Cinta CEO Kembar

Cinta CEO Kembar

last updateLast Updated : 2025-10-29
By:  KinantiUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
35Chapters
162views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Medina menyimpan luka kelam yang tak pernah sembuh—pernah dilecehkan di masa remaja, dalam keadaan rapuh, dan mirisnya hingga kini ia tak pernah tahu siapa pelakunya. Bertahun-tahun berlalu, Medina kembali dengan wajah baru. Bukan lagi gadis lemah, melainkan wanita cerdas dan berkelas. Namun, takdir mempertemukannya kembali dengan Shinji, pria arogan yang dulu menjadi salah satu mimpi buruknya. Lalu muncullah Shenoval—kembaran Shinji yang misterius, penuh rahasia, dan perlahan mengaitkan dirinya dengan potongan masa lalu yang hilang. Di antara cinta, dendam, dan luka lama yang siap terbongkar, Medina harus memilih: mencari kebenaran tentang pelaku yang menghancurkannya, atau terjerat cinta pada salah satu dari dua CEO kembar yang sama-sama berbahaya.

View More

Chapter 1

CEO Tukang Bully

Ada luka yang tak pernah sembuh, meski waktu berusaha menutupinya.

Bagi Medina, masa SMA adalah neraka. Hari-hari di mana tawa berubah menjadi pisau, saat dirinya menjadi sasaran empuk cemoohan.

Ia tumbuh dengan label burik, jelek, tak pantas dicintai. Lebih dari itu, ada satu malam kelam yang tak pernah bisa ia lupakan—malam ketika harga dirinya direnggut paksa, meninggalkan bekas luka yang menghantui setiap tidurnya.

Ia pikir, setelah lulus dan menata diri, masa lalu itu akan terkubur. Ia berusaha mati-matian mengubur nama, wajah, bahkan dirinya yang dulu. Namun semesta rupanya gemar bercanda.

Karena di puncak perjuangannya mencari pekerjaan, ia justru dipertemukan kembali dengan salah satu pria yang paling ingin ia lupakan—Shinji, sang penguasa dingin yang dulu ikut membuat masa SMA-nya terasa seperti neraka.

Dan kali ini, ia tak bisa kabur.

Ia butuh pekerjaan itu… meski artinya ia harus berhadapan dengan mimpi buruknya setiap hari.

***

Gedung tinggi menjulang di hadapannya, berkilau di bawah cahaya matahari pagi. Logo berwarna perak bertuliskan Shin Corporation menyambut setiap orang yang memasuki pintu kaca otomatis yang terbuka dan tertutup dengan ritme mekanis yang presisi.

Medina menarik napas dalam-dalam. Tangannya yang menggenggam tas kerja murahan sedikit berkeringat. Ia mengenakan blazer abu-abu muda dengan rok pensil hitam dan blus putih sederhana. Tidak mencolok, tapi cukup rapi untuk hari pertamanya sebagai karyawan magang.

“Bismillah,” bisiknya pelan sebelum melangkah masuk.

Langkah pertamanya terasa berat. Bukan karena beban tas, melainkan beban masa lalu yang menempel di punggungnya seperti bayangan hitam yang tak pernah benar-benar hilang.

Ia pernah dilecehkan. Yang menyesakkan dadanya sampai saat ini, ia tidak tahu siapa yang melakukannya. Dendam dan luka itu ia simpan bersama rasa depresinya selama ini.

Tujuh tahun. Butuh selama itu ia baru mulai menata hidupnya kembali. Mencoba bangkit.

Namun seolah semesta sedang menertawakannya.

....

“Selamat datang di divisi pemasaran. Ini meja kamu, Medina,” kata seorang staf senior bernama Lisa, ramah.

Medina membungkuk sopan. “Terima kasih, Kak.”

Lisa tersenyum. “Hari ini kamu belum akan langsung dikasih tugas berat. Santai saja dulu, kenali lingkungan kerja. Tapi—” ia menundukkan suara, lalu berbisik sambil melirik ke arah lorong, “—kalau kamu lihat CEO lewat, diam dan sopan saja ya. Dia agak… intimidating.”

