"Hyaahh! Huf, huf!!"
Seorang pemuda berambut ikal tampak sedang berlatih dengan sebuah batang pohon yang berdiri tegak di depannya. Setiap kali dia bergerak menyerang pohon tersebut, rambut panjangnya akan bergoyang mengikuti gerak tubuhnya. Surai hitamnya tampak lembut dan lebat.
Di batang pohon tersebut terdapat beberapa tongkat yang difungsikannya sebagai alat untuk berlatih pukulan. Seolah tongkat-tongkat itu adalah tangan dari musuh yang harus dihadapi. Sang pemuda terus memukul tongkat-tongkat tersebut secara berkala menggunakan kedua tangannya, seolah-olah sedang berlatih tanding dengan seseorang.
Dia adalah Yuuto, pemuda yang sebelas tahun silam menghilang dari muka bumi dan masuk ke dunia lain karena dibawa oleh sesosok siluman berwajah buruk rupa. Dia adalah anak laki-laki keturunan keluarga kuil Akibara yang terkenal sangat baik hati dan juga penyayang terhadap sesama. Sudah lama sekali semenjak pemuda itu meninggalkan rumah, lebih tepatnya diculik dari dunianya yang sebenarnya.
Peluh terlihat bercucuran dari pelipis dan turun membasahi leher sang pemuda. Tampaknya Yuuto berusaha keras untuk mencapai 1000 kali pukulan dalam satu hari latihan, terlihat jelas dari ia yang sudah memukul alat latihannya selama beberapa belas menit. Temponya pun semakin lama terlihat semakin cepat.
Yuuto sudah bertekad seperti itu di hadapan sang guru, ia akan mencapai 1000 pukulan hanya dalam satu hari. Walaupun Hiroshi sudah mengatakan tidak perlu memaksakan diri, tetapi Yuuto tetap berkeinginan seperti itu. Baginya, memaksa kekuatan diri hingga ke batas tertentu itu seperti sebuah tantangan yang menyenangkan.
Yuuto kini ... telah tumbuh dewasa, dia bukan lagi seorang anak kecil penakut yang suka bersembunyi dari makhluk-makhluk mengerikan seperti dirinya yang dulu. Perubahan pemuda itu ditandai dengan perubahan tinggi badannya yang signifikan dan bentuk tubuh yang berubah semakin ideal. Rambut hitamnya tumbuh menjadi panjang, dan karena aktivitasnya sehari-hari, Yuuto akan mengikat tinggi-tinggi rambutnya hingga menyerupai ekor kuda.
Tak terlalu banyak perubahan di wajah tampannya, selain kulitnya yang sedikit lebih gelap dari kulitnya sewaktu ia kecil. Namun, Yuuto bangga dengan kondisi fisiknya sekarang. Ia bahkan tidak risih dengan rambut panjangnya yang tampak seperti seorang perempuan, tetapi mungkin suatu hari nanti ia akan tetap memotongnya menjadi pendek.
Yuuto mulai kehabisan napas. Lelahnya tampak saat ia hampir mendekati hitungan terakhir—sekitar 900an, tetapi senyumnya sama sekali tak pudar. Ia benar-benar lelah, tetapi ia tidak boleh melonggarkan sedikit pun latihannya. Masih ada semangat pantang menyerah di dalam diri sang pemuda Akibara.
Yuuto telah berjuang keras selama ini, dia tidak akan melewatkan semua latihannya begitu saja. Baginya, menunda adalah kesalahan, dan ia sangat tidak suka menunda-nunda sesuatu. Ia harus menyelesaikan latihannya dengan cepat.
Begitu besar hambatan yang dulu ia dapatkan. Kini, ia tidak boleh lengah terhadap latihannya. Di luar sana, ada banyak makhluk-makhluk buas yang mengintai dan siap untuk memakannya hidup-hidup.
"989 ... 990 ... 991." Senyumnya semakin merekah. Sedikit lagi, sedikit lagi ia akan mencapai 1000 pukulan. "998 ... 999 ...." Yuuto tertawa kecil sebelum berucap, "1000 ... akhirnya!"
Tubuh sang pemuda ambruk, lebih tepatnya ia memang membaringkan tubuhnya di hamparan rumput yang luas. Sesaat kemudian ia tergelak, tertawa riang. Seolah tak pernah ada beban yang menggelayuti pikirannya.
