Lingga dan Grilya sampai di Alas Purwo ketika matahari mulai terbenam. Hutan raksasa yang sudah sangat tua itu memiliki banyak sekali nilai sejarah dari abad ke abad, di tempat ini juga memiliki banyak sekali goa dan tentunya, sebuah pintu masuk khusus yang dijaga oleh para Peri untuk membawa mereka ke Yamani.
Tempat dimana para Pure Wrena, Cendrasa, hingga Ratu tinggal.
Mereka akhirnya masuk ke dalam pintu yang memiliki cahaya biru gelap itu, setelah dipersilahkan masuk oleh para Peri penjaga. Sebuah pintu merah raksasa dengan ukiran bunga kenanga berwarna emas kini menyambutnya, bebauan khusus melati bercampur anyir darah mulai memenuhi indra penciuman mereka berdua. Itu harum, sangat menyegarkan bagi kaum mereka karna dianggap sebagai bau yang sangat sakral. Ukiran bunga kenanga berwarna emas yang ada di pintu raksasa itu mulai mekar bersamaan dengan pintu yang terbuka, menandakan bahwa mereka telah dipersilahkan masuk ke dalam ruang pertemuan, tempat dimana mereka
19 Februari 2020, pukul 11 malam. “Kita tak pernah mengirim seluruh anggota Pilar Merah di tahun yang sama untuk memeriksa gerbang.” Pria yang sudah masuk usia 70 itu masih terlihat bugar sekalipun memiliki kebiasaan menghisap cerutu, “Biang bahkan menyetujui hal itu tanpa bertanya lebih ketika aku bilang bahwa itu adalah idemu,” ucapnya lalu melirik Dirga. “Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Dirga?” Dirga menunduk sambil memasang senyuman tipis. Sejauh dia menjaga tempat ini, tiap pilar yang diperintahkan untuk memeriksa gerbang biasanya hanyalah satu pilar dengan dua anak buah. Namun hari ini, mereka menggunakan seluruh anggota Pilar Merah, para pilar khusus petarung untuk memeriksa gerbang di tiga daerah, di waktu yang sama, dan juga ... mereka menggunakan seluruh kartu as mereka di tempat-tempat tertentu. Arta, Okta, dan Joyla benar-benar dibawa keluar dari Bali. Walaupun tiap tahun memang Arta selalu melakukan itu, namu
Namanya, Kendari Kertabumi. Ajiknya bilang, dia takkan memberikan nama marga maupun bagian-bagian khas Bali karena mereka memang tak benar-benar berasal dari sana. Dia tahu persis sejarah yang ada, karena kekuatan Langit, ayahnya tetap bertahan menjadi mahluk yang sama dengan jiwa sekaligus ingatan yang tak pernah berubah. Mereka orang pertama yang melanggar sumpah. Namun, tak ada satupun hukuman yang bisa menghancurkan keduanya. Wanita itu masih ingat ketika usianya baru menginjakkan angkat 5, dan dia mendengar kabar kematian ayahnya. Lagi-lagi karena persoalan politik, lagi-lagi karena keegoisan para manusia, lagi-lagi karena begitu mencintai Nusantara. Dia mengemban semua tanggung jawab Berawa setelah kematian ayahnya. Dia berusaha untuk mempertahankan komunitasnya, mencoba untuk tidak menghapuskan segala usaha yang telah dipertahankan ayahnya. “Untuk apa kau membawa kami ke sini?” tegur salah satu tetua dari Ubud itu. “Apa yang terjadi ...
“Kita benar-benar boleh memakannya sekarang?” tanya Rolla membuka kotak kecil miliknya dan mengambil sepotong daging merah itu. Sekalipun sudah disimpan berpuluh-puluh tahun, dia benar-benar tak menyangka bahwa daging di tangannya itu masih bisa terlihat sangat segar. “Bentar!” cegah Budianra membuat Rolla mendesah kesal sambil melirik pria tua itu. “Mereka akan datang sebentar lagi, kita akan makan bersama.” “Siapa?” tanya Rolla tak sabaran. “Oh ...” gumam Kintan tanpa sadar ketika satu-persatu anggota Pilar Kuning dan Biru muncul dari balik tangga menuju halaman depan Pura tempat mereka berkumpul. “Kupikir mereka sudah memakannya?” Ilyas melambaikan tangan pada orang-orang itu sedangkan Budianra meminta semua orang untuk cepat berkumpul dan berdiri membentuk sebuah lingkaran. Sejujurnya dia hanya mengatakan pada Pilar Kuning dan Biru untuk berkumpul di Pura biasa, sebab semua benar-benar akan dimulai di sana. Pilar Merah memiliki anggota ter
