2'20

2'20

Oleh:  Kamelzy  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
73 Peringkat
60Bab
11.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Mereka sudah menunjukkan tandanya sejak satu bulan yang lalu. Pemerintah takkan pernah acuh, tak pernah ada yang percaya akan mitos murahan itu. Satu-dua orang takkan cukup untuk mendengungkan sesuatu yang sudah dianggap mati. Hari itu ... Kamis, 20 Februari 2020. Sebuah bencana yang seharusnya tak pernah menginjakkan kaki ke dataran itu akhirnya terjadi. Langit mendadak tak lagi menampakkan birunya, polusi tak bisa lagi mengalahkan awan hitam yang menutupi langit Jakarta. Suara kelakson kendaraan yang saling sahut tak lagi terdengar, udara yang terasa sesak kini tergantikan dengan angin kencang yang membentuk pusaran besar, bercampur petir, bercampur dengan guntur yang menggelegar. Tornado itu ... akhirnya datang juga. Pembuka gerbang dari dunia yang telah lama mati.

Lihat lebih banyak
2'20 Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Nur Nina
semangat menulisnya kakak.........
2022-04-15 18:12:49
0
user avatar
Nur Nina
semangaaaaat kakak.........
2022-04-15 18:12:04
0
user avatar
ArgaNov
Baru baca sedikit loh, bikin dag dig dug loh
2022-03-09 13:20:39
0
user avatar
Ervin Warda
Ikut deg²an🤭 semangat nulisnya, kakak 💪
2021-07-04 17:28:22
1
user avatar
Senja Kelabu
Kereeen ceritanya... Lanjut kak
2021-07-04 15:02:59
0
user avatar
Ecca Madika
Penyuka horor mistery hadeeerrr ...
2021-06-30 18:42:59
0
user avatar
Yani
Semangat, seru kok ceritanya
2021-06-30 18:35:32
0
user avatar
Ecca Madika
Pinisirin pas baca blurbnya. Lanjut baca bab 1 makin greget...
2021-06-28 12:49:20
1
user avatar
CahyaGumilar79
Kren ceritanya bagus dan menarik 🌟❤️❤️❤️❤️
2021-06-28 12:33:05
1
user avatar
Rasyidfatir
cerita menurutku yang berbeda dari lainnya, semangat terus buat authornya💪
2021-06-24 13:13:41
1
user avatar
Savitri
Ketegangan yang udah mulai terasa dari awal kalimat!!! Seruuu, kak!!
2021-06-19 10:44:14
0
user avatar
MetiMo
Lanjut thorrr semangat
2021-06-14 16:11:21
0
user avatar
Ray Basil
Sukses semangat up thor 👍👍
2021-06-09 12:54:48
0
user avatar
Secret.Vee
Bab awal-awal aja sudah bikin tegang, seru!
2021-06-09 08:38:24
0
user avatar
Enura
Deg deg an gak sih 😂
2021-06-08 14:14:20
0
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
60 Bab
01 - Chaos for The Winners
“Apa Jakarta memang sesejuk ini?” tanya Anjani Erikalia, atau mereka biasa memanggilnya menggunakan nama penanya –Jane,  “Yang kutahu tempat ini sangat panas, jauh lebih panas dibandingkan Samarinda.” Mara Sintanira, gadis yang kini tinggal di Jogja itu terkekeh kecil mendengar pertanyaan Jane, “Ya, dulu juga sangat panas. Tapi cuaca di Jawa akhir-akhir ini memang sejuk, tak begitu panas, dan selalu hujan setiap malam.” “Ah … iya, tadi malam juga hujan.” Jane kembali menatap pemandangan di luar jendela. Hari ini mereka akan pergi ke aula hotel untuk menghadiri penutupan acara sekaligus pengumuman pemenang. Dia sudah ada di Jakarta sejak dua hari yang lalu, perlombaan menulis nasional sangat jarang membawa para pesertanya untuk turun ke lapangan seperti ini namun periode kali ini memang dibuat lebih meriah dibandingkan sebelumnya. Nira –teman barunya, baru sampai ke Jakarta tadi malam. Mereka sam
Baca selengkapnya
02 - Run!
Suasana mendadak sunyi setelah gempa itu berakhir. Tak ada lagi suara keributan dari orang-orang yang panik berlarian ataupun suara barang-barang yang berjatuhan, Nira mengangkat kepalanya sambil melirik sekelilingnya yang kini masih tak bereaksi. Mereka pingsan? Pikirnya menatap keempat orang yang ada di sekitarnya. Gadis itu tanpa sadar menyentuh tangan Wonu lalu berpindah pada Jane, senyuman tipisnya terukir tipis saat menyadari bahwa tubuh mereka masih hangat, mereka belum mati. “Seseorang … anakku …” Nira membulatkan matanya tanpa sadar ketika mendengar suara kecil yang disambung dengan suara langkah terseret, “Anakku … tolonglah ….” Gadis itu menutup kedua telinganya dan kembali menundukkan kepala, tak ingin mendengar lagi hal-hal seperti itu dan membuat kepalanya memutarkan berbagai adegan mengerikan yang sering dia lihat di film-film. “Seseorang … to—AKH!”
