Cinta CEO Kembar
Medina menyimpan luka kelam yang tak pernah sembuh—pernah dilecehkan di masa remaja, dalam keadaan rapuh, dan mirisnya hingga kini ia tak pernah tahu siapa pelakunya. Bertahun-tahun berlalu, Medina kembali dengan wajah baru. Bukan lagi gadis lemah, melainkan wanita cerdas dan berkelas. Namun, takdir mempertemukannya kembali dengan Shinji, pria arogan yang dulu menjadi salah satu mimpi buruknya. Lalu muncullah Shenoval—kembaran Shinji yang misterius, penuh rahasia, dan perlahan mengaitkan dirinya dengan potongan masa lalu yang hilang. Di antara cinta, dendam, dan luka lama yang siap terbongkar, Medina harus memilih: mencari kebenaran tentang pelaku yang menghancurkannya, atau terjerat cinta pada salah satu dari dua CEO kembar yang sama-sama berbahaya.
Read
Chapter: Bab 35: Mata Tajam SelenaMalam sudah jatuh sepenuhnya. Lampu gantung di ruang makan apartemen Shinji memantulkan cahaya lembut ke meja kayu gelap. Dua piring nasi, dua gelas air putih, dan lauk sederhana terhidang rapi. Medina duduk di seberang Shinji. Ia nyaris tidak bersuara sejak makanan datang. Hanya suara sendok dan garpu yang sesekali terdengar memecah hening. Shinji makan dengan tenang, wajahnya seperti biasa—tanpa ekspresi, tapi entah kenapa malam ini justru terasa lebih menenangkan. Kadang ia melirik ke arah Medina, tapi cepat mengalihkan pandangan, seolah sedang menahan sesuatu yang tidak seharusnya muncul di sana. Medina menunduk, memainkan sendok di ujung piringnya. “Terima kasih… sudah mau menampungku,” katanya pelan. Shinji berhenti sebentar, lalu meletakkan sendok. “Aku sudah bilang, bukan soal menampung. Kau hanya sementara di sini. Sampai urusan kontrakanmu selesai.” Nada suaranya datar, tapi anehnya justru terasa menenangkan. Medina mengangguk kecil, mencoba tersenyum. Namun, setelah i
Last Updated: 2025-10-29
 Chapter: Bab 34: Duniaku Tiba-Tiba Dekat DenganmuShinji juga membeku, matanya terkejut. Tangannya otomatis bertumpu di sisi kepala Medina, wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Nafas hangat keduanya bertemu di udara dingin itu. Cahaya senter yang redup membuat bayangan di wajah Shinji tampak dalam — garis rahangnya tegas, matanya bergetar menahan sesuatu yang sulit dijelaskan. “Medina…” suaranya serak, nyaris berbisik. "Maaf. Aku tidak sengaja.” Medina menatapnya diam-diam, masih terkejut, tapi tidak langsung menyingkir. Ada detak cepat di dadanya — bukan karena takut, tapi karena sesuatu yang berbeda. Entah sejak kapan, ia sadar bahwa jarak mereka begitu dekat hingga ia bisa merasakan denyut jantung Shinji melalui dada yang nyaris menempel. Udara seolah membeku. Hujan di luar seperti berhenti sementara waktu. Shinji perlahan menegakkan tubuhnya.  Di antara mereka ada hening yang muncul dan membuat canggung. Keduanya diam cukup lama, hanya suara hujan rintik di luar yang menjadi saksi. Shinji akhirnya berdiri perlahan
Last Updated: 2025-10-27
 Chapter: Bab 33: Kesalahan LisaTenda-tenda di area perkemahan kini basah kuyup. Lampu-lampu darurat menggantung di antara tali-tali tambang, memantulkan cahaya kekuningan yang bergetar tertiup angin malam. Beberapa staf berlari mondar-mandir membawa handuk dan termos air panas.  Medina duduk di kursi lipat di dekat api unggun kecil yang baru dinyalakan, tubuhnya masih diselimuti jaket tebal milik Shinji. Uap hangat mengepul dari cangkir teh di tangannya. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar halus, tapi matanya—meski lelah—masih menatap kosong ke arah hutan.  Shinji berdiri tak jauh darinya. Kemejanya juga basah sebagian, rambutnya meneteskan air yang jatuh di sisi wajah. Namun, bukan rasa dingin yang mengerutkan alisnya, melainkan sesuatu yang lain—kegelisahan yang dalam.  Setelah beberapa menit sunyi, ia akhirnya bicara dengan suara rendah, nyaris hanya terdengar oleh Medina.  “Kenapa kau bisa sampai masuk sejauh itu?”  Medina menunduk, menggenggam cangkirnya lebih erat. Hujan masih turun rintik-rintik di luar te
Last Updated: 2025-10-25
 Chapter: Bab 32: Aku Ingat Hal IniAwan kelabu mulai menutup matahari sore. Suara gemuruh samar terdengar dari kejauhan, pertanda hujan akan turun dalam waktu tak lama lagi.  Di area perkemahan, suasana yang semula riuh mulai berubah cemas ketika Bima mengumumkan hilangnya Medina.   Shinji menatap ke arah pepohonan di kejauhan. Angin mulai berhembus lebih kencang, membuat dedaunan bergoyang seperti memberi isyarat buruk.  Tanpa pikir panjang, ia mengambil jaketnya. “Kumpulkan semua staf laki-laki. Kita cari dia sekarang.”  Bima mengangguk cepat. “Baik, Pak!”  Dalam waktu singkat, empat orang staf berkumpul membawa senter dan jas hujan tipis. Shinji mengambil satu senter, matanya fokus menatap jalan menuju hutan yang perlahan diselimuti kabut senja.  “Kita berpencar,” ucapnya tegas. “Dua orang ke arah timur, dua ke arah utara. Aku ke jalur tengah. Gunakan peluit kalau menemukan jejaknya.”  “Baik, Pak!” seru mereka hampir bersamaan.  Langkah-langkah sepatu terdengar menjejak tanah lembab. Suara ranting patah, daun
Last Updated: 2025-10-23
 Chapter: Bab 31: Akulah yang AmnesiaIa memanggil lagi, lebih keras.  “Lisa, jangan bercanda! Ini tidak lucu!”  Masih tak ada sahutan.  Angin tiba-tiba berembus dingin, membuat daun-daun bergoyang.  Langit perlahan menggelap, tanda senja segera turun.  Medina menggigit bibir, mencoba menahan rasa panik yang merambat naik dari dadanya.  Ia melihat ke arah jalur tadi, tapi semuanya tampak sama—hijau, berkabut, dan sunyi.  “Tidak mungkin…” gumamnya pelan.  Rasanya hal ini pernah terjadi. Tentu saja. Ia mengingatnya. 7 tahun yang lalu hal ini pernah terjadi.   7 tahun yang lalu  Medina masih remaja waktu itu, ikut study tour sekolah ke tempat wisata alam di kaki gunung yang berbeda tempat dengan yang sekarang.   Hari itu semua teman sekelasnya sibuk berfoto dan bercanda, sementara ia malah ditarik oleh Raisa—sahabatnya sendiri—untuk jalan ke area belakang hutan.  “Katanya di sana ada air terjun kecil, Na! Ayo, cuma sebentar kok!” seru Raisa dengan mata berbinar.  Medina mengangguk polos. Mereka berjalan menyusuri
Last Updated: 2025-10-22
 Chapter: Bab 30: Outing Udara di dalam lemari begitu pengap, dan setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Shinji perlahan membuka pintu. Cahaya sore yang temaram menyusup masuk, menyingkap wajah mereka berdua yang sama-sama tegang.Medina segera melangkah keluar, mengatur napas yang tak beraturan. Ia menatap Shinji tajam.“Kau selalu menyeretku ke situasi aneh seperti ini,” gumamnya dengan nada kesal, tapi suaranya terdengar bergetar.Shinji membalas tatapan itu dengan tenang, meski matanya tak benar-benar tenang. “Kau bisa saja kabur tanpa aku tadi.”“Dan kau bisa saja tidak menarikku ke dalam lemari.”Shinji diam sejenak, lalu menatap lurus ke arah Medina.“Kalau aku tak menarikmu, mereka akan melihatmu. Lalu aku tak tahu apa yang akan kukatakan kalau penjaga rumah itu menemukan kita berdua di kamar ini.”Nada suaranya datar, tapi di ujungnya ada nada gugup yang nyaris tak terdengar.Medina memalingkan wajah, menyembunyikan rona merah di pipinya. “Kau selalu punya alasan.”Shinji berjalan menu
Last Updated: 2025-10-19