Chapter: 83 – Rencana Ke DepanLangit Jakarta mulai memerah saat mobil yang ditumpangi Wira, Raka, dan Suryo memasuki halaman rumah. Jam baru menunjukkan pukul tiga sore, namun suasana rumah sudah tampak hidup. Bau cat menyambut dari balik pagar, bercampur dengan semilir angin sore yang membelai lembut wajah mereka. Beberapa pekerja tukang tampak sibuk merampungkan bagian luar rumah yang masih dalam proses pengecatan, menambahkan nuansa rumah yang sedang dibenahi demi menyambut lembaran baru dalam kehidupan mereka.Sekar membuka pintu lebih dulu, disusul Dian yang melambaikan tangan dari ruang tamu."Assalamualaikum!" seru Raka antusias, berlari kecil sambil membawa miniatur katalog ranjang dari toko perabotan."Waalaikumsalam, Sayang!" Sekar menyambut dengan pelukan hangat, menunduk dan mengecup kening putranya yang kini terlihat sangat semangat. "Seru ya, hari ini?""Seruuuu banget, Ma! Tadi Raka pilih sendiri ranjang buat kamar Raka. Papa sempat enggak setuju, tapi akhirnya Raka menang!" jawabnya penuh semangat.
Terakhir Diperbarui: 2025-05-24
Chapter: 82 – Pertemuan Tidak TerdugaUsai menikmati sarapan lezat yang disiapkan dengan penuh cinta, Wira pun bersiap pergi ke toko perabotan bersama Raka dan ayahnya—Suryo. Raka terlihat sangat antusian. Ia sudah mengenakan setelan kaos warna maroon bergambar dinosaurus kesukaannya."Papa, hari ini kita jadi beli kasur dan lemari, kan?" tanyanya sambil memasang tali sepatu.Wira tertawa pelan. "Jadi dong. Udah rapikan. Kalau sepatunya sudah terpasang dengan benar, kita langsung berangkat."Setelah semuanya siap, Wira, Raka dan Suryo pun duduk manis di dalam mobil, melaju menuju pusat toko perabotan dan properti ternama di bilangan Jakarta Selatan. Raka duduk di kursi belakang, menempelkan wajahnya ke jendela, menatap gedung-gedung tinggi yang menjulang. Hari itu ia terlihat lebih dewasa dari biasanya, mungkin karena ia merasa akan memiliki ruang pribadinya sendiri untuk pertama kalinya.Sesampainya di toko, Raka langsung menarik tangan papanya. "Papa, lihat! Yang ini keren banget! Ranjangnya ada lampu di bawahnya. Keren
Terakhir Diperbarui: 2025-05-24
Chapter: 81 – Sop Buatan Chef HebatAroma tumisan bawang putih dan lada hitam menyeruak ke seluruh penjuru rumah. Sekar berdiri di depan kompor, mengenakan apron biru muda yang dulu sempat dibelikan Wira tapi tak pernah sempat ia pakai. Di sampingnya, Wira tengah sibuk mengaduk kuah sup udang sambil sesekali mencuri pandang ke wajah istrinya yang terlihat begitu tenang pagi ini."Kamu yakin ini garam, bukan gula?" tanya Wira sambil mengangkat sendok kecil dan mencicipi kuah sup.Sekar menoleh dengan senyum menggoda. "Itu garam, Pak Koki. Tapi kalau kamu mau sup udang rasa kue ulang tahun, silakan tambahkan gula sekalian. Kalau perlu tambahkan keju dan cokelat."Wira tertawa. Tawanya ringan dan jujur, seperti laki-laki yang sedang menikmati kebahagiaan kecil yang selama ini dirindukannya."Lucu ya," ucap Sekar sambil membalik stik daging di atas wajan. "Dulu, waktu aku bangun pagi buat masak, kamu masih meringkuk di kasur. Kadang aku udah selesai masak pun kamu masih belum bangun."Wira terkekeh, lalu melirik ke arah jam
Terakhir Diperbarui: 2025-05-24
