebagai bentuk tanggung jawab keluarga, karena adikku meninggal seminggu sebelum pernikahannya. Kuhina, kumaki-maki bahkan kusiksa mental dan batinnya, tak kuturuti ngidamnya karena dialah penyebab semua kekacauan terjadi. Kupikir dia hanya akan menangis dan tak berani padaku, tak kusangka dia justru ....

View More

Chapter 1

Part 1

"Jangan manja! Jangan minta aneh-aneh! Udah untung aku nikahi! Jangan ngelunjak kamu!" bentakku padanya.

Cahaya tersentak, matanya berkaca-kaca. "Mas, aku kan cuma minta dibelikan kelapa muda, tapi kenapa Mas marah-marah?" tanyanya dengan suara gemetar.

"Hei, apa kamu gak sadar? Kamu itu penyebab semua kekacauan terjadi! Jadu jangan pernah minta atau berharap apapun sama aku!" bentakku kasar.

Perempuan dengan perut buncit itu tertunduk, menahan isaknya, bahunya bergetar. Aku bisa melihat air matanya jatuh satu per satu. Tapi aku gak peduli.

Gara-gara dia semuanya jadi berantakan, adikku meninggal karena kecelakaan, dan sekarang aku harus bertanggung jawab atas hal yang tidak kulakukan.

Aku juga terpaksa berpisah dengan kekasihku demi menikahinya yang sudah berbadan dua.

Teringat kejadian delapan bulan yang lalu ....

"Menikahlah dengan Cahaya, Nak."

Aku terdiam mendengar permintaan Mama, di tengah gejolak musibah dan kesedihan yang terjadi.

"Kasihan gadis itu. Ini juga demi keluarga kita."

"Mama bilang kasihan sama gadis itu tapi gak kasihan sama aku?"

Mama menatapku penuh harap dengan mata yang begitu sembab dan berkaca-kaca, ia menggeleng perlahan.

"Bukan seperti itu, Nak. Tapi---"

Aku mengepalkan tangan di bawah meja makan, rahangku mengeras saat kata-kata Mama masih menggantung di udara.

"Kamu satu-satunya yang bisa menyelamatkan nama baik keluarga," suara Mama lirih, tapi penuh penekanan.

Aku mendongak, menatapnya.

"Seminggu lagi, Langit harusnya menikah dengan Cahaya. Seminggu lagi. Persiapan pernikahan semuanya sudah siap. Tapi sekarang dia udah nggak ada ...." Mama menunduk, berusaha menahan air matanya.

"Kami tahu ini berat buat kamu, Nak. Tapi pernikahan ini sudah diumumkan, keluarga Cahaya juga bergantung pada kita. Kalau batal, mereka akan menanggung malu..."

"Makanya jadi cewek itu jangan murahan! Sekarang yang gak tau apa-apa harus kena getahnya juga!"

"Angkasa, ini bukan hanya salah Cahaya, tapi juga salah mendiang adikmu! Dan ini juga salah kami karena tak bisa mendidiknya dengan benar."

Aku mengusap wajah, kesal dan juga sesak. Semua rencana yang sudah kususun berantakan begitu saja.

"Tolong jangan ungkit yang sudah terjadi, Nak. Kita fokus solusi. Ini jalan terbaik untuk semuanya." Kali ini Papa angkat bicara.

Semuanya. Tapi tidak untukku.

Aku menghela napas panjang, menekan semua beban yang menyesaki dada.

"Aku setuju." akhirnya aku membuka suara.

Mama dan Papa langsung menatapku penuh harap, tapi aku mengangkat tangan sebelum mereka sempat bicara.

"Dengan satu syarat." Tatapanku tajam, menatap langsung ke mata mereka. "Setelah pernikahan terjadi, kalian nggak boleh ikut campur dalam rumah tanggaku. Aku akan menjalankan tanggung jawabku, tapi dengan caraku sendiri."

Mama tampak ragu, tapi akhirnya mengangguk dengan mata berkaca-kaca. "Baik, Nak."

Dan akhirnya pernikahan itupun terjadi karena keterpaksaan.

Mama menatapku dengan khawatir saat aku mengatakan akan langsung memboyong Cahaya ke Surabaya.

"Nak, kenapa buru-buru? Paling tidak tunggu beberapa hari di sini, biar semuanya tenang dulu," bujuknya dengan suara lembut.

Aku menggeleng tegas. "Pekerjaanky sudah menunggu. Aku harus pergi, Ma."

Mama terdiam, seolah ingin membantah, tapi ia tahu aku takkan mengubah keputusan.