Di tengah keletihannya, pemuda itu teringat masa lalunya. Dia yang lemah ... penakut dan suka bersembunyi. Rasa-rasanya seperti baru kemarin ia dikejar-kejar oleh beberapa makhluk berwujud mengerikan.
Contohnya seperti sebelas tahun yang lalu, Yuuto masih mengingatnya dengan jelas. Betapa ia kesulitan melepaskan diri dari cengkeraman siluman berbentuk kucing raksasa yang bisa berdiri dengan kedua kaki belakangnya. Bisa ia rasakan betapa lemahnya ia saat itu, tetapi ia sama sekali tak takut, Yuuto terus berjuang melepaskan diri darinya.
"Uhh, lepaskan aku, Youkai*!"
Yuuto kecil memberontak di dalam kungkungan tangan besar yang membawanya ke tempat yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Sebuah tempat yang sangat asing. Di sini bukan tempatnya. Ini bukan hutan terlarang yang dekat dengan kuil rumahnya.
Tempat ini aneh dan janggal. Ini adalah pertama kalinya bagi Yuuto datang ke tempat yang dipenuhi oleh makhluk berwajah buruk rupa yang tersebar di mana-mana. Yang benar saja. Tidak mungkin ada perayaan halloween di bulan Mei, kan? Akan tetapi, mengapa semuanya terasa nyata? Apa Yuuto saat ini sedang bermimpi?
Ah, jika saja ini mimpi, Yuuto akan bangun secepatnya. Benar-benar mimpi yang aneh, tetapi ternyata tidak seperti perkiraannya.
Siluman bertubuh besar yang menculik Yuuto, hanya menatapnya dengan pandangan kosong, sambil menggeram dengan mulut yang terus menitikkan saliva. Yuuto mengernyit jijik saat cairan berbau sulfur itu hampir mengenai tangannya. Jangan sampai ia terkena air liur sang siluman!
"Lepaskan!" pekiknya keras. "Kau dengar aku, kan? Lepaskan aku Siluman Jelek!"
Anak laki-laki dengan bentuk wajah oval tersebut lantas memukul pergelangan tangan siluman yang terus saja menggeram kepadanya berulang kali. Yuuto tak mengerti apa maksud dan tujuan sang siluman berbuat seperti itu.
Namun, Yuuto sama sekali tidak peduli. Tak mengenal rasa takut seperti sebelumnya, Yuuto masih berusaha melepaskan diri dari tangan yang menggenggam tubuhnya erat. "ARGH! LEPASKAN AKU!
"Aku harus pulang dan menemui Rin!" teriaknya sekali lagi dengan suara yang tak kalah nyaring dari teriakannya ketika dibawa ke tempat asing tersebut. "Aku sudah janji padanya untuk selalu bersama dengannya! Adikku sedang sakit di sana dan aku harus pulang ke rumah! LEPASKAN AKU!!"
Cengkeraman siluman berwajah jelek itu melemah, membuat Yuuto yang berada dalam genggamannya melesat turun jatuh ke tanah. Tak ada waktu untuk merengek kesakitan, Yuuto dengan cepat langsung memasuki semak-semak. Bersembunyi di sana sambil berharap siluman bodoh itu tidak dapat menemukannya di sana.
"Nyaa, nyaaa."
Siluman dengan gigi taring yang besar itu kembali mengeluarkan suara menyerupai kucing yang terdengar seperti "nyaa" oleh orang-orang Jepang. Seolah sedang memancing anak laki-laki yang tengah bersembunyi di dalam semak-semak untuk keluar dari tempat persembunyiannya.
"Duh, cepat pergi sana," bisik Yuuto kesal. Berharap sang siluman mengerikan segera menjauh dari sana agar Yuuto dapat melarikan diri dari sana.
Yuuto lalu mengintip melalui celah-celah dedaunan, kemudian ia memeluk lututnya. Lama menunggu membuat Yuuto diserang rasa kantuk, ia ingin tidur sejenak.
Yuuto lantas merebahkan dirinya di tanah, masih di antara semak belukar. Rasa gatal dapat ia rasakan karena berbaring di antara ranting pohon dan dedaunan kering. Ia yakin semut-semut tengah menggigit tubuhnya sekarang. Namun, ia harus bisa menahan diri sebentar lagi.