“Mereka itu seperti mayat hidup,” ucap Budianra pada ketujuh anggota Pilar yang bersamanya sambil menatap ribuan manusia yang berjalan di bawah mereka. “Mereka takkan berhenti ataupun mengeluh sampai mereka tiba di tujuan yang sudah Biang sebutkan.” Ilyas mengabaikan ucapan Budianra karena masih terfokus pada perubahan bentuk tubuh pria itu setelah memakan daging wrena, “Jika Rolla melihat tipe perubahanmu, dia pasti akan marah besar,” gumam Ilyas dibenarkan oleh Kintan sambil terkekeh. Pemuda itu merasa kesal karena perubahan bentuk Budianra terlihat sangat indah dengan warna sayap yang bening, seperti kaca, juga garis-garis tiap sisi sayap dan tulang yang memiliki warna putih bercampur emas mengkilat. Jika ada Rolla, gadis itu pasti akan terus menyindir Budianra karena bentuk secantik itu harusnya tak didapatkan oleh pria tua bangka sepertinya. Dia pasti akan terus mengomel karena merasa iri pada gurunya itu. “Karena itu aku bar
“Bbang!!” ucap Hana santai bersamaan dengan peluru raksasa itu yang melaju dengan kecepatan tinggi menuju Banyuwangi. Apa yang dulu Budianra ajarkan memang benar adanya. Selama kau bisa membayangkan wujud dari sesuatu yang ingin kau lakukan, semakin jelas gambaran itu di kepalamu, maka semakin bagus hal itu akan terwujud di atas tanganmu ketika kau sudah berubah menjadi wujud Wrena. Peluru itu benar-benar sesuai dengan bayangannya. Mereka menatap peluru raksasa yang melaju menyeberangi lautan itu menuju Banyuwangi, namun beberapa kilometer sebelum dia berhasil menyentuh penghalang pulau itu, peluru tersebut mulai mengendorkan lajunya secara tiba-tiba, seakan dia baru saja menabrak beberapa penghalang tak kasat mata yang berhasil memelakan lajunya. Setelah itu, peluru tersebut menabrakkan diri pada penghalang pulau Jawa dan ... terpecah. Pelindung itu sama sekali tak tergores, apa lagi meretak. Seakan serangan sebesar itu sama sekali
Tepat pukul 12 malam tanggal 20 Februari 2020, Bali berhasil dikosongkan. Tak ada kedatangan mahluk tak dikenal, tak ada musibah yang datang tiba-tiba, juga ... tak ada satupun kabar dari para prajurit mereka yang berada di Jawa. Rasanya cukup aneh melihat Bali benar-benar gelap tanpa kehidupan. Seluruh pantai kosong, tempat-tempat pusat wisata hingga jalan raya rasa seperti sama sekali tak dijamah oleh satu orang pun. Biang Kendari menatap seluruh prajurit Bérawa yang kini sudah kembali berkumpul ke markas dalam keadaan yang ... sangat kelelahan. Para tetua sudah kembali ke rumah mereka masing-masing untuk mengistirahatkan diri. Mereka sudah terlalu banyak memakai energi hari ini untuk memindahkan manusia sebanyak itu, dia sendiri juga tak menyangka bahwa dia berhasil bertahan selama itu di luar ruangan karena biasanya Biang paling jarang berani memperlihatkan dirinya pada dunia. Bukan karena dia adalah ketua penting di sebuah komunitas rahasia, tapi juga ka
Zaman sudah modern mereka bilang. Gusti Bandara Raden Mas Adriwara Hidayat tetap saja dikatai kuno ketika dia berkata bahwa hari itu akan datang, dan tak seharusnya mereka terus-menerus memberikan tumbal tahunan pada Ratu yang sejujurnya sudah tak pernah menampakkan dirinya. Ratu Selatan itu ... tidak ada. Dia sudah melakukan meditasi puluhan tahun. Adri sudah bertemu dengan siapa yang mereka sebut sebagai Ratu itu. Dia sudah tahu apa yang terjadi di balik dunia ini semenjak pertemuan jiwanya dengan Jiwa Kendari beberapa dekade yang lalu. Namun lagi-lagi, semua orang tak pernah mempercayai Adri. Dia dianggap terlalu banyak berkhayal, dia dianggap telah menyimpang dari sejarah yang ada, dia dianggap telah dirasuki iblis yang mengaku sebagai Ratu Selatan. Jika dia memang sebodoh itu untuk dirasuki, seharusnya dia sudah menjadi gila karena berani melakukan meditasi selama puluhan tahun. Nyatanya, dia sama sekali tak gila. Dunia hanya menjadi jauh lebih b
“Dia tak sadarkan diri,” gumam Biang Kendari ketika Adri dibawa ke markas mereka. “Ya, dia Adri. Aku mengenalnya,” lanjut wanita itu untuk meyakinkan Fira dan Hana yang tak begitu mengenali Pangeran Keraton tersebut. “Keraton memiliki beberapa pintu dimensi menuju tempat lain, misalnya ke Bali dan ke bagian Selatan Jawa karena satu gerbang yang ada di sana, juga karena kepercayaan mereka pada Ratu Selatan.“Kemungkinan dia berhasil sampai ke sini karena pintu dimensi yang ada di dalam Keraton.”Awalnya Biang berpikir bahwa mungkin kelompok Arta-lah yang akan berhasil sampai ke Bali melalui pintu dimensi milik Keraton karena dia tak yakin ada yang selamat di sana, namun nyatanya ... pemuda ini lebih dulu sampai di hadapannya, dan besar kemungkinan bahwa mungkin saja kelompok Arta mau tak mau harus melewati jalur lain untuk sampai ke Bali.“Okta dan Arta juga tahu pintu dimensi ini,” gumam Ilyas dibenarkan oleh