Cinta yang Salah

Cinta yang Salah

Oleh:  Khanna  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
8
1 Peringkat
40Bab
3.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sekuel Ketika Mertua Ikut Campur Zidan lahir dari keluarga baik-baik dan termasuk keturunan orang kaya. Dia dididik dengan kasih sayang dan pendidikan agama oleh kedua orang tuanya. Salwa dan Lutfan adalah orang tua Zidan, mereka orang terpandang di lingkungannya. Usaha toko yang dikelola bertambah maju setiap tahunnya. Namun, hati Zidan memberontak dan ingin keluar dari zona nyamannya. Akhirnya dia pergi mencari pekerjaan sendiri di luar kota. Sikap Zidan semakin berubah. Didikan dari orang tuanya sejak kecil semakin memudar. Dia bertemu dengan seorang wanita, menurutnya wanita itu cocok dengan kepribadiannya saat ini. Zidan tidak mau kehilangan wanita tersebut meski tidak tahu latar belakangnya dengan pasti. Zidan merencanakan sesuatu untuk bisa mendapatkan wanita tersebut. Karena dia selalu menolak ajakan untuk menikah dengan Zidan. Apakah rencananya akan berhasil? Apakah orang tuanya akan merestui saat mengetahui latar belakang wanita pilihan Zidan?