Hingga makhluk berbadan tinggi besar yang membawanya ke tempat itu pergi sejauh mungkin darinya.
Harapan Yuuto terkabul, makhluk mengerikan itu secara perlahan mulai menjauh dari sana. Rasa kantuk yang masih menyerangnya membuat Yuuto perlahan mulai memejamkan mata. Berharap ketika ia bangun dari tidur nanti, siluman itu sudah pergi jauh dan ia bisa kembali ke rumahnya dengan tenang.
Ya, seandainya rencananya akan semudah itu.
***
Ketika terbangun dari tidurnya, Yuuto langsung mengendap-mengendap keluar dari dalam semak tanpa menunggu kantuknya hilang sepenuhnya. Sebelumnya ia sudah memeriksa keadaan, kalau-kalau makhluk penculiknya tadi berada di sekitar tempat itu.
Setelah dirasa aman, Yuuto kecil akhirnya mampu keluar dari dalam semak dan berjalan dengan lambat melalui jalan lapang. Yuuto menghela napas panjang. "Syukurlah aku masih dapat selamat dari siluman itu," ucapnya seraya memanjatkan syukur.
Yuuto lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Matanya berhenti saat menatap hamparan tanah luas yang dipenuhi dengan ilalang di sebelah kanan jalan yang ia lalui. Kemudian Yuuto menoleh ke sebelah kiri, pepohonan yang lebat dan gelap.
Jelas Yuuto hanya memilih jalan yang aman saja, ia tidak mungkin memilih jalan yang sekiranya berbahaya untuknya.
"Ayo kita ke sebelah kiri," bisiknya kepada diri sendiri.
Berdasarkan pemahaman bocah lelaki berusia 14 tahun itu, jika ia memilih untuk melewati padang ilalang, entah apa yang akan ia temui saat berjalan seraya menyibak rerumputan tinggi.
Sedangkan jika ia memilih sebelah kiri yang berarti itu adalah hutan, kecil kemungkinan ia akan diserang makhluk dari bawah kakinya.
Yuuto merasa senang dengan pemikirannya sendiri.
Di saat Yuuto tengah berjalan dengan tenang di dalam hutan asing, ia yang tak memperhatikan sekitar tanpa sengaja telah menginjak sesuatu.
Begitu ia melihat ke bawah, sesuatu yang berbentuk panjang dan basah berada tepat di bawah sandalnya. Seperti sebuah ekor dari seekor makhluk. "Sepertinya ini ... ekor ular," gumam Yuuto seraya menatap dan menginjak benda asing tersebut.
"Kau menginjak ekorku, anak bodoh."
Yuuto tersentak. Itu jelas adalah suara manusia, tetapi ... asalnya dari mana?
"Aku ada di atas sini, bocah."
Yuuto mendongak perlahan, matanya seketika terbuka lebar begitu melihat sesosok makhluk bergelantungan di dahan pohon. Setitik cairan bening menetes di wajah Yuuto, Yuuto mengusapnya perlahan. Itu adalah ... air liur sang makhluk berbadan ular dan berkepala manusia.
Napas Yuuto tercekat, ia harus pergi dari sini!
Anak laki-laki berusia sebelas tahun itu lalu berlari kencang, berusaha menyelamatkan diri dari kejaran ular besar berkepala manusia.
Mustahil bagi anak seusianya untuk mengalahkan siluman mengerikan itu. Ilmu yang didapatnya dulu dari sang nenek hanya berfungsi untuk mengusir siluman kecil dan lemah saja.
Bagaimana bisa ia menggunakannya untuk melawan ular sebesar batang pohon kelapa?
Ular itu besar sekali, begitu menakutkan. Kepalanya botak dan lidahnya menjulur sangat panjang. Matanya berwarna kuning dan mulutnya begitu lebar, siap menerkam anak manusia yang tengah berlari menjauh darinya.
Yuuto terus berlari, sesekali ia akan berlari ke kanan lalu ke kiri. Tindakannya itu bermaksud untuk mengecoh sang siluman ular. Namun, napasnya sekarang sudah berada di ujung tenggorokan, ia kini sudah benar-benar kelelahan.