Baca selengkapnya
03 - Getaran
Jane menatap telapak tangannya sendiri yang sejak tadi tak berhenti bergetar. Dia tahu dia masih merasakan bekas getaran gempa itu, bayangan mereka dikejar-kejar oleh mahluk seperti zombie hingga kematian Hanbin yang ada di depan matanya, semuanya masih tercetak jelas di dalam kepalanya. Dia masih sangat ingin menganggap semua ini hanyalah mimpi buruk, tapi melihat bagaimana tangannya tak berhenti bergetar, menyadari bahwa respon tubuhnya bahkan sudah tak bisa menahan ketakutannya sendiri. Dia tahu semua ini adalah realita. Terlebih setelah mereka berhasil keluar dan melihat keadaan yang ada, semua ini benar-benar membuatnya tak bisa berkata-kata. Gadis itu menggenggam lengannya sendiri mencoba menahan tubuhnya agar berhenti bergetar, sebelum akhirnya memerhatikan Wonu yang kini menyetir membawa mobil mereka menembus jalanan rusak Jakarta. “Kita akan kemana?” tanya Jane memerhatikan Wonu yang sedang memberikan sekotak tisu pada Nira, gadis itu masih m
Baca selengkapnya
04 - Tornado
Setelah mereka sampai, Wonu dengan cepat mengatakan pada tiga gadis itu untuk tetap berjaga di mobil sedangkan dia pergi sendiri ke dalam rumah untuk melihat keadaan. Dari pemandangan jalan kompleks perumahannya, dia tak melihat banyak kerusakan, dan juga mahluk sejenis zombie hingga dia pikir mungkin saja wilayah ini sedikit lebih aman dibandingkan hotel tempat mereka kabur tadi. Pemuda itu membuka pintu rumahnya dengan perlahan, meja kaca di ruang tamu itu sudah pecah, lemari kecil yang menyimpan beberapa piala dan boneka-boneka kecil milik adiknya juga sudah rubuh. Dia yakin gempa sebelumnya cukuplah parah karena telah menghancurkan bagian dalam rumahnya seperti ini, Wonu lalu memilih mengambil tiang panjang tempat dia biasa meletakkan topi, dan menggenggamnya untuk berjaga-jaga. Dia mendengar suara yang sedikit berisik dari arah kamar orang tuanya. Pemuda itu memilih berjalan secara perlahan, dia juga tak ingin memanggil nama orang tuanya mengingat bahwa mungkin
Baca selengkapnya
05 - New Theory
Satu jam lebih mereka menyusuri riol untuk menemukan jalan keluar, sampai akhirnya mereka berempat berada di bagian paling ujung gorong-gorong tersebut. Suara sungai yang mengalir deras dan cahaya tipis yang menyambut mereka membuat keempat orang itu dengan segera bersemangat untuk keluar. “Seharusnya ini sudah malam, apa ponsel kalian ada yang masih menyala?” tanya Jane menatap teman-temannya itu. Wonu dan Cuna menggeleng, sedangkan Nira kini mencari ponsel yang sudah lama dia abaikan. “Ini jam setengah 8 malam,” balas gadis itu. Mereka akhirnya berhasil keluar dari riol tersebut, walaupun tak sepekat sebelumnya, kini bau dari air pembungan itu kini tak begitu mereka cium lagi. Wonu bernapas lega tanpa sadar. “Dimana ini?” tanya Cuna. “Sepertinya daerah pinggiran kota, kita harus berhati-hati pada zombie.” Wonu membalas dan ditanggapi dengan anggukan oleh ketiga gadis itu. “Ayo naik!” ajak Jane yang akhirnya menemukan tangga agar mere
Baca selengkapnya
06 - For Food
“Kau mau mencoba mengigitku?” tanyanya sambil menyerahkan lengannya pada Jane. Gadis itu membulatkan matanya tak percaya ketika mendengar penawaran Cuna, “Kau gila?” tanyanya menatap lengan Cuna yang masih mengarah ke dirinya. Cuna lalu menarik tangannya kembali sambil mengangkat bahu tak acuh, “Ini kan hanya teoriku saja, tak ada salahnya mencoba.” Jane menggeleng cepat sambil melipat tangan di depan dada, “Tidak, bahkan jika teori itu berakhir benar, aku tetap takkan mau melakukannya.” Gadis itu menoleh menatap Jane sejenak lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya, “Kenapa?” tanyanya. “Tidak ada alasan lebih, aku hanya merasa bahwa kanibalisme bukanlah sesuatu yang seharusnya menjadi wajar untuk manusia.” Cuna mengangguk santai, “Hanya karena prinsip ya?” gumamnya tanpa sadar, “Menurutmu, apa aku adalah tipe yang berani memakan sesama untuk bertahan hidup?” tanyanya pada Jane. “Kau tipe yang berani mencoba hany
Baca selengkapnya
07 - Too Much