Medina tersenyum kaku. “Oke, Kak.”

Baru saja ia hendak duduk, tiba-tiba seluruh ruangan terasa hening. Seperti ada badai yang baru saja menyapu keheningan.

Medina menoleh.

Seorang pria tinggi, mengenakan setelan jas hitam elegan, berjalan melewati lorong kantor. Wajahnya tajam, hidungnya mancung, rahangnya tegas. Matanya… dingin, menusuk. Langkahnya mantap, tanpa ragu sedikit pun.

“Wah... itu CEO kita. Dingin banget, tapi tampan parah,” bisik salah satu karyawan perempuan di belakangnya.

“Namanya Shinji. Dengar-dengar lulusan luar negeri. Gak banyak omong, tapi tajam kalau kasih arahan,” timpal yang lain.

Medina membeku.

Darahnya terasa berhenti mengalir. Matanya menatap wajah itu—wajah yang dulu menertawakannya, mengolok-olok pipinya yang bulat, rambutnya yang lepek, kulitnya yang penuh jerawat. Wajah yang pernah mengatakan, “Kamu itu nggak pantes hidup di dunia nyata.”

Itu dia. Shinji.

Bertahun-tahun berlalu, tapi Medina tak akan pernah lupa wajah itu. Apalagi suaranya. Dulu Shinji adalah mimpi buruk di sekolah, raja dari segala penghinaan.

Dan sekarang?

Dia CEO-nya.

Tubuh Medina mulai gemetar. Ia buru-buru menunduk, berpura-pura melihat sesuatu di layar monitor yang bahkan belum menyala.

“Dia nggak akan mengenaliku… dia nggak akan mengenaliku…” gumamnya pelan, seperti mantra penenang.

Ia memang bukan lagi Medina si itik buruk rupa dari masa SMA. Sekarang kulitnya lebih bersih, pipinya tirus, kacamatanya telah ditanggalkan, dan rambutnya tak lagi dikepang dua seperti anak-anak. Tapi tetap saja, rasa takut itu muncul.

Tangan Medina mencengkeram ujung meja. Ia merasa seperti ditarik kembali ke masa lalu—ke ruang kelas yang penuh tawa jahat, ke toilet perempuan tempat ia sering menangis diam-diam, ke loker yang sering diisi surat-surat penghinaan.

“Sial…” bisiknya. “Kenapa dia harus jadi CEO-nya?”

Jam istirahat datang. Karyawan berbondong-bondong ke kantin. Medina tidak ikut. Ia memilih pergi ke toilet, mengunci diri di bilik paling ujung.

Ia duduk di atas kloset yang tertutup, menutup wajah dengan kedua tangannya.

Kenapa harus dia?

Kenapa takdir membawaku ke perusahaan ini?

Medina tak kuasa menahan gemuruh di dadanya. Tapi ia tahu, ia tak boleh terlihat lemah. Tidak lagi. Tidak di tempat ini.

“Aku butuh pekerjaan ini,” katanya sambil berusaha mengendalikan kegugupannya.

Di lantai atas, Shinji sedang berdiri di depan jendela kaca yang menghadap kota. Ia memegang secangkir kopi hitam, matanya kosong menatap jauh.

“CEO Shin?” tanya asistennya pelan. “Apakah presentasi jam tiga nanti tetap berjalan sesuai jadwal?”

Shinji mengangguk pelan, tapi tak menjawab langsung. Ia memutar cangkir di tangannya.

“O ya, apa karyawan magang hari ini sudah mulai bekerja?”

"Benar hari ini mereka mulai bekerja."

"Kalau begitu kasih mereka banyak pekerjaan. Anggap saja ini masih training. Aku ingin melihat siapa yang menonjol."

Asisten bernama Bima mengangguk. Ia sudah terbiasa dengan permintaan berlebihan dari sang atasan. Dan atasan yang satu ini adalah Tuan yang Tak Bisa Dibantah.

Jam istirahat telah usai, dan sesuai perintah Shinji, para karyawan magang diberi segunung tugas administratif yang rumit dan membosankan. Medina tak terkecuali.