I-INI ... JELAS SEKALI BUKAN DUNIANYA! Yuuto yakin sekali dengan hal ini!
Yuuto menggigit bibir bawahnya, ketakutan mulai melanda dirinya sejak ia dikejar oleh sang siluman. Napasnya terasa sesak karena dipaksa berlari terlalu lama untuk anak seusianya. Yuuto harus bersembunyi!
Ia akhirnya memilih untuk bersembunyi di balik sebuah batu besar. Jikalau pun nanti ia ketahuan oleh sang siluman ular, maka Yuuto tak bisa berbuat banyak selain meratapi nasibnya di tempat itu; mati dalam keadaan menyedihkan dan jauh dari keluarganya.
Mengapa ia bisa berakhir di tempat mengerikan dan asing seperti ini? Yuuto takut.
Anak berambut hitam itu menunggu cukup lama dengan perasaan cemas di dadanya. Yuuto begitu takut jika ular berwujud mengerikan dan aneh itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya dan datang menemuinya. Maka hidupnya akan berakhir saat itu juga.
Dirasa sudah aman, Yuuto pun mengendap-mengendap keluar dari tempat persembunyiannya.
"Perlu bantuan, anak muda?
Yuuto terperanjat ketika mendengar suara manusia di tengah lamunannya. Dengan cepat, ia pun mencari-cari sumber suara itu. Yuuto mengedarkan matanya ke sekitar. Ketika dilihatnya sebuah bayangan seseorang di dekat pohon tak jauh dari sana, Yuuto lalu memelototi sosok di baliknya.
Benarkah itu manusia? Tanya Yuuto dalam hati.
Dengan perlahan, Yuuto melangkahkan kakinya mendekati pohon yang dimaksud olehnya sebelumnya, rasa penasarannya masih mendominasi, tetapi tetap saja ia takut.
Yuuto menatap sosok yang sebelumnya menawarkan bantuan kepadanya. "Mohon maaf, Anda siapa?" tanyanya setelah mengumpulkan keberanian. Yuuto yakin jika yang ia lihat itu adalah manusia sama sepertinya, tetapi Yuuto masih ragu.
Ketika sosok itu mulai bergeser ke samping, Yuuto langsung terperanjat. Ternyata suara berat yang ia dengar tadi adalah milik seorang kakek tua dengan janggut putih panjangnya yang sebatas perut.
Yuuto berusaha menciptakan jarak dengan kakek berpenampilan menyeramkan itu, ia takut lelaki tua yang berdiri di depannya itu adalah siluman ular yang sedang menyamar.
Seolah tahu dengan pikiran anak laki-laki di depannya, sang kakak berwajah bijak itu lantas berkata, "Tenanglah. Kakek ini bukan siluman ular yang tadi mengejarmu, Kakek tidak sedang menjelma. Kakek adalah seorang pertapa."
Yuuto masih memandanginya dengan takut. Kakek dengan pakaian berwarna cokelat gelap seperti biksu Buddha itu kembali berkata, "Kemarilah, Kakek akan membantumu untuk menjadi kuat."
"Tidak hanya di dunia ini saja, tetapi kau akan bertahan di dunia mana pun kau berada. Jadilah seorang biksu yang hebat."