Setelah memasukan anak kecil itu ke dalam mobil, Nira dengan panik langsung berlari ke dalam minimarket dan memanggil kedua orang itu, setelahnya kembali berlari untuk menghampiri Jane. Tepat di waktu ketika Nira membawa anak itu pergi, Jane dengan sekuat tenaga mencoba mencari cara agar dia tetap bisa menahan pemuda itu di hadapannya. “KAU BODOH HUH?!” kesal pemuda itu mencoba mengejar anak kecil yang Nira bawa namun Jane dengan cepat menendangnya hingga ambruk, pemuda itu menggeram kesal menatap Jane. “Kau yang bodoh! Apa maksudmu ingin membuat adikmu hidup dengan memakan daging manusia?!” “Itu satu-satunya cara agar kita semua bisa bertahan! Kau tak tahu apapun huh?!” kesalnya bangkit berdiri, mencoba menyerang Jane namun gadis itu dengan sigap menahan serangannya. “Hanya dengan memakan sesama kita bisa hidup! Mereka telah merubah berbagai indra di tubuh kita!” Jane menatap pemuda itu tak paham, “Mereka siapa?!” “WRENA! KAU
Baca selengkapnya
08 - Wrena
Cuaca pagi hari menjelang siang itu sangatlah sejuk, Wonu bahkan sempat berkata bahwa ini pertamakalinya Jakarta memiliki cuaca sesejuk ini, bahkan jauh lebih sejuk dibandingkan Bandung. Walaupun upayanya membuka topik tetaplah gagal karena Jane sama sekali tak bersuara sedangkan Cuna kini sibuk menghabiskan susu kedelai untuk terus dia konsumsi. Setelah pernyataan Cuna bahwa dia merasa ingin terus mencoba menyantap manusia, gadis itu juga dengan cepat mengambil susu kedelai dan beberapa kacang untuk dia konsumsi. Dia dengan cepat membuat Jane tenang karena dia yakin gadis itu sudah cukup frustasi atas kematian Nira dan pembunuhan yang baru saja dia lakukan. Wonu juga tak ingin membahas lebih perihal apa yang baru saja mereka lewati karena dia tahu bahwa Jane masih sangatlah terluka akan hal itu. Dia tahu bahwa gadis itu memerlukan waktu untuk meluruskan isi pikirannya seperti saat dia pertama kali membunuh ayahnya sendiri. Pemuda itu malah tak begitu mengerti mengap
Baca selengkapnya
09 - The First Snow
Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk sampai ke Bandung, rest area sebelumnya sudah membawa mereka pergi cukup jauh dari Jakarta dan kini mereka akhirnya sampai ke pembuka jalanan yang mulai memperlihatkan beberapa bangunan –tanda bahwa mereka sudah dekat dengan kota itu. Ketiganya terdiam, masih tak yakin dengan apa yang mereka lihat bersama, entah itu adalah kenyataan atau mereka hanya sedang berhalusinasi. “Apa … itu salju?” buka Jane pada akhirnya menyuarakan keraguannya sendiri. Wonu yang sejak tadi memegang kendali kemudi masih tak menjawab, cukup tak percaya dengan apa yang Jane katakan sekalipun dia juga melihatnya. Kumpulan salju itu turun dengan pelan layaknya sebuah kapas-kapas kecil yang berjatuhan. Perlahan juga jalanan yang mereka lewati mulai memperlihatkan tumpukkan-tumpukkan salju yang memenuhi pinggiran jalan dan bangunan. “Apa benar salju?” balas Wonu ikut bertanya. Cuna yang duduk di belakang masih terdia
Baca selengkapnya
10 - Rumah Gurita
“Masih lama?” tanya Jane ragu. Ini sudah dua jam berlalu semenjak mereka keluar dari mall dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya. Wonu sama sekali tak membalas pertanyaan Jane, dia yakin bahwa dia tidak tersesat mengingat bahwa pemuda itu sangat suka berpergian keluar kota sejak dia SMA, namun semua ini terasa begitu aneh. Hari sudah mulai sore dan matahari seakan terasa lebih cepat ketika hendak ternggelam. Pemuda itu hanya menatap sekelilingnya, dia tak merasa mereka melewati jalan yang sama, namun disisi lain juga, dia merasa bahwa mereka sejak tadi hanya berputar-putar saja. Di kursi belakang, Cuna menatap ke luar jendela memerhatikan bangunan tua yang memiliki patung gurita besar di atapnya. Dia tak begitu yakin, namun rasanya mereka sejak tadi hanya memutari pusat bangunan itu sejak dua jam yang lalu. “Rumah Gurita itu, bangunan lama ya?” tanya Cuna mengalihkan perhatian Jane dan Wonu yang sejak tadi sibuk dengan pikiran
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status