Lihat lebih banyak
Cinta yang Salah Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Kejora Kasihku Dimanahatimoe
bagus banget
2022-06-11 02:53:46
0
40 Bab
Part 1
Brak! Pintu kamar dibuka paksa oleh seseorang. “Apa-apaan ini! Beraninya kamu berbuat seperti ini dengan pacarku! Br*ngs*k!” umpat laki-laki itu. Aku bergeming dan melihat ke arah laki-laki tersebut. Sedangkan wanita yang tengah memadu kasih denganku, bergegas bangkit dan mencari pakaian untuk menutupi tubuh indahnya. Ia tak mengenakan seutas benang pun. “Kamu ini ya, dasar wanita j*l*ng! Beraninya menghianatiku!” Dia menunjuk wanita yang kini mulai menutupi bagian indahnya. “Heh! Kenapa membuka kamar orang sembarangan kayak gini? Ganggu orang saja! Lagi asik-asiknya malah kamu datang mendobrak p
Baca selengkapnya
Part 2
“Eh tuh, sudah ada Faniza. Hmm … sebenarnya kalian pacaran atau gimana sih, Dan? Nggak jelas banget. Coba dong ditembak kalau kamu suka sama dia. Jadi laki jangan cemen dong.” Nara menunjuk seorang wanita yang tengah duduk menantiku di motor. Aku dan Nara sudah hampir sampai di tempat parkir. “Tanpa pacaran,aku dan dia sudah sering melakukannya kok. Hahaha. Sana pergi, jangan mengganggu waktuku dengannya. Kami akan bersenang-senang.” Aku mengusir Nara, itu sudah biasa kulontarkan sebagai candaan. “Ya, ya, ya … hidupmu terlalu sempurna, Dan. Sialan! Hahaha. Kalau ada apa-apa, kamu harus bertanggung jawab, Dan.” Dia mengatakannya sambil pergi k
Baca selengkapnya
Part 3
“Ay, bangun. Mandi dulu.” Aku mendekatinya dan beberapa kali mendaratkan bibir di telinganya. Saat ditinggal mandi, ternyata dia terlelap tidur. Aku sengaja membiarkannya untuk beberapa saat dan hanya melihat paras cantiknya yang sedang tertidur. Karena hari sudah semakin gelap, akhirnya aku membangunkannya. “Dan, geli. Iya, aku bangun.” Tangannya kembali menyingkirkan wajahku, namun aku tetap saja melakukannya.  “Hehehe. Dan, sudah dong. Aku geli,” ucapnya lagi, menolak perbuatanku. “Bangun dong, Ay. Mandi sana. Aku mau kamu.” 
Baca selengkapnya
Part 4
Jari telunjuk langsung kuletakkan di bibir, agar Faniza tidak lagi mengeluarkan suaranya yang cukup nyaring. “Siapa? Ibumu?” tanya Faniza dengan suara berbisik. Aku mengangguk. “Dan, halo? Ada apa, Dan? Tadi siapa? Apa ada perempuan di kamarmu?” Aku menepuk keningku. Susah payah selama ini aku berbohong, apa hari ini akan terbongkar semuanya? Kebohonganku akan sia-sia? “Hehe, bukan, Bu. Itu suara temanku di kamar sebelah.” Entahlah, ibu akan percaya atau tidak. “Lho, bukannya kamu ngekos di kosan laki-laki? Kenapa ada suara perempuan? Tadi Ibu dengar dia memanggilmu, Dan. Apa Ibu sala
Baca selengkapnya
Part 5
“Ay, kamu selalu membuatku kewalahan. Ahh … nikmat sekali hidup ini. Hidupku sempurna saat denganmu, Ay.” Faniza tidur di sebelahku. Lenganku dijadikan bantalan kepalanya. Jari-jemariku membelai mesra rambutnya yang berantakan. Sisa aktivitas kami bersama. Kamarku menjadi seperti kapal pecah. Handuk dan pakaianku berserakan di lantai. Beberapa tissue bekas tergeletak sembarangan di sana. Benda lentur seperti balon pun kubuang begitu saja setelah mengenakannya. Tidak kupikirkan jika benda cair di dalamnya akan tumpah berceceran. Akan dibersihkan nanti, jika sudah ada kemauan. Saat ini waktunya kami beristirahat untuk sejenak. Mungkin saja, nanti aku menginginkannya lagi. “Kamu capek ya, Ay?” tanyaku lagi.
Baca selengkapnya
Part 6
“Halo Ra, aku mau ke kosanmu. Kamu jangan pergi-pergi dulu. Awas kalau nanti aku sampai di sana, kamunya nggak ada!” Aku menelepon Nara setelah keluar dari kamar mandi. Dadaku belum terbalut oleh kain. Hanya handuk yang menutupi bagian bawah saja. “Mau ngapain  ke sini? Tumben banget. Nggak sama cewek-cewek? Biasanya kuajak pergi selalu ditolak mentah-mentah. Ada saja wanita yang datang ke kamarmu.” Nara menjawabnya dari ujung sambungan. “Hah! Aku lagi males sama mereka. Aku mau tanya pendapat sama kamu, Ra.” Aku meletakkan ponsel di nakas dan meninggikan volume suara. Tanganku sibuk mencari baju untuk dipakai. “Haha. Tumben-tumbennya nih. Iya cepat sini. Aku jadi penasaran. Zidan, laki-laki yang katanya sempurna ini bisa galau juga. Hahaha.” “B*cotmu!
Baca selengkapnya
Part 7
Sarapan di piring sudah ludes masuk ke dalam perut. Nara yang kembali membereskan segalanya. Piring kotor dan sampah ia letakkan di tempat semestinya. “Kamu mau ngomong apa, Dan? Aku penasaran banget.” Dia mendekatiku. Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Semoga setelah aku berbicara kepada Nara akan ada kesimpulan dan solusi terbaik. “Tentang Faniza, Ra. Aku mau menikahinya, tapi dia selalu menolak. Aku bingung, padahal wanita lain ingin sekali menikah denganku. Ini malah ditolak terus.” Raut wajahku mendadak sayu. “Ngapain menikah? Kalian sudah biasa berhubungan badan ‘kan? Hahaha.” Nara justru meledekku. Keningnya pun mengernyit. Dasar memang. “Jangan gitu dong. Tau sendiri kan, pekerjaan Faniza kayak apa? Aku mau dia berhenti dari dunianya yang suram itu. Aku mau semua milikny
Baca selengkapnya
Part 8
“Dan, jemput aku di bandara sekarang juga.” “Lho, Ay. Ngapain di situ?” “Jemput aku dulu. Ceritanya nanti kalau sudah ada kosanmu. Aku tunggu, cepat ya.” “Iya, Ay.” Panggilan itu terputus. Ternyata yang menghubungiku adalah Faniza. Dia memintaku untuk menjemputnya di bandara. Aku bingung, kenapa dia berada di tempat seperti itu? Bukannya dia sedang bekerja melayani om-om? “Ra, aku pergi dulu. Kamu pulang pakai ojek online saja ya? Ini masalah penting.” Aku bergegas membereskan barang-barang yang kubawa ke dalam tas. “Masalah penting apa?” Nara melihatku menunggu jawaban. “Biasalah, tentang Faniza. Sudah ya, aku pergi dulu.” “Dasar bucin!” ejeknya.
Baca selengkapnya
Part 9
“Eh Dan, ngapain pegang begituan? Mainnya nanti ‘kan?” Baru saja selesai membuat lubang-lubang untuk menembus pertahanan, Faniza muncul di belakangku. Untung saja, jarumnya tidak terlihat. Aku langsung menggenggamnya meski terasa pedih tertusuk. Demi cinta, aku rela berkorban. “Iya nanti, Ay. Aku hanya mau lihat saja benda ini sebelum digunakan. Seringnya sudah terisi sama cairan kenikmatanku. Hahaha.” Senyum mengembang di bibir meski tanganku menggenggam jarum yang tajam. “Ada-ada saja kamu, Dan. Aku kira sudah nggak sabar.” “Sabar dong. Ada saatnya nanti aku bersenang-senang denganmu, Ay. Kamu bisa istirahat  dulu.”
Baca selengkapnya
Part 10
“Nggak ah, ngapain aku pergi ke sana. Mendingan sih buat tidur aja.” “Payah! Diajak senang-senang malah nggak mau.” “Biarlah, aku takut dosa! Dah ya, aku pulang dulu. Selamat bersenang-senang saja. Hahaha.” Nara pergi mencari motornya. “Hah! Payah! Nggak ada yang bisa diajak untuk bersenang-senang. Hmm, apa aku ajak Henri saja ya?” Aku duduk di atas motor untuk sejenak memikirkan hal yang tidak teramat penting. Di dalam kepalaku hanya memikirkan kesenangan saja. Padahal usiaku akan menginjak 25 tahun. Ya, begitulah jika masa laluku dalam pantauan orang tua yang begitu ketat. Merasakan kebebasan dan kesenangan saat usia semakin bertambah dewasa.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status