Almira Larasati seorang gadis cantik dan sederhana yang bekerja sebagai perawat disebuah rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia harus rela kehilangan pekerjaan yang sangat dicintainya atas permintaan Ayah tirinya –Yacob Lucero-- untuk menggantikan kakak tirinya –Amanda Lucero—menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal dan mempunyai sifat yang dingin, arogan serta temperamental. Nicolas Brahmantyo, CEO muda, tampan dan berkarisma yang banyak digemari dan menjadi idaman semua wanita, merupakan salah satu pewaris sebuah perusahaan Brahma Group, harus menerima kenyataan pahit bahwa calon istrinya, wanita yang ia cintai pergi meninggalkannya setelah tahu bahwa ia tidak bisa berjalan lagi, sehingga membuatnya frustasi dan menutup diri dari yang namanya ‘wanita'. Ayah tirinya memberikan Almira sebagai pengganti Amanda untuk menikah dengan Nicolas. Namun dibalik itu Dokter Yacob Lucero memiliki perjanjian antara dirinya dengan keluarga Brahmantyo yang Almira sendiri tidak mengetahuinya. Apa yang akan terjadi jika sebuah pernikahan yang dilakukan bukan didasari cinta melainkan didasari dengan perjanjian? Karena Cinta Tanpa Syarat.
View More“Kenapa kaki ku tidak bisa digerakkan?” gerutu Nico. Pria tampan berusia 29 tahun itu tampak kebinggungan saat ia tidak dapat merasakan kedua kakinya.
“Suster…suster!” teriaknya memanggil perawat sambil menekan tombol yang berada disamping ranjangnya.
Almira yang saat itu akan kembali ke ruang perawat segera berlari begitu mengetahui ruang VVIP menyalakan tombol. “Pak Nico, Anda tidak apa-apa?” tanya Almira yang melihat pasiennya sedang kebinggungan.
“Suster, apa yang terjadi pada kaki saya? Kenapa saya tidak bisa merasakan apa-apa?”
“Pak Nico, tenang dulu. Akan saya panggilkan Dokter Yacob segera.”
Almira segera menghubungi Dokter Yacob yang saat itu sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Tidak lama berselang, Dokter Yacob dan seorang wanita paruh baya datang dan langsung menghampiri ruang VVIP.
Wanita paruh baya itu terkejut melihat kondisi putranya yang kebinggungan sambil berusaha mengerak-gerakkan kakinya. “Sayang, kamu kenapa?” tanya Ratna.
“Dokter, putra saya kenapa?”
“Sepertinya terjadi sesuatu dengan kondisi kaki putra Anda, untuk mengetahui hal itu saya akan segera melakukan pemeriksaan segera.” Ujar dokter Yacob, dan memerintahkan Almira untuk segera melakukan rontgen pada Nico.
***
“Suster Almira, tolong ambilkan hasil pemeriksaan dan laporan medisnya.”
Almira memberikan hasil pemeriksaan tersebut pada dokter Yacob. “Ini, dok. Hasil pemeriksaan dan laporannya, Pak Nico.”
“Berdasarkan dari hasil pemeriksaan, kaki anda mengalami...kelumpuhan.”
Nico begitu frustasi mendengar kabar yang diberikan oleh dokter Yacob tentang kondisinya. Ia seperti merasa terperosok di dalam sebuah jurang yang dalam. Kini ia hanya bisa berharap calon istrinya tidak meninggalkannya.
Almira memberikan obat penenang pada pasien atas saran dokter Yacob agar pasien bisa sedikit lebih tenang dan bisa beristirahat.
Dari balik pintu seorang wanita muda yang menggunakan kursi roda itu tidak sengaja mendengarkan percakapan mereka ketika akan masuk keruangan tersebut. Ia mendengarkan penjelasan dokter tentang kondisi pasien yang berada didalam.
“Apa! Nico lumpuh. Dia tidak akan bisa berjalan lagi.” Gerutunya dari luar balik pintu.
Saat wanita yang berada dibalik pintu kamar perawatan, sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba pintu kamar pasien terbuka, menampakkan dokter Yacob dan ibu Nico.
“Amanda!” seru Ratna. “Sedang apa kamu didepan pintu kamar Nico? Kenapa kamu tidak langsung masuk menemui Nico? Saat ini dia sedang sangat membutuhkanmu, nak. Masuklah.”