Yuuto tersenyum samar, ingatan tentang pertemuan pertamanya dengan sang guru tiba-tiba muncul ke permukaan. Ia yang dulu adalah seorang anak kecil yang suka bersembunyi dari kejaran siluman, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang memiliki kekuatan.Yuuto kini telah dewasa, ia sudah berhasil menguasai berbagai kemampuan dasar dan bela diri dari sang guru.Tak sia-sia pelatihan yang diberikan oleh Hiroshi—sang kakek tua yang ia temui belasan tahun silam. Selama bertahun-tahun lamanya, lelaki tua itu mengajari pemuda dengan gaya rambut panjangnya yang tidak rapi, si Yuuto, berbagai jurus bela diri dan lain sebagainya.Yuuto selalu ingat dengan pesan yang disampaikan oleh sang guru, bahwa untuk hidup di dunia yang keras haruslah memiliki tekad yang besar. Ia merasa hal itu ada benarnya. Yuuto membutuhkan kekuatan.Selain mempelajari ilmu kehidupan dengan sang guru, Yuuto juga belajar dari para biksu yang ia temui di setiap perjalanan spiritualnya. Kadang-kadang, pemuda itu akan ikut
Di sebuah dimensi yang bersebelahan dengan Dunia Bawah, tepatnya di dunia di mana para manusia bumi tinggal, bermukim dan melahirkan keturunan. Ada sebuah daerah di mana di sana terdapat sebuah kuil kecil yang merupakan milik keluarga Akibara. Ada sesosok makhluk tampan yang sedang berusaha keras mengalirkan kekuatan penyembuhan ke bagian perut dan tangannya yang sedang terluka parah, dan ia hanya seorang diri saat berada dalam kurungan tersebut.Tak ada seorang pun yang pernah menjenguknya. Sama sekali tak pernah ada yang berusaha menyelamatkan sang iblis kelelawar dari tempat terkutuk itu!Sialan, Kyeo dilanda amarah sekarang. Tempat tinggalnya berada jauh dari sentuhan tangan manusia. Kuil tempatnya tersegel pun tak pernah sekalipun didekati, apalagi dibuka oleh orang-orang yang penasaran dengan isinya.Tak pernah ada seorang pun manusia yang berani melakukannya. Mereka semua terlalu takut mendekati kandang milik sang iblis kelelawar bermata kuning keemasan. Mereka takut iblis itu
"Ck, menyedihkan," komentar Kyeo sesaat setelah mangsa keduanya mati. Ia lalu mengendus bau amis dari darah segar yang memenuhi tangan kanannya dengan perasaan senang. Puas lebih tepatnya, karena sudah berhasil membunuh.Bau amis darah selalu dapat memikatnya, tak peduli sejauh apa sumber darah tersebut, Kyeo akan tetap mendatanginya selagi tak ada halangan. Sang iblis kelelawar akan tetap datang dengan senang hati ketika menghampiri setiap mangsa yang kurang beruntung bertemu dengannya hari itu, dan mereka akan berakhir sebagai mainan dari sang iblis yang kejam.Lihat? Betapa baiknya sang iblis hingga menjemput kematian para korbannya dengan tangannya sendiri. Jadi, mereka tak perlu bersusah-susah menanyakan perihal kematian mereka yang tidak pasti itu.Kyeo merasa bangga karena sudah mengantarkan manusia-manusia itu ke alam kematian. Sang iblis kelelawar merasa, ia bagaikan seorang dewa kematian, tetapi dengan caranya sendiri dan itu benar-benar menyenangkan.Iblis dengan wujud manus
Yuuto yang baru saja selesai latihan bersama sang guru, berjalan pelan menuju sebuah pohon yang tampak rindang. Cuaca yang cukup terik membuatnya sedikit merasakan gerah. Walaupun ia sudah memakai yukata tipis berwarna gelap, tetapi tetap saja panas mengenai kulit sawo matang sang pemuda.Pemuda itu ingin berteduh sebentar sebelum kembali berlatih lagi bersama Hiroshi.Langkah laki-laki dewasa itu terlihat melambat ketika ia mendengar suara derap langkah kaki seseorang yang mengarah padanya dengan sangat cepat. Sebelum sempat berbalik badan sepenuhnya, Yuuto telah diterjang oleh seseorang dari belakang."Kakak!" teriak orang itu penuh semangat. Suaranya terdengar seperti seorang perempuan muda yang begitu ceria. Manis dan menyenangkan. Yuuto tertegun di tempat saat seorang remaja perempuan melompat ke arahnya secara tiba-tiba dan memeluknya dengan sangat erat. Helaian rambut hitam panjangnya mengingatkan Yuuto terhadap sang adik. Belum lagi dengan sang gadis yang memanggilnya kakak ta