Akhirnya, di hari ketiga setelah pernikahan, aku membawa Cahaya ke Surabaya. Perjalanan panjang itu terasa begitu menyesakkan. Cahaya hanya diam dan terlihat bersedih. Aku tidak peduli. Aku menyetir dengan pikiran yang penuh amarah dan penyesalan.

Sesampainya di rumah, aku langsung masuk tanpa menoleh ke arahnya. Aku tidak peduli apakah dia mengikutiku atau tidak.

"Mas ..." suaranya terdengar ragu dari belakangku.

Aku berhenti. "Mulai sekarang, aku akan menjalankan tanggung jawabku. Tapi jangan pernah berharap lebih."

Cahaya menunduk.

Hari-hari setelah itu berjalan dengan dingin. Aku tetap pulang ke rumah, memastikan kebutuhan Cahaya terpenuhi, tapi aku tidak pernah benar-benar ada untuknya. Kami lebih seperti dua orang asing yang terjebak dalam satu atap.

Dering ponsel membuyarkanku dari lamunan. Kuraih ponsel di saku kemeja. Nama Elena tertera di layar. Aku tersenyum cerah, mendapati wanita yang sangat kucintai menelepon.

“Hallo, Sayang?”

“Hallo, Mas, Mas kapan mau ke sini? Aku udah nungguin dari tadi,” ucapnya di seberang telepon dengan nada manja.

“Aku otewe ke ssana sekarang, Sayang. Kamu mau dibawain apa?”

“Mas, aku mau es kelapa muda dan jangan lupa nasi padang ya!”

“Siap, Sayang. Tunggu aku ya."

Aku menutup panggilan telepon itu. Kulihat Cahaya langsung pergi dengan ekspresi entah. Ah, apa peduliku?

Kuraih kunci mobil dan bertolak ke kediaman Elena. Di tengah jalan, aku membeli pesanan Elena, Nasi padang dan juga es kelapa muda. Untuk sejenak, aku terdiam mengingat permintaan Cahaya tadi. Untuk pertama kalinya dia meminta padaku, hanya kelapa muda, tapi aku justru membentaknya sampai menangis.

Aku menghela napas panjang, lalu membeli kelapa muda utuh, akan kuserahkan pada Cahaya nanti setelah pulang dari rumah Elena. Kalau tidak lupa.

Setengah jam kemudian aku sampai, Elena menyambutku dengan antusias.

“Akhirnya kamu datang juga, aku kangen, Mas.”

Aku membalas pelukannya, mencium keningnya lembut. “Aku juga kangen, Sayang. Ayo kita makan dulu.”

Elena mengangguk. Kami makan dengan lahap.

“Mas, hari ini kita jalan-jalan yuk! Aku suntuk di rumah.”

“Iya, Sayang.”

Gegas, Elena Bersiap-siap, mengenakan dress selutut dan cardigan rajut yang tampak elegan saat dipakai. Bibirnya yang merah cerah melengkungkan sebuah senyuman manis.

“Mas, ini kelapa muda siapa?” tanya Elena saat masuk dalam mobil.

“Oh, itu untuk Cahaya tadi dia minta dibelikan kelapa muda.”

Mendengar jawabanku seketika ekspresi Elena berubah. “Jadi kamu peduli sama dia? Jangan-jangan kamu sudah menyentuhnya? Katanya kamu menikahinya karena terpaksa, tapi kenapa---”

“Elena, dengarkan aku. Dugaanmu tidak benar, seujung kukupun aku tak menyentuhnya sama sekali. aku kan sudah terbuka sama kamu, aku menikahinya sebagai bentuk tanggung jawab keluarga. Itu saja.”

“Kau sudah janji kan, setelah bayi itu lahir kau akan menceraikannya?”

“Ya, tentu saja.”

“Aku pegang janjimu itu, Mas!”

“Hmmm …”

Dering ponsel menghenyakkan kami. Aku meraih ponsel, ternyata dari Mama.

“Hallo, Ma.”

“Hallo, Nak. Kami sedang perjalanan ke rumahmu.”

“Mama mau ke sini?”

“Iya, Nak, Kami ingin mendampingi Cahaya. HPL-nya sudah semakin dekat. Mama juga akan menginap di rumahmu sampai cucu Mama lahir.”

Deg! Ucapan Mama di seberang telepon membuatku kelimpungan.

“Mama udah sampai mana?” tanyaku sedikit gugup.

“Kata Papamu setengah jam lagi sampai. Mama udah gak sabar ingin ketemu Cahaya.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
13 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status