Sementara Dokter Siska masih memeriksa Adit di kamar lantai dua, Pak Darmawan dan Nyonya Inara bergegas menuju kamar mereka. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran keduanya sejak melihat reaksi Dinda tadi malam.
Setelah menutup pintu kamar dengan rapat, Pak Darmawan langsung mengungkapkan keresahannya.
"Menurutku... sikap Dinda tadi itu aneh," katanya sambil melepaskan jas yang masih dikenakannya. "Terlalu berlebihan untuk ukuran perhatian biasa kepada anak buah."
Nyonya Inara mengangguk sambil duduk di tepi ranjang. Kekhawatiran yang sama telah menggelayuti pikirannya sejak tadi.
"Iya... aku khawatir jika... Dinda menyukai Adit," ucapnya pelan, seolah takut kata-katanya sendiri menjadi kenyataan.
Pak Darmawan mengernyitkan dahi. "Seharusnya tak mungkin kan? Dinda sudah bersuami. Dan lagipula, Adit mana berani macam-macam dengan putri majikannya sendiri."
"Adit memang tidak macam-macam. Anak itu sopan dan baik," kata Nyonya Inara sambil memijat pelipisnya yang terasa pusing. "Tapi Din