Eliska menatap Uraga lagi. Pemuda itu memakai topeng hitam motif ular piton yang menyembunyikan ekspresi wajahnya. Meski begitu, auranya yang dingin dan berjarak tetap terpancar. Yang disukai banyak orang darinya mungkin adalah sikap elegannya yang seperti pemuda bangsawan.
Mereka ingin bermain-main dengan Uraga, melihatnya tenggelam dalam hasrat hingga lupa diri dan memohon untuk dipuaskan. Rasanya mungkin seperti memetik bunga langka dari puncak gunung.
Jika Eliska tidak membutuhkan bantuan Uraga sebagai pengalih perhatian, dia juga akan menjaga jarak dari orang seperti itu.
Di tempat seperti Paviliun Mekar, makin rupawan seseorang, makin berbahaya dirinya. Pendukung mereka juga tentu saja tidak sederhana.
"Kalau aku nggak mengingatmu, mana mungkin aku datang ke Paviliun Mekar hari ini?" balas Eliska, ikut bersandiwara. Dia mendekat dan duduk di sampingnya, lalu berucap lagi, "Pengawasan keluargaku sangat ketat, nggak mudah untuk datang menemuimu. Tolong pijatkan dahiku."
Uraga menat