Chapter: 80 – Kembali Ke Rumah LamaLangit pagi di Depok tampak cerah. Matahari baru saja muncul dari balik pepohonan, menyebarkan cahaya keemasan yang hangat. Di halaman rumah kecil itu, suara koper yang digeser dan tawa ringan Raka mengiringi keheningan pagi. Hari ini, Wira mengajak Sekar dan Raka untuk kembali ke Jakarta. Menempati kembali rumah yang dulu pernah mereka tinggali, sebelum semuanya runtuh karena pengkhianatan dan luka.Wira berdiri di depan pintu, memandangi aktivitas kecil keluarganya. Sekar tengah melipat pakaian terakhir, memastikan tak ada yang tertinggal. Sementara Raka sibuk memeriksa mainan-mainan yang akan dibawa. Matanya berbinar, meskipun raut wajahnya tampak menyimpan haru."Kita beneran pindah ke Jakarta, Ma?" tanya Raka lirih, memeluk boneka dinosaurusnya erat.Sekar menunduk, mengusap kepala anak itu lembut. "Iya, Sayang. Kita akan tinggal di rumah Raka lagi. Rumah yang dulu pernah mama tinggali berdua sama papa, sebelum Raka lahir ke dunia. Tapi sekarang, kita mulai dari awal. Dengan hati
Terakhir Diperbarui: 2025-05-24
Chapter: 79 – Lebih Enak Dari BiasanyaFajar belum menyingsing sempurna ketika Raka terbangun dari tidurnya. Kamar itu masih gelap, hanya diterangi cahaya samar dari lampu malam di sudut ruangan. Namun, matanya langsung terbuka lebar, tidak karena mimpi buruk atau suara gaduh, melainkan karena kehangatan yang luar biasa menyelubunginya. Di sisi kanan tidurnya, ada Mama Sekar. Di sisi kiri, ada Papa Wira. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Raka terbangun di antara dua orang yang paling ia cintai dalam satu ranjang yang sama.Ia menatap wajah Wira dengan mata berbinar, lalu menoleh pelan ke arah Sekar. Mulut mungilnya tersenyum kecil. Tangannya yang kecil terulur, menyentuh pipi Wira, lalu pipi Sekar. Gerakan lembut itu membuat keduanya menggeliat pelan dan membuka mata."Mama... Papa... Raka sayang banget sama Mama dan Papa..." bisiknya lirih namun penuh makna.Sekar tersenyum mengantuk, matanya masih setengah terbuka. "Sayang Mama juga, Nak..."Wira yang mulai sadar, menoleh dan menatap ana
Terakhir Diperbarui: 2025-05-24
Chapter: 78 – Sekali Lagi, Di Hadapan AllahBeberapa hari setelah Wira menyampaikan niatnya kepada orang tua dan melamar Sekar untuk kedua kalinya kala itu, segalanya bergerak cepat, namun dalam suasana yang tenang dan penuh pertimbangan. Bukan lagi seperti dua orang muda yang terburu-buru oleh nafsu dan ego, kali ini Wira dan Sekar melangkah dengan kepala dingin dan hati yang terlatih oleh luka.Mereka sepakat: tidak perlu pesta besar. Tak perlu gaun pengantin mewah, panggung pelaminan, apalagi daftar undangan panjang. Mereka hanya ingin saksi, doa, dan keberkahan. Pernikahan kali ini bukan untuk dunia, tapi untuk memperbaiki takdir yang sempat retak. Ijab kabul akan dilangsungkan di ruang tamu rumah Sekar di Depok, sederhana, hangat, dan sakral.Selama beberapa hari, mereka sibuk mengurus dokumen. KTP, KK, surat pengantar RT/RW, hingga surat rekomendasi dari KUA. Sekar sempat merasa gugup saat mendatangi kantor kelurahan. Petugas mengenalnya dan menatapnya penuh tanya. Tapi ia sudah siap. Ia tidak merasa harus menjelaskan apa
Terakhir Diperbarui: 2025-05-24