Di sebuah rumah yang luarnya cukup megah, meski telah berusia tua, terlihat beberapa orang sedang berkumpul di ruang tamu keluarga. Mereka adalah sepasang suami istri dari keluarga Akibara. Keduanya tengah membicarakan sesuatu dengan serius, ketegangan tampak di wajah wanita yang memiliki tanda lahir di pipi kanannya yang hanya dimiliki oleh anggota keluarga Akibara saja. Meski setiap keturunan memiliki tanda lahir di tempat yang berbeda-beda. Simbol itu begitu unik, tetapi sangat cocok untuk para anggota keluarga Akibara yang terpandang sebagai keluarga kuil di kotanya. "Bagaimana nasib keluarga kita di masa depan? Kita sudah tidak punya keturunan lagi untuk melanjutkan persembahan itu!" Sang wanita mulai mengeluarkan argumennya. Wajahnya memerah, terlihat jelas sedang memendam perasaan yang terus berkecamuk di dalam dada. Kaede marah, sangat marah. Dia juga merasa sedih, kecewa dan perasaan mencolok lainnya tengah bercampur aduk di hatinya saat ini. "Kaede, tenanglah. Pasti a
Rin mengukir batang pohon yang ia lewati menggunakan salah satu anak panah yang dibawa olehnya, gadis itu sedang membuat goresan dengan bentuk yang indah, tetapi mengandung makna yang sangat ia senangi.Gadis itu tampak begitu serius dengan pekerjaannya yang menjadikan batang pohon menjadi tempat menuangkan kreativitas. Sang gadis Akibara terlihat seperti seorang seniman dengan alat pahatnya di tangan, tetapi sepertinya gadis itu tidak mengetahui benar apa yang sedang ia lakukan saat ini.Mungkin baginya, mengukir pohon hanyalah suatu bentuk pengungkapan diri. Semuanya tergambar jelas dari sang gadis yang begitu teliti saat mengukir namanya di permukaan batang pohon yang tidak terlalu kasar, dan agak berlumut itu. Senyum bahagianya langsung merekah begitu lebar saat namanya telah selesai terukir di sana.Mengukir karakter kanji-nya sendiri di sebuah kayu dan berbekal anak panah memang cukup sulit, tetapi ternyata setelah selesai, hasilnya lebih bagus daripada ekspektasinya."Wah, hasi
Selama beberapa saat, terjadi hening di antara mereka berdua. Zura sibuk menatap makhluk-makhluk bertubuh kekar yang tengah bercengkerama tak jauh dari tempat duduk mereka, sedangkan Rin sibuk memandangi sang pemuda, tanpa berkedip sama sekali.Rin memangku wajahnya dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja, masih sembari menatap wajah manis pemuda yang ada di hadapannya.Gadis itu bertanya-tanya dalam hati. Terjebak di dunia apakah ia kini? Zura memang mengatakan bahwa sang gadis Akibara tengah berada di Dunia Bawah, dunia tempat berkumpulnya makhluk-makhluk yang hidup berdampingan satu sama lain. Seperti manusia, siluman, iblis dan lain-lain.Akan tetapi, tetap saja gadis itu merasa kebingungan walau sudah diberitahu seperti itu. Sebab, ini adalah pertama kalinya bagi sang gadis Akibara berteleportasi—lebih tepatnya diasingkan—ke dunia asing yang sama sekali bukan tempatnya berasal.Ada banyak yang patut dipertanyakan selama berada di sana. Ditambah lagi, hal-hal ganjil yang sul
Sesosok rubah siluman berekor sembilan tiba-tiba saja melintas di depan Rin dan Zura yang sedang melakukan pencarian buah Sensa. Beruntung, Zura terlebih dahulu menarik sang gadis Akibara untuk bersembunyi di antara semak-semak sehingga siluman berbulu warna putih tersebut tidak menyadari keberadaan mereka."Kita harus ekstra berhati-hati di sini, Rin. Rubah yang kita lihat tadi itu adalah jenis siluman jahat yang sangat kuat. Jenis roh seperti itu harus kita hindari sebisa mungkin. Demi keselamatan kita bersama. Paham?" Zura menerangkan kepada teman seperjalanannya, Rin.Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya saat mendengarkan penjelasan singkat dan padat dari pemuda bermanik mata cokelat. Tak ingin banyak bicara dan cukup mengikuti Zura saja. Maka, dia akan aman, pikir Rin di dalam kepalanya.Keduanya lalu meneruskan perjalanan, hingga lagi-lagi bertemu dengan makhluk-makhluk pencari masalah. Rin dan Zura saling pandang. Saatnya beraksi!Usai mengalahkan beberapa roh dan siluman jah