Chapter: 8"Anya," suara Rio terdengar tegas, memecah keheningan ruangan.Anya segera menghentikan ketikannya dan berdiri, membalikkan badan dengan cepat. “Ya, Tuan Rio?”Rio berdiri di dekat mejanya, kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, rahangnya mengeras. “Ikut saya ke ruang rapat. Saya ingin lihat analisis awalmu.”Anya mengangguk, mengambil beberapa lembar hasil cetakan dari printer, lalu berjalan mengikuti Rio menyusuri lorong kaca. Sepatu mereka memantul pelan di lantai kayu, mengiringi langkah-langkah yang dipenuhi ketegangan.Ruang rapat itu jauh lebih luas dari bayangannya. Meja panjang dari kayu hitam mengilap membentang di tengah ruangan, dikelilingi kursi kulit tinggi. Dindingnya dipenuhi layar monitor besar yang kini mati, menambah kesan sepi namun waspada.“Duduk,” kata Rio datar.Anya menurut, meletakkan dokumen di meja dan mendorongnya ke arah Rio. “Ini hasil sementara dari laporan keuangan Triwulan Dua Pratama Energi, Tuan. Sa
Last Updated: 2025-05-04
Chapter: 7Udara dingin langsung menyambut bahkan sebelum pintu mobil sepenuhnya terbuka. Bukan hanya dingin dari pendingin ruangan, tapi hawa kekuasaan yang memancar dari gedung pencakar langit Pratama Land. Anya melangkah turun, dan ketimpangan terasa menyakitkan. Ia duduk di kursi penumpang mobil mewah, tapi bukan sebagai tamu, melainkan tahanan dengan seragam pinjaman.Lobi yang luas dan berlapis marmer itu terasa hampir kosong, sepi oleh waktu yang masih pagi. Hanya Kevin yang terlihat, berdiri seperti arca dengan jas hitam yang licin dan pas badan. Tatapannya tajam dan tak hangat, menunjukkan efisiensi yang lebih menyerupai mesin daripada manusia.“Anda pasti Nona Anya,” suaranya halus tapi tanpa ekspresi, seperti prosedur yang diulang setiap hari. “Saya Kevin, asisten Tuan Rio. Ikuti saya.”“Ya, saya Anya,” jawab Anya, mencoba menguatkan suaranya agar tidak terdengar gemetar.“Tuan Rio belum datang,” lanjut Kevi
Last Updated: 2025-05-02
Chapter: 6Langkah Anya meninggalkan ruang kerja Rio terasa berat, seolah setiap jengkal menjauh dari pintu kayu mahoni itu menambah beban di pundaknya. Udara di luar ruangan seperti berubah, lebih dingin dan menyesakkan. Perintah bekerja di kantor dengan syarat-syarat yang mengikat erat bukanlah pertolongan. Itu adalah perangkap lain. Ia hanya ingin menyelesaikan hutang, bukan masuk ke dalam sistem penuh jebakan yang menuntut kesempurnaan.Marta berdiri tak jauh dari situ, ekspresinya datar, nyaris tak menunjukkan emosi. Saat Anya mendekat, ia hanya melirik sekilas sebelum berbisik tanpa banyak intonasi, “Apa katanya? Kau disuruh apa lagi?”Anya menarik napas dalam, mencoba meredakan ketegangan dalam suaranya. “Saya… saya akan mulai bekerja di kantornya. Besok.”Alis Marta sedikit terangkat, tapi wajahnya tetap dingin. “Di kantor?” ucapnya singkat. “Ya… semoga kau tahu apa yang kau lakukan. Tuan Rio tidak suka kesala
Last Updated: 2025-05-01
Chapter: 5Hari-hari berlalu penuh ketegangan, dan Anya terperangkap dalam rutinitas yang tak pernah berhenti. Tugas-tugas menumpuk, tuntutan Rio tanpa henti, membuatnya merasa seperti mesin. Setiap perintah lewat interkom menuntut kesempurnaan, dan menegaskan bahwa waktunya bukan miliknya. Namun, kondisi ibunya terus menghantui pikirannya.Setiap kali memikirkan ibunya di rumah sakit, hati Anya sesak. Meski anak buah Rio mengurus pemindahan dan perawatan, biaya terus bertambah dan menjadi hutangnya. Rio tak pernah memberi angka pasti, hanya mengulang bahwa hutang itu semakin menumpuk.Hari itu, Anya sibuk dengan pekerjaan rumah yang terus menumpuk. Setiap sudut apartemen harus bersih, dapur selalu siap pakai, semuanya harus sempurna menurut standar Rio. Ia merasa terjebak, bahkan saat waktu istirahat datang, ketenangan tak pernah tercapai.Namun, beberapa hari setelah ia menandatangani kontrak itu, sesuatu yang tak terduga terjadi.Saat Anya sedang menyapu lantai ruang tamu, Marta masuk dengan
Last Updated: 2025-04-10
Chapter: 4Hari pertama Anya berjalan seperti garis tak berujung. Tak ada waktu istirahat yang benar-benar nyata. Setiap kali dia mencoba mencuri jeda, meski hanya untuk menarik napas lebih panjang, suara dingin Rio akan kembali memanggil.“Anya, air lemon dingin. Sekarang.”“Anya, AC ruang tamu terlalu dingin. Atur ulang suhunya.”“Anya, lap meja makan. Ada debu.” Kalimat itu diucapkan sepuluh menit setelah ia selesai membersihkannya."Saya baru saja melapnya, Tuan," jawab Anya, sedikit terkejut dengan kecepatan tuduhan itu.Rio akhirnya menoleh, tatapannya menusuk. "Kalau begitu lap lagi. Sampai aku tidak bisa melihat debu sedikit pun."Waktu berlalu dalam tekanan. Marta memberi instruksi singkat, "Bersihkan kaca jendela di balkon itu, Anya. Pastikan tidak ada sidik jari."Namun, berbeda dengan Rio, Marta memberi ruang kecil untuk bernapas, memberikan waktu makan siang atau handuk bersih saat Anya kelelahan. Kadang, perhatian kecil Marta membuat Anya merasa sedikit dihargai.Sore itu, Anya sed
Last Updated: 2025-04-09
Chapter: 3Anya kembali ke kamarnya, piyama masih tergeletak di ranjang. Seragam abu-abu menegaskan identitas barunya, dan ia tak berpikir untuk berganti. Tubuhnya lelah, pikirannya lebih hancur. Panggilan Rio tengah malam hanya untuk air, disertai sindiran dan perintah. Ini bukan tentang kebutuhan, tapi kekuasaan. Rio ingin menghapus batas antara waktu kerja dan istirahat, memastikan Anya miliknya, dua puluh empat jam sehari.Adegan itu terputar kembali di benaknya. Malam itu, di rumah sederhana mereka di desa, aroma tanah basah dan kayu bakar kontras dengan bau marmer dan disinfektan apartemen ini.Darman duduk di ruang tamu, wajahnya pucat pasi. Ibu Sari, yang sedang sakit-sakitan, duduk di sampingnya dengan cemas."Anya," kata Darman, suaranya gemetar tapi matanya penuh kepanikan. "Bapak... Bapak ada masalah besar."Anya, yang baru saja pulang menatapnya khawatir. "Masalah apa, Pak?""Uang. Bapak... Bapak memakai uang perusahaan. Lima ratus juta. Mereka tahu. Mereka akan melaporkan Bapak bes
Last Updated: 2025-04-09