Chapter: Maunya BersamaBeberapa minggu terakhir yang ia habiskan bersama Bastian, justru membuat malam ini terasa begitu canggung bagi Rania. Ia menatap putranya yang sudah terlelap di atas ranjang besar miliknya. Rania memang enggan berpisah dengan Bintang, sebab itu ia memutuskan agar anak semata wayangnya itu tetap tidur di kamar pribadinya malam ini.Perlahan, Rania merebahkan tubuh di samping sang buah hati. Ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa ikut terlelap. Namun sayangnya, kelopak matanya seolah menolak untuk tertutup. Ada perasaan ganjil, sebuah rindu yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata.Akhirnya, ia bangkit. Melangkah pelan menuju dinding kaca di sisi kamar. Ia membuka pintu geser itu, lalu keluar ke balkon. Berdiri menyandarkan kedua tangannya di pagar besi, seraya memandangi taman belakang rumahnya yang terlihat tenang dan indah diterpa cahaya lampu taman.Kenapa Mama tidak menikah saja dengan Papa?Pertanyaan Bintang yang terlontar di rumah sakit beberapa hari lalu kembali terngiang di
Terakhir Diperbarui: 2025-04-13
Chapter: Berpisah“Selamat pagi, Bintang…” Dengan senyum merekah, Nora dan Prakas datang dengan sebuah buket bunga berukuran besar. Mereka sengaja memesan buket khusus untuk cucu mereka yang kini kondisinya sudah jauh lebih baik.“Terima kasih, Oma,” balas Bintang.“Bintang sekarang sudah segar ya, sudah ganteng. Hari ini, kita akan pulang ke rumah. Tapi oma sedih deh, karena nggak akan bisa bebas lagi bertemu dengan Bintang.” Nora sedikit cemberut. Namun manyun itu malah membuat Bintang tertawa.“Siapa bilang jeng Nora dan mas Prakas tidak bisa bebas datang ke rumah. Kalian bisa datang kapan pun untuk bertemu dengan Bintang. Selama di rumah sakit, kami sadar kalau ikatan darah tidak dapat dipisahkan begitu saja,” ucap Rita.“Iya, Tante. Tante dan om boleh kok datang kapan saja dan bertemu dengan Bintang.” Rania menggenggam lembut tangan kanan Nora.Nora tersenyum lembut. Ia belai pipi Rania sekali, lalu ia pun kembali mengalihkan pandangan ke arah Bintang. “Terima kasih, Rania. Kamu memang sangat baik
Terakhir Diperbarui: 2025-03-11
Chapter: Patah HatiSetelah beberapa jam berada di ruang observasi pascaoperasi, Bastian dan Bintang akhirnya dipindahkan ke ruang rawat inap. Mereka ditempatkan di satu ruangan yang sama, kamar VVIP terbaik di rumah sakit itu, yang telah disiapkan sebelumnya oleh keluarga mereka. Meski keduanya sudah sadar, kondisi mereka masih sangat lemah. Namun, Bastian terlihat lebih baik dibandingkan dengan Bintang yang masih tampak pucat dan lemah.Rania duduk di samping tempat tidur Bintang, menggenggam tangan kecil putranya dengan lembut. Matanya berkaca-kaca melihat kondisi anaknya yang masih begitu rapuh. Sesekali, ia mengusap rambut Bintang dengan penuh kasih sayang. Di tempat tidur sebelah, Bastian menatap ke arah mereka dengan senyum tipis. Meski tubuhnya masih terasa nyeri akibat operasi, hatinya terasa lebih ringan karena telah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan putranya.“Bagaimana perasaanmu?” tanya Rania lirih, suaranya penuh perhatian.Bastian mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja. Jangan khaw
Terakhir Diperbarui: 2025-03-06
