Diantara semua kekacauan itu, yang paling shock tentu saja adalah matan maduku, wajahnya merah padam menahan emosi, berikut juga kedua orang tuanya.
"Pak Hediyanto, bagaimana ini, apa solusi atas masalah anakmu?"
"Tenang mari kita bicarakan dulu," ajak Pak Hedi sambil mengarahkan Ayah Soraya ke dalam sana.
"Tidak usah Abi, aku sudah tak bisa terima semua ini!" teriak Soraya meradang.
"Dengar Nak Soraya, mungkin Wira terkena sindrom kebingungan menjelang pernikahan, itu wajar karena pernikahan adalah tanggung jawab besar," bujuk ibunda Wira.
"Dengar, para hafirin saya hanya klien Wira yang berinvestasi di bank tempat dia bekerja, saya tidak punya hubungan lebih dari itu, karenanya saya mohon izin pamit dulu ya," kataku sambil menangkupkan kedua belah tangan lalu membalikkan badan dan melangkah pergi.
"Gak bisa, aku ingin bertanggung jawab atas apa yang terjadi di antara kita, Mbak," ucapnya sambil mencekal pergelangan tanganku.
"Apa yang terjadi?!" Aku menepis genggamannya sementara o