“Eee…anu…itu, tante, maaf tadinya saya ingin masuk tapi mendadak kepala saya sakit, mungkin efek benturan dikepala saya masih terasa!” ucapnya beralasan dengan memandang dokter Yacob.
“Lebih baik kamu kembali ke kamar dan beristirahat, aku akan memeriksa keadaan mu.” Ucap Dokter Yacob yang mengerti dengan pandangan Amanda.
“Baiklah, beristirahatlah. Tante harap jika kamu sudah tidak apa-apa kamu bisa menemui Nico, karena dia benar-benar membutuhkan dukunganmu saat ini.”
***
“Pa, apa benar yang aku dengar barusan, kalau Nico lumpuh?” ucap Amanda setelah berada dikamar perawatannya.Dokter Yacob hanya menjawab dengan anggukan. “Yang kamu dengar memang benar.”
‘Ini tidak boleh terjadi, aku tidak mau menikah dengan orang lumpuh.’ seru batinnya
“Apa yang sedang kamu pikirkan, Amanda? Kenapa wajahmu seperti itu.”
“Tidak ada, pa.” jawab Amanda cepat
“Pa, apa aku sudah boleh pulang? Aku sudah baik-baik saja sekarang.”
“Tadi kamu bilang masih merasakan sakit dikepala mu, kenapa sekarang tiba-tiba kamu sudah merasa sehat?” dokter Yacob memicingkan matanya menatap Amanda.
“Baiklah, aku hanya memberikan alasan pada Tante Ratna tadi, karena aku butuh waktu untuk berfikir jadi aku beralasan kepalaku masih sakit!”
“Jangan coba-coba berfikir untuk meninggalkan Nico, Amanda!” ucapnya dengan tegas. “Pernikahan kalian hanya tinggal dua minggu lagi.”
“Tidak, pa. Tapi ijinkan aku pulang hari ini, ya. Ku mohon….” pinta Amanda yang merengek pada dokter Yacob.
“Baiklah, papa mengijinkan mu pulang hari ini, tapi kamu harus menemui Nico dulu sebelum pulang.” Perintahnya
“Terima kasih, pa.”
“Almira akan membantumu membereskan barang-barangmu dan mengurus semuanya.” Ucap dokter Yacob dengan dijawab anggukan dan senyuman dari Amanda.
***
Almira membantu mengurus segala administrasi yang diminta oleh Dokter Yacob untuk kepulangan Amanda saat ini. Ia menghampiri kamar Amanda, “Aman..da..?” panggil Almira saat membuka pintu kamar Amanda, dilihatnya kamar tersebut sudah tidak berpenghuni.Almira mencoba menghubungi Amanda namun tak kunjung ada jawaban, lalu ia mencoba menghubungi Dokter Yacob melalui pesan singkat yang berisi jika Amanda sudah meninggalkan rumah sakit tanpa memberitahunya.
Dokter Yacob meminta Almira untuk segera menyusul Amanda ke rumahnya untuk menghentikan kepergian Amanda. Namun saat Almira sampai di rumah, ia melihat ada sebuah mobil Pajero sport telah terparkir dihalaman rumah Dokter Yacob.
Almira bergegas masuk kerumah dan ia melihat Amanda sudah mengemasi barang-barangnya. “Amanda, apa yang kamu lakukan? Kamu mau kemana, membawa semua koper-kopermu?”
“Itu bukan urusanmu, Al!”
“Tapi, Amanda….”
“Tutup mulutmu dan urus urusanmu sendiri!” ucapnya sarkas. “Dan satu lagi, jangan katakan apapun pada papa jika aku pergi bersama Kevin, mengerti.”
“Ayo, Kev. Kita pergi sebelum dia mengatakan lebih banyak lagi.” Ucap Amanda pergi meninggalkan Almira, namun sebelum Amanda keluar dari pintu Almira memanggilnya.
“Tunggu, Amanda.” Ucapnya dengan berlari mengejar Amanda yang sudah berada di depan pintu. “Kamu tidak bisa pergi seperti ini, apa kamu lupa jika sebentar lagi kamu akan menikah.”
“Lalu…,”
“Kalau kamu pergi, bagaimana dengan pernikahan mu?”
“Ya ampun, Almira! Bisakah kau diam dan membiarkan aku pergi. Lagipula itu bukan urusanmu!” seru Amanda kesal.