Ia duduk di kursinya dengan mata lelah, dikelilingi berkas-berkas yang menumpuk dan e-mail instruksi yang membanjiri laptopnya.

“Baru juga hari pertama...” gumamnya sambil mengetik cepat. “Bahkan aku belum sempat menghafal nama rekan satu divisi, tapi sudah dibombardir pekerjaan setumpuk begini.”

Keningnya berkerut, mulutnya menggumam lirih.

“Dia benar-benar tidak berubah…”

Tangannya berhenti mengetik.

“Dingin. Kejam. Suka menyiksa orang lemah. Sama persis seperti dulu…”

Pikirannya masih penuh amarah ketika ia berdiri, bermaksud menuju pantry untuk mengambil air putih. Namun baru beberapa langkah, langkah kaki yang terdengar di ujung lorong membuatnya refleks menoleh.

Shinji. Lagi-lagi dia.

Dengan setelan berbeda dari pagi tadi, kali ini tanpa jas. Hanya kemeja putih yang sebagian basah di bagian dada—sepertinya terkena sesuatu. Medina refleks menunduk, berusaha berbalik arah secepatnya.

Sial. Sial! Kenapa aku harus satu lorong sama dia sekarang?!

Medina melipir cepat ke arah pintu terdekat, yang ia kira adalah toilet perempuan.

Tanpa berpikir panjang, ia dorong pintu itu dan masuk.

Hanya butuh dua detik baginya untuk sadar... tempat ini salah.

Dindingnya berbeda. Tidak ada tempat makeup. Tidak ada aroma sabun bunga. Dan lebih dari segalanya—

Urinal.

Jantungnya berhenti berdetak.

Dan saat itulah pintu di belakangnya terbuka.

Shinji masuk.

Keduanya saling terdiam. Mata mereka bertemu dalam sepersekian detik, dan waktu terasa membeku.

Shinji mengerutkan kening. “Sedang apa kau di sini? Apa kamu tidak tahu ini toilet laki-laki?”

Medina membeku di tempatnya. Wajahnya memerah, tubuhnya gemetar. “S-saya... saya salah masuk, Pak.”

“Salah masuk?” Suara Shinji terdengar tajam. “Matamu buta, ya?”

Medina menunduk dalam-dalam, tubuhnya seperti mengecil. “Maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja. Sungguh…”

Shinji hendak bicara lagi, namun suara langkah kaki di luar mulai terdengar. Tawa dan obrolan para karyawan pria yang juga akan masuk ke toilet.

Wajah Medina langsung pucat pasi.

Ya Tuhan. Bagaimana kalau mereka lihat aku di sini? Nanti aku disangka macam-macam…

Shinji menyadari hal yang sama. “Kalau kamu ketahuan di sini dengan aku, kariermu selesai,” katanya dingin, namun tegas.

Tanpa menunggu persetujuan, ia menarik tangan Medina dan membawanya masuk ke salah satu bilik. Dalam satu gerakan cepat, pintu bilik ditutup dan dikunci dari dalam.

Ruang bilik itu sempit, bahkan sangat sempit untuk dua orang.

Medina berdiri terpaku, punggungnya hampir menempel ke dinding, sementara Shinji berdiri di hadapannya, begitu dekat hingga Medina bisa mencium aroma sabun maskulin dari tubuh pria itu—bersih, dingin, dan menusuk seperti dirinya.

Deg. Deg. Deg.

Jantung Medina berdebar liar. Ia ingin mundur, tapi tidak ada ruang. Ingin kabur, tapi terkunci. Ingin berteriak, tapi suara di luar terlalu ramai.

Matanya menatap lantai, menghindari kontak mata sejauh mungkin.

Shinji juga diam. Nafasnya berat, seperti menahan emosi—atau kebingungan.

Beberapa detik mereka hanya terdiam dalam kesempitan bilik itu, hanya terdengar napas dan denyut ketegangan yang menyiksa.

Medina menutup matanya rapat-rapat.

Kenapa begini? Kenapa aku harus sedekat ini dengan orang yang paling kubenci?

Tiba-tiba Shinji berkata pelan, dengan nada penuh kecurigaan.

“Kenapa wajahmu seperti familiar…”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
35 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status