Chapter: Operasi pun Dimulai“Hasilnya..." dokter berhenti sejenak, melihat ekspresi cemas mereka. Semua orang yang ada di ruangan itu menahan napas, menunggu kelanjutan dari kalimat dokter."Bastian cocok menjadi donor untuk Bintang."Ruangan itu seketika dipenuhi helaan napas lega. Rania menutup wajahnya dengan tangan, menangis tanpa suara. Bastian mengangguk mantap, matanya berkaca-kaca. Namun, dokter belum selesai. "Namun, ada beberapa hal yang perlu kita diskusikan lebih lanjut. Operasi ini harus dilakukan secepat mungkin."Rania menghapus air matanya dengan cepat. "Secepat mungkin? Seberapa cepat, Dok?""Idealnya, dalam 24 jam ke depan. Kondisi Bintang semakin melemah. Jika kita menunda lebih lama, risiko kegagalan akan semakin besar. Kami akan segera menyiapkan jadwal operasi dan memastikan semua persiapan berjalan lancar."Bastian langsung mengangguk. "Saya siap, Dok. Kapan pun operasi akan dilakukan, saya siap."Dokter tersenyum tipis. "Baik. Kami akan segera mempersiapkan ruang operasi dan tim bedah. Un
Terakhir Diperbarui: 2025-03-04
Chapter: Hasil Pemeriksaan BastianDi dalam ruangan dokter, suasana terasa begitu tegang. Rania menggenggam jemarinya sendiri, sementara Bastian duduk dengan wajah serius menatap dokter ahli yang akan menangani transplantasi hati Bintang."Sebelum kita melanjutkan ke tahap pemeriksaan, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu risiko yang mungkin terjadi dalam operasi ini," ujar dokter dengan nada hati-hati.Bastian mengangguk mantap. "Tolong jelaskan, Dok. Saya ingin tahu semua risikonya."Dokter menarik napas sejenak sebelum mulai berbicara. "Pertama, operasi transplantasi hati merupakan prosedur besar yang memiliki risiko komplikasi. Bagi pasien penerima, dalam hal ini Bintang, ada kemungkinan tubuhnya menolak organ baru meskipun sudah cocok secara medis. Jika ini terjadi, kita harus segera mengambil langkah medis tambahan untuk mengatasinya."Rania menelan ludah, hatinya semakin gelisah. "Lalu bagaimana dengan risiko untuk pendonor? Maksud saya... untuk Bastian?"Dokter menatap keduanya dengan tenang. "Sebagai pendono
Terakhir Diperbarui: 2025-03-02
Chapter: Keputusan BeratRuangan rumah sakit dipenuhi keheningan yang mencekam. Jam dinding menunjukkan pukul dua siang ketika pintu kamar terbuka dan seorang dokter spesialis masuk dengan raut wajah serius. Semua mata langsung tertuju padanya.Dokter itu berjalan mendekati ranjang tempat Bintang terbaring lemah. Ia memeriksa kondisi bocah itu dengan seksama, mencatat beberapa hal di berkasnya sebelum akhirnya menatap seluruh keluarga yang berkumpul di dalam ruangan.“Saya ingin membicarakan hasil pemeriksaan terbaru Bintang,” kata dokter dengan suara tenang namun tegas.Rania menggenggam tangan kecil putranya yang terasa dingin. Hatinya berdebar kencang. Begitu pula dengan Rita, Boby, Nora, Prakas, dan tentu saja Bastian yang berdiri dengan wajah tegang di sudut ruangan.Dokter menarik napas dalam, lalu berkata, “Hasil menunjukkan bahwa Bintang mengalami gagal hati akut. Kondisinya cukup serius, dan kami harus bertindak cepat untuk menyelamatkannya.”Ruangan kembali sunyi. Pernyataan itu seperti petir di sia
Terakhir Diperbarui: 2025-02-19