Almira menatap Amanda dengan mengerutkan dahi, ingin rasanya Almira membenturkan kepala Amanda karena mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya, entah mengapa setiap kali berurusan dengan Amanda ia selalu saja merasa akan terjadi sesuatu dalam hidupnya. Almira dan Amanda memang bersaudara namun berbeda ayah, itulah sebabnya mereka mempunyai kepribadian sangat berbeda, tiap kali Amanda melakukan sesuatu selalu Almira yang akan merasakan akibat perbuatan Amanda.
Tidak ada yang tahu jika Almira adalah anak tiri dari Dokter Yacob Lucero, directur rumah sakit Karya Bakti tempatnya bekerja. Karena memang Dokter Yacob tidak pernah suka dan menganggap Almira sebagai anaknya sendiri, berbeda dengan Amanda yang memang darah dagingnya.
Setelah kematian ibunya, Almira memutuskan pindah dan tinggal bersama neneknya di Surabaya. Namun, karena sesuatu hal akhirnya Almira harus kembali ke Jakarta. Dan, disinilah ia saat ini dihadapkan dengan Amanda yang selalu membuat masalah.
“Sudahlah, aku harus pergi, jadi jangan cemaskan yang bukan urusanmu, adik tiriku yang cantik!” kata Amanda dengan sedikit penekanan, lalu pergi meninggalkannya dan bergegas naik ke dalam mobil. Almira yang melihat kelakuan Amanda hanya bisa menggelengkan kepala. ‘Semoga saja, apa yang kamu lakukan saat ini tidak memberikan dampak buruk pada hidupku lagi, Amanda.’ Ucap Almira dalam hati.
Bersambung…
Tok!Tok!Tok!“Almira, Sayang?” panggil Ratna. Ia mengetuk pintu kamar menantunya karena merasa khawatir dengan keadaan Almira yang mengurung diri dalam kamar setelah pertengkaran dengan putranya.Tanpa sengaja Ratna mendengar pertengkaran mereka saat ia kembali dari berbelanja bersama koleganya. Ia pun sempat berpapasan dengan putranya yang saat itu sedang terlihat sedang marah.“Sayang, ini mama. Boleh mama masuk, Nak?” rayunya.Almira beranjak dari tempat tidurnya, berjalan ke arah pintu sambil menghapus sisa air matanya sebelum membuka kunci kamarnya.Ia tersenyum dan mempersilahkan Ratna masuk. Mereka duduk di sofa ruang tamu dalam kamar milik Almira.Ratna yang duduk di samping kanan Almira membelai lembut rambut menantunya dengan menatap wajah yang terlihat sembab bekas menangis, “kau kenapa, Sayang?” tanya Ratna.“Aku baik-baik saja, Ma.”“Tadi … mama tid
“Katakan apa yang kau inginkan?” tanyanya saat ia melihat ada keraguan dalam raut wajah Almira. “Aku ingin … mengakhiri pernikahan ini!” jawab Almira. Raut wajah Nico seketika menjadi datar. Rahangnya mengeras. ‘Jadi ini yang kau inginkan! Jangan bermimpi sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu. Kau adalah milikku dan akan selamanya menjadi milikku!’ batin Nico. “Ditolak!” jawab Nico dingin dan datar. Kini Nico kembali pada sifatnya yang arogan, dingin dan egois seperti dulu. “Kenapa?” balasnya—datar. Nico tidak menjawab pertanyaan Almira dan berlalu pergi meninggalkannya. Ia sudah jatuh cinta teramat dalam pada wanita yang sekarang menjadi istrinya. Bagi Nico melepaskan Almira sama juga dengan membunuh separuh dirinya. Almira bergegas bangkit dari duduknya dan berlari mencekal tangan Nico. “Nico, tunggu!” panggilnya. Langkah Nico terhenti dan menatap dingin Almira. Ia tidak menyangka perjanjian pranikah yang ia buat sebelu
Bali- 01:30PM Almira menghela nafas, lalu memijit pangkal hidungnya karena merasa binggung dengan sikap Nico. Ia menolak permintaan dokter Nando untuk ikut bersamanya ke Bali. Namun, siapa yang mengira jika saat ini ia sendiri yang mengajaknya untuk menyusul kakak dan keponakannya. Benar-benar tipe manusia yang nomaden, batin Almira. “Nico,” panggil Almira. “Hem …,” jawabnya singkat tanpa mengalihkan padangannya dari ponsel. “Mengapa kau mengajakku kemari?” tanyanya. “Mengapa kau tiba-tiba berubah pikiran? Bukankah kau bilang tidak ingin pergi?” sambungnya. “Karena mama memintaku untuk mengajakmu ke Bali,” jawabnya. “Jadi karena mama yang memintamu untuk mengajakku, kau tidak bisa menolak seperti yang kau lakukan pada dokter Nando, begitu?!” ucap Almira. “Tapi untuk apa mama memintamu mengajakku ke sini?” tanyanya penasaran. “Aku tidak tahu! Kau bisa tanyakan sendiri pada mama nanti!” jawabnya.
Nando dan Hanif pergi meninggalkan Almira untuk masuk ke dalam pesawat. Ia melangkahkan kakinya untuk kembali ke parkiran mobil karena Johni telah menunggunya. Namun, saat akan kembali tiba-tiba sesuatu mengejutkan Almira. Brugh!! “Auw…,” ucapnya kesakitan. Seolah-olah ia sudah menabrak dinding yang sangat keras. “Apa Anda tidak punya mata?” ucap Almira kesal dengan mengusap-usap dahinya tanpa melihat siapa yang telah ia tabrak. “Tidak bisakah kau berjalan dengan benar?” balas Nico yang berdiri dihadapan Almira menggunakan tongkat penyangga. Almira yang hafal dengan suara Nico, buru-buru menengadah menatap Nico. “Kau …!” “Makanya kalau jalan itu lihat ke depan jangan lihat ke bawah! Untung aku yang kau tabrak, bagaimana jika orang lain!?” ucapnya ketus. “Maaf,” balas Almira. Tiba-tiba Almira menatap Nico penasaran, “Sedang apa kau di sini? Aa … jangan-jangan kau sudah berada di sini dan memperhatikan kami sedari tadi?”
Dering alarm ponsel Almira berbunyi, menunjukkan hari sudah pagi. Cepat-cepat Almira meraih ponselnya di atas nakas dan mematikkannya. Almira duduk sejenak untuk mengumpulkan kembali nyawanya, ia melihat ke samping tempat tidur yang masih rapi. Sekilas Almira teringat jika semalam ketika ia akan menghampiri Nico di ruang kerjanya, nampak keadaanya sangat kacau hingga ia membatalkan niatnya untuk menghampiri Nico. “Sepertinya semalam ia tidak tidur di sini. Apa ia ketiduran di ruang kerjanya?” batin Almira. Ia pun bergegas bangun dan membersihkan diri di kamar mandi. Selang beberapa menit menyelesaikan mandinya, Almira dikejutkan dengan Nico yang sudah duduk di tepi tempat tidur dengan memegang sebuah kotak miliknya. “Ish … kamu ngagetin aja! Sejak kapan kamu duduk di sana?” tanya Almira yang masih menggunakan handuk melilit di tubuhnya. Nico menatap Almira tanpa berkedip melihat wanita yang baru saja keluar dari kamar dengan menggunak
Almira duduk di kursi balkon teras kamarnya, ia menyadarkan tubuhnya pada sandaran kursi dengan memegang sebuah kotak yang terbuat dari kayu jati. Ia membuka kotak itu dan mengambil sebuah kotak kecil berisi sebuah cincin pemberian Benny, tunangannya. Sudah beberapa bulan ini ia tidak mendapatkan kabar dari Benny, tidak ada pesan, tidak ada email atau surat sekalipun. Tanpa sepengetahuan Almira semua pesan yang dikirimkan Benny padanya selama ini telah di sabotase oleh Nico, hingga komunikasi antara Benny dan Almira terputus dan hubungan keduanya berakhir. “Huft … Begitu sibuknya kah? Sampai kamu tidak bisa menghubungiku meski hanya sebentar atau mungkin sudah ada seseorang yang menggantikan ku di sana?” pikir Almira. “Jika aku tidak bisa menghubungimu lalu bagaimana aku bisa mengatakan yang sebenarnya padamu,” gerutunya. “Siapa yang sedang ingin kau hubungi? Dan apa yang sedang kamu pegang? Kotak apa itu?” tanya Nico tiba